Selingkuh

62 3 0
                                    

"Haloo.."
"Hei, kebo.. Lo kemane?? Chat dari kemarin, baru nongol sekarang?" (Icha)
"Apa kabar, Vi? Lo udah cobain dressnya kan? Lo gak lupa kan, Sabtu besok acara gue?" (Clara)
"Vi, ada salam dari Alex.." (Disna) Btw Alex adalah primata yang katanya cocok buat gue, sialan emang tarsan betina satu itu.
"Lo masih di hutan?? Lo lupa juga hari gue?" (Clara)
"Kagak, neng. Besok gue balik!" (Disna)
"Vi, lo gak kenapa napa kan? Lo aman kan? Berita tentang lo masih rame dibahas.." (Fayza)
"Gue baik-baik saja. Gue mau syuting"
"Tumben lo kalem..padahal kalau kita ketemuan, lo paling berisik" (Icha)
"Gue PMS"
"Njirr..btw martabak dekat apartemen lo masih ada jual kan? Lo janji kirimin gue.." (Icha)
"Ladiess.. Jangan lupa Sabtu adalah hari gue!!!! " (Clara)
"Iyaaa!!" (all)

Gue terkekeh sendiri membaca pesan mereka, sengklek semua. Sabtu besok adalah wedding day Clara. Gue dan ketiga teman gue ditunjuk sebagai bride maids. Akhirnya dari geng jomblo kami bakalan sold out satu. Tapi soal pernikahan, entahlah.. Gue gak minat!

"Beb..jadi kan kita nikah? Gue emang cita-cita nikah muda dan gue ketemu lo sekarang..gue bahagia" chat terakhir Aditya sinting.
"Selamanya gue gak mau nikah, baik sama lo atau sama kebo sekalipun. Nikah aja lo sono sama gayung mandi. "
Block contact, delete contact.

"Ngapain lo nek? Diem diem bae.. Biasanya nyap nyap mulu.. " tegur Rexy sambil membetulkan hiasan rambut gue.
"Emang kenapa kalau gue diem. Mulut gue pegel.." "Pegel ngapain nih? Pegel adu mulut sama babang George Clooney kw ya semalam?" bisik Rexy.

"Ngomong lagi, gue ulek lo!" ancam gue, yang gak mempan sama Rexy.

"Kurang berapa take lagi sih ini, sumpah gerah banget gue sama kostum gue.."

"Sabar kali nek. Bentar lagi adegan yang gue tunggu-tunggu. Adegan lo mesra mesraan sama Babang Alvin..tumben sih lo gak ada cinlok sama Babang Alvin. Gue lihat dia kadang lirik-lirik lo? " "Gue gak minat sama cowok brewokan macam dia"

"Heiii.. Heloo.. tahun lalu bukannya lo jalan sama babang produser sinetron kejar tayang lo, si brewok itu??" ledek Rexy.

"Jalan? Jangan ngegosip ye.. Gue cuma makan sekali sama dia, itupun gue lakuin sebagai sogokan ke dia supaya peran gue dimatiin, gue bosen.. Sinetron sudah jalan 100 episode, gak kelar-kelar"

"Aish lo ini ya, manusia kurang bersyukur. Kalau sinetron lo jalan trus itu artinya ratingnya bagus.. Capek gue cari kerjaan buat lo, yang ada lo seenak jidat lo nih bikin deal di luar sepengetahuan gue" omel Roxy.

"Tapi ada hasilnya kan? Coba gue main disitu mulu, mana bisa dapat tawaran main film seperti sekarang?"
"Iya juga sih nek... Lo aja yang emang hoki gede, Devi Darling. Eh ngomong-ngomong beneran lo gak ngapa ngapain sama George Clooney kw? " Gue toyor akhirnya kepala Rexy sangking keselnya.

"Gue gak doyan pria tukang selingkuh kayak dia!" "Heii..selingkuh sama siapa? Nikah aja belum.."
"Gosip dia sama Bibi itu, masak lo gak tahu sih?" bisik gue pelan-pelan.
"Emang masih jalan? Itu kan gosip lama, Devi Darling..."
"Masih, gue tahu.."
"Serius??Arggh.." gue injak sepatu Rexy kesal. Sosok yang sedang kami gosipkan ternyata muncul di dekat kami.
"Devi..bisa breefieng sebentar sama Alvin, kamu udah selesai kan dandannya?"
"Sudah pak!" gue kabur dari tatapan Rexy yang masih saja penasaran sama bapak produser nan tampan.

Akhirnya kelar juga syuting kami yang menghabiskan waktu berbulan-bulan. Tinggal promosi saja dan sekarang kami rame-rame makan bersama, ditraktir bapak produser.
"Ayo ayo makan makan.. "
"Eh.. Ayo foto2 dulu!" seru Alvin sembari menjulurkan tangannya bersiap mengambil foto kami.
"Cheese.. "
Gue lirik bapak produser yang malah sibuk ngewine dan merokok, diem asyik sendiri di ujung, sementara kita rame sendiri, makan, minum dan foto-foto.
Sejenak gue lirik kembali dan lihat dia mengangkat telepon dan berlalu dari meja. Bersamaan pula kandung kemih gue penuh dan buru-buru gue ngibrit ke kamar mandi.

"Gue sehat. Lo sendiri gimana?"
"Gue sehat..apa kabar lo sama Bianca?"
"Bibi.. Ya seperti yang lo tahu.."
"Mau sampai kapan lo backstreet kayak bocah SMA begitu?"
"Gue sebenernya juga gak mau Fer.. Bibi suruh gue diem, ya mau gimana lagi... anak-anak belum bisa nerima gue. Yang bisa gue lakuin ya cuma nunggu.."
"Nunggu? Kurang berapa lama, Nu. Lo udah nunggu lama dari lo kecil buat seorang Bibi.. Gila emang lo, man"
"Gue gak gila. Gue cinta mati..."
"Ya kalau gitu, nekat sajalah braii.. Lamar Bibi sekarang. Bukannya anak-anak sudah besar? Apa mereka masih saja mengungkit masa lalu. Sudah saatnya mereka tahu kebenarannya.. "
"Gue gak mau menyulitkan Bibi. Gue gak mau Bibi memilih..gue sayang Bibi, gue juga sayang anak-anak.. Gue tunggu saja, toh gue juga belum buru-buru mau mati"
Gelak tawa berderai di antara mereka.

Gue ada dalam bilik wc dan tak sengaja mendengar pak produser telepon dengan nada keras sambil rokokan di depan pintu kamar mandi. Gue urungkan niat gue untuk keluar dan mendengarkan pembicaraan mereka dengan seksama.
Gue gak ngerti apa yang dimaksud mereka, apa yang mereka bicarakan.

Namun gosip tentang Wisnu yang memacari istri orang terlintas di benak gue, membuat gue seolah terlempar ke masa lalu gue. Saat-saat terkelam dalam hidup gue. Saat-saat dimana Devi kecil yang periang berubah menjadi Devi yang diam-diam menyembunyikan tangisan di balik wajah ceria.

"Kamu tega ya selingkuhin aku. Coba lihat Devi, anak kamu...dia tiap hari nyariin ayahnya dan kamu seenaknya saja pacaran sama gadis murahan itu!"

"Ngapain kamu kaget? Sedari dulu kan memang aku gak cinta kamu! Aku tuh terpaksa nikahin kamu karena ada si Devi. Sekarang si Devi udah gede, udah bisa cari uang sendiri lagi dari lomba-lomba model itu. Jadi boleh dong sekarang aku ngejar apa yang bisa buat aku bahagia. Aku cinta sama Riani, gadis yang kamu bilang murahan itu! Setidaknya dia tidak murahan seperti kamu, pakai Devi buat paksa aku nikahin kamu.."

"Ya.. Seharusnya dari awal kita tidak menikah! Seharusnya Devi tidak ada! Supaya kita tidak terjebak di pernikahan busuk ini.. " jawab perempuan dengan sebutan mama tersebut.

"Memang..seharusnya Devi tidak ada.."

Devi kecil diam di balik pintu kamar, terduduk menangis sendirian. Perasaan tak diingini dan terbuang itu yang sampai hari ini membekas ke gue..gue masih ingat, ayah pergi meninggalkan rumah saat itu dan hingga sekarang gue gak tahu dia dimana dan gue pun tidak perduli.

Gue telah berjuang begitu keras hingga bisa sampai sini, gue benci diri gue yang kadang masih mengingat kalimat itu "Seharusnya Devi tidak ada"

"Haii..aku lagi makan sama anak-anak. Kamu masih di butik atau dimana?"
"Aku masih di butik" (Bianca)
"Kamu sakit? Pulang saja, atau mau aku jemput?"
"Tanggung...Didi janji pulang ke rumah besok, tapi aku tidak yakin dia bersungguh-sungguh. Dia sepertinya masih sangat membenciku. Aku baca postingan instagramnya, sepertinya yang dia bicarakan itu aku.." (Bianca)
"Jangan menyalahkan dirimu. Kamu juga berhak bahagia..."
"Aku pengen makan ramen.." (Bianca)
"Mau ku belikan? Aku mampir sebentar ke butik ya.."
"Jangan, aku tidak sendiri sekarang. Aku tidak mau ada yang melapor ke Juana.." (Bianca)
Terdengar desahan berat dari Wisnu.
"Aku akan ke butik, ramennya akan kutitipkan satpam. Kamu tidak perlu menemuiku jika kamu tidak nyaman.."
"Aku bisa pesan delivery saja, jangan merepotkan dirimu. Aku baik-baik saja.." (Bianca)
"Aku yang tidak baik-baik saja, Bi. Aku... Aku rindu kamu.."
"Maaf, Nu.." (Bianca)
"Maaf..aku membentakmu. Sudah dulu, aku akan selesaikan makan. Telepon kembali aku jika...jika kamu senggang"
"I love you.." (Bianca)
Terdengar helaan nafas berat Wisnu. Lalu sunyi, gue rasa dia sudah pergi.

Gue memutuskan keluar dari kamar mandi dan ternyata dia masih disana, menatap gue dengan ekspresi kagetnya. Sejujurnya gue lihat raut sengsara di wajah itu walau di dalam hati gue, ingin memakinya seperti gue memaki ayah gue saat tega menggampar ibu dan keluar begitu saja dari rumah. "Ee..dari tadi?" tanya Wisnu perlahan. "Ya.." jawab gue singkat.

"Saya gak dengar apa-apa kog pak. Saya juga gak kepo urusan pribadi orang.." Wisnu tersenyum seraya menyulut rokok entah ke berapa. "Saya gak perduli kamu dengar apa...sudah terlalu banyak orang ikut campur urusan saya jadi saya sudah kebal dengar orang mengatai saya.. never mind, anak-anak lain pasti menunggu kamu.." ujarnya seraya memberi gue jalan. "Selamat malam, pak. Terimakasih atas traktirannya" sapa gue bersikap sopan kepadanya yang dijawab dengan anggukan kecil. Sampai gue kembali ke meja, gue lihat dia tetap disitu. Bersandar di tembok sembari merokok, persis seperti orang patah hati. Tiba-tiba hati gue mengasihaninya.. Damnn, orang brengsek seperti dia tidak layak mendapat simpati gue..

Red LipsWhere stories live. Discover now