Nostalgia Pilu

26 1 0
                                    

Izinkan kulukis senja
Mengukir namamu di sana
Mendengar kamu bercerita
Menangis, tertawa

Biar kulukis malam
Bawa kamu bintang-bintang
'Tuk temanimu yang terluka
Hingga kau bahagia

Lagu indah itu berputar indah di layar kaca, sementara aku diam bengong di ujung tempat tidur memandang kosong kesana. Pikiranku kacau saat ini.

Gadis itu berlari dengan penampilan yang sangat tidak cocok dengan tempat jogging.
Kaos over size, celana jeans pendek yang Ya Tuhan kaki gadis itu terlihat jenjang dan membuatku sesaat tak berkedip.  Sepatu sneakers bermerk mahal yang lebih cocok untuk dipamerkan ketimbang dipakai lari, tak lupa lipstik merah menyalanya dan kacamata hitamnya. Entah memang kita berjodoh atau sebuah kebetulan belaka, beberapa waktu ini kami jadi sering bertemu.

Semakin jauh aku tahu banyak tentang dia, semakin banyak pula waktu aku memikirkan dia. Aku benci mengakuinya, bahwa gadis itu menyita pikiranku akhir-akhir ini. Aku pria normal dan dia gadis yang masih sangat muda, menyodorkan dirinya begitu saja padaku. Aku tak mengelak kalau dia benar-benar menggoda. Ya Tuhan apa yang sedang aku pikirkan..

"Apa ada perempuan selain Bianca yang aku pikirkan?? " Dia.. Dia lah yang memenuhi pikiranku.. Memotong kegelisahanku akan masa depanku bersama Bianca dan membentangkan angan-angan baru dimana ada gadis itu di mataku. "Tidak!!" ku gelengkan kepalaku. "Aku tidak akan melampaui batas! Pikiran apa ini.." ku usap wajahku lelah.
Ponselku berdering dan suara lembut Bianca menyapa.
"Dimana?" (Bianca)
"Baru pulang"
"Sudah selesai joggingnya?" (Bianca)
"Iya.."
"Sedang apa sekarang?" (Bianca)
"Ada lagu bagus yang pernah kamu nyanyikan di tv"
"Ah..aku juga lihat ini.." (Bianca)
Bianca bersenandung sementara pikiranku masih berkelana kemana-mana. Aku beranjak ke kamar mandi, menyiram tubuhku dengan air dingin berharap semua pikiran suntuk ini luruh bersama air.

Gadis itu menciumku kedua kalinya, jika kali pertama dia dalam keadaan mabuk namun sekarang dia sadar saat melakukannya. Apakah aku sudah memberinya harapan? Apa ada sikapku yang menyalakan keberaniannya? Mungkin kata-kataku tadi bahwa aku memikirkannya.. Ahh.. Harusnya aku menahannya.. Kenapa aku mengatakannya.. Kenapa juga aku membalas ciumannya tadi. Bisa jadi aku melukainya dan Ya Tuhan, aku cinta Bianca..

"Sayang, bukannya itu aktris kamu?" tiba-tiba pertanyaan Bianca dari speaker ponsel membuyarkan lamunanku.
Ku matikan shower dan keluar dari kamar mandi. Aku lihat di layar kaca, wajah itu, wajah gadis yang sedang memenuhi pikiranku.
"Ah ya.." jawabku singkat seraya berpakaian.
Aku melirik ke layar kaca, gadis itu tampil cantik dengan gaun pendek selutut berwarna pastel.
"Apa promosi filmya berjalan lancar?" tanya Bianca kemudian.
"Ah ya.. Besok lusa rilisnya dan acara nobar.. Kalau kamu mau hadir, aku bisa mengirimkan tiketnya.."
"Lusa? Ah.. Lusa, aku sepertinya sibuk. Ada pesta perayaan ulang tahun Juana.. Seperti tahun-tahun lalu, acaranya pasti padat dan melelahkan. Maaf, Nu.. "
"Hmm.. Tidak apa-apa. Apa sudah ada kabar soal Didi?"
"Belumm. Juana masih mengupayakan untuk membujuk cucu kesayangannya itu..." (Bianca)
"Apa masih ada waktu kita bertemu?"
pertanyaan itu membuat kami terdiam lama, aku tahu jawabannya.. Bianca tidak bisa memastikan, apa kami masih ada kesempatan bertemu.

"Nu.. Itu Devi sedang ditanya-tanya, sepertinya dia buat masalah tadi malam. Pirates Bar.. Bukannya kamu kemarin malam kesana?"
Ku perhatikan layar kaca dan ku lihat Devi nampak kesal ketika ditanya seputar kejadian kemarin malam. Gadis itu nampak bolak balik menoleh ke kamera memperlihatkan ekspresi tidak nyamannya. Beberapa MC malah membuat candaan tentang hubungan Devi dan Aditya.
"Aduhhh coba deh Aditya kasihnya bunga bank, deposito gitu ya pasti gak ditolak sama Devi.." "Besok-besok dicoba lagi deh.. Pasti diterima, sekalian lamar.. "

Red LipsWhere stories live. Discover now