Chapter 8 - If Only

Start from the beginning
                                    

"Dasar gila, kembalilah keruanganmu!" Pintaku, ia malah menunjukkan wajah konyolnya. "Kenapa kau menunjukkan wajah seperti itu?"

"Kau pasti sedang memikirkan Sea kan, aku penasaran semenarik apa wanita yang bisa membuat Seorang Ray Mark seperti ini" Kata Ansel.

"Ah bukan urusanmu, kembali lah bekerja. Jangan karnea aku temanmu kau bisa santai seperti ini. Bersikaplah selayaknya sekretaris!" Ansel malah terkekeh mendengarkan ucapanku, aku memutar kedua mataku malas.

"Baik pak, saya mengerti," kata Ansel dengan nada mengejek.

Ia melangkah keluar dengan membawa berkas yang telah kutanda tangani, tapi sebelum keluar, di ambang pintu ia kembali berbalik dan mengatakan sesuatu yang tidak dapat kudengar, maksudku suaranya terlalu kecil.

"Apa yang kau katakan?" Tanyaku.

"Jangan lupakan Carissa, kau tahu kan ia sudah lama sekali menunggumu," Jawab Ansel. "Ia amat mencintaimu."

Tentang Carissa, aku tidak ingin banyak membahasnya. Aku tahu perihal ia yang mencintaiku dan benar sudah sangat lama, tapi aku sungguh-sungguh tidak mempunyai perasaan apapun padanya. Aku hanya menganggapnya sebagai saudari saja, tidak lebih dan tidak pernah ada cinta di antara kami.

"I know". Jawabku singkat, aku sangat ingin beristirahat sebelum menghadiri Meeting.

****

"Senang bekerja sama dengan Anda" ucap salah satu Klien, kami berjebat tangan dan dilanjuti dengan beberapa Klien lainnya. Hari sudah menjelang malam, dan kurang lebih Satu jam kami mengadakan meeting. Sebenarnya aku belum semahir Ayahku dalam menjalankan Bisnis Investasi ini, tapi aku harus benar-benar belajar mulai sekarang.

"Terima kasih atas kerja samanya," kataku tersenyum.

"Kau tidak kalah hebat dari Ayahmu, caramu mengatur strategi pemasaran sama persis dengan Ayahmu."

"Tidak, Ayah saya jauh lebih hebat. Tapi saya sangat berterima kasih atas pujian Anda" kataku sedikit malu.

"Baiklah, semoga Project ini bisa mendatangkan keuntungan besar bagi kita semua" tuturnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan, dalam hati semoga saja aku berhasil dalam Project ini dan membanggakan orang tuaku.

"Kalau begitu kami pamit"

"Mari saya antar" Para Klien hanya mengangguk, kami semua keluar dari ruang meeting lalu berjalan menuju lobby. Setelah mereka menuju Mobil masing-masing tak lupa saling memberi salam sebelum mereka pergi. Lalu aku masuk menuju ruang kerjaku, sangat melelahkan aku butuh istirahat sekarang. Sepertinya lagi-lagi aku harus tidur di kantor, Ansel yang ku suruh untuk mengambil Pil yang tertinggal di rumah sampai saat ini belum kembali.

"Apa meeting-nya sudah selesai?" Suara itu membuatku terkejut, dengan keadaan ruang kerjaku yang gelap dan suara wanita yang tidak asing itu, Carissa. Untuk apa ia di sini, dan kapan ia sampai,? ya aku tahu ini pasti rencana Ansel.

"Kau membuatku terkejut." Ujarku santai, Carissa melangkah maju mendekatiku. Tepat di hadapanku ia menatapku dalam, tangannya meraih dasi yang kupakai lalu melepaskannya.

"I'm Sorry, kau pasti lelah." Kata Carissa dengan nada suara yang begitu perhatian.

"Aku bisa sendiri, terima kasih," ucapku sambil mengambil Dasi itu padanya, aku tahu maksud Carissa. Ia mencintaiku tapi tidak denganku, ia lebih tua dariku dan Carissa adalah mantan pacar Daniel saudaraku, bagaimana mungkin aku bisa menyukai Mantan saudaraku.

"Apa kau sudah makan?" Tanya Carissa, aku mengangguk lalu meraih segelas air di meja.

"Sejak kapan kau di sini?" Tanyaku balik.

"Sejak kau menyuruh Ansel pergi, dia menyuruhku kemari." aku sudah tahu bahwa ini semua rencana Ansel, dan wanita ini mau saja di suruh Ansel padahal mereka tahu tidak ada yang berubah dariku. Ansel sengaja mendekatiku dengan Carissa hanya supaya aku punya sedikit teman bicara, tapi bagiku Carissa selalu menunjukkan sesuatu yang berlebihan yang sangat tidak membuatku nyaman.

"Seharusnya kau tidak menurutinya."

"Tidak apa-apa, aku malah senang bisa menemanimu di sini". Tangannya membelai Pipiku pelan, aku melangkah mundur. Raut wajahnya terlihat begitu tidak terima. "Apa kau tidak suka keberadaanku di sini" tanyanya dengan wajahnya yang memerah.

"Bukan seperti itu, ini kantor. Tidak enak jika para Karyawan melihat kita berduaan di sini, ada baiknya kau pulanglah. Lagi pula Ansel akan kembali ke sini" kataku panjang lebar, mata Carissa mulai berkaca-kaca. Ansel benar-benar menambah beban pikiranku, ia pikir dengan caranya seperti ini bisa membuatku terhibur.

"Baiklah, aku mengerti" Katanya sambil menitikkan air mata. "Apa kau benar-benar tidak punya perasaan terhadapku," aku menghela napas, untuk pertama kalinya Carissa menanyaiku tentang itu. Haruskah aku menjawab yang sebenarnya, tapi aku masih menjaga perasaan Carissa.

"Begini, kau adalah mantan pacar Kakakku. Bagaimana bisa kita menjalin hubungan, jangan merendahkan dirimu seperti ini." kataku pelan mencoba tenang.

"Apa kau bisa menyingkirkan opinimu itu, semua bisa terjadi bila kita sama-sama mau." perkataannya sungguh membuatku jijik, wanita ini benar-benar merendahkan dirinya sendiri.

"Tapi tidak denganku, kumohon aku tidak mau menyakiti perasaanmu. Kita bisa berteman, lagi pula kau cantik begitu banyak pria yang akan mencintaimu dari pada aku!" Jelasku panjang lebar.

Carissa mengangguk-angguk sembari mengusap air matanya, sejujurnya aku tidak ingin melihatnya menangis. Tapi aku juga tahu tidak mau terus-terusan menutupi ketidak-nyamanan ini, lebih baik begini dari pada sudah terlalu jauh.

"Mark ini ob..." Ansel masuk secara tiba-tiba, ia bergeming di sana diam melihat Carissa yang sedang menangis.

"Kemarilah, antar Carissa pulang" tuturku, Ansel melangkah maju dan memberiku sekotak pil. Ia menatapku seolah bertanya apa yang terjadi, aku hanya diam tanpa sepatah kata apapun.

"Tidak, aku bisa pulang sendiri" timpal Carissa melangkah mengambil Tas miliknya dengan kasar.

"Tidak biar Ansel saja yang mengantarmu" sahutku, tetapi Carissa sudah terlanjur melangkah keluar. Aku menoleh pada Ansel yang sedikit kebingungan. "Ikuti dia saja" perintahku.

****

"Kau tidak datang untuk menyelamatkanku."

"Aku minta maaf."

"Jika kau datang lebih cepat, pasti aku tidak pergi secepat ini. Apa kau sudah melupakan saudaramu yang selalu melindungimu, kau lebih mementingkan Studymu dari pada aku."

"Tidak, bukan begitu. Ayah dan Ibu benar-benar menutupinya."

"Benar, karena kau anak emas mereka. Mereka tidak ingin membebanimu ketika kau masih menyelesaikan study. Apa kau pikir aku bahagia sendiri saat itu?"

"Tidak, tidak kumohon jangan katakan itu."

"Mark, mark sadarlah. Hey Mark!"

"TIDAKKK" suara bariton Ansel menyadarkanku, dengan cucuran keringat yang membasahi wajahku, Ansel memberiku segelas air dan langsung kuteguk. Tenggorokanku begitu sangat kering, dan Mimpi itu datang kembali lagi, yang membuatku tidak berhenti menyalahkan diriku sendiri.

****

Tbc.
❤❤

Happy Reading guys, tidak bosan selalu mengingatkan kalian jika menekan bintang itu gak rugi hehehe. Vote+Comment sebanyak-banyaknya⭐.

March, 2021.
-sofiapark

SEANNA [ON GOING]Where stories live. Discover now