Siapa Dia

445 10 0
                                    

Taksi berhenti di depan rumah besar di kawasan elit Pondok Indah. Rumah itu seharusnya mewah, namun 5 tahun tanpa perawatan lebih dari cukup untuk membuatnya bagai gua kelelawar.

Shinta menutup buku yang ia baca sepanjang perjalanan dari bandara. Kakinya melangkah perlahan turun dari taksi, Bagas menyusulnya turun. Saat taksi pergi, suasana sepi dan mencekam menghampiri.

Hujan masih turun meski rintik-rintik. Bagas tampak risih diterpa air hujan, ia menyembunyikan kepalanya ke dalam jaket sang ibu.

"Kita cari hotel aja yuk!", ungkap Shinta kepada anaknya. Ia berpaling dari rumah tak terawat itu, dan kembali memberhentikan taksi. Ibu dan anak itu menuju hotel yang tidak jauh dari rumahnya sendiri.

"Ma, kok kita nggak jadi pulangnya?", tanya Bagas.

"kita nanti pulang ke rumah itu. Tapi sekarang kan udah kesorean. Kita ke hotel dulu, istirahat semalam. Besok pagi kita beres-beres."

Tak butuh waktu lebih dari 15 menit menuju hotel menggunakan taksi. Tapi waktu singkat itu cukup untuk membuat Shinta memikirkan betapa beratnya ujian awal di Jakarta.

Ujian itu adalah membersihkan rumah keluarganya. Rumah itu menghadap Timur, cat yang memudar melengkapi suasana suram saat rumah tak disinari cahaya matahari sore.

Daun dan ranting kering menumpuk di halaman, bercampur dengan sampah jalanan yang tertiup angin masuk ke dalam halaman.

Tidak ada lagi tanaman hijau dan bunga anggrek menghiasi halaman itu. Bahkan pohon palem yang biasanya melengkapi kemewahan rumah, kini justru tumbuh tak beraturan.

Taksi sampai pada sebuah hotel tak jauh dari pusat perbelanjaan Pondok Indah. Shinta dan putranya turun. Sopir taksi membantu menurunkan koper dan tas pakaian dari bagasi.

Shinta melangkah menuju meja reservasi hotel, sementara seorang petugas membantunya membawa koper dan tas. Seorang petugas reservasi hotel sedang berbicara dengan seorang tamu yang tampak sedang mencari kamar.

Butuh waktu 2 menit untuk pria itu setuju dengan sebuah kamar hotel, "Kamar 215 yah ? Oke..", jawab pria itu ramah kepada petugas reservasi. Ia berbalik, dan melihat Shinta yang sedang mengantri dibelakangnya.

Melempar senyuman sebentar, pria itu jalan meninggalkan lobby hotel menuju kamar 215. Shinta membalas senyuman dari pria tampan, dengan potongan rambut pendek, dan ukuran tinggi badan yang ideal itu. Bahkan Shinta tetap tersenyum meski pria itu tidak lagi melihatnya.

🌹🌹🌹

Seorang petugas hotel membantu membawakan barang dan membukakan pintu kamar hotel bernomor 319. Shinta dan putranya masuk, setelah berterimakasih kepada petugas itu.

Bagas segera melompat ke atas ranjang berukuran dobel. Ia tampak gembira dan bersemangat, melompat-lompat di atas kasur itu. Shinta segera mencegah Bagas melanjutkan lompatannya.

"Stop...stop... Cukup. Sekarang kamu duduk di sini. Kamu harus isi perut dulu. Ini ada roti enak rasa keju, dan susu coklat. Mama mau mandi sebentar, habis itu kita cari makanan lagi di Cafe bawah yah!"

Shinta mengarahkan Bagas duduk di kursi kamar hotel. Ia membukakan roti keju dan memberikan susu coklat kemasan kotak kepada Bagas. Setelah merapihkan barang-barang di kamar hotel, Shinta masuk kamar mandi.

Petaka Cinta SedarahWhere stories live. Discover now