Mistargeted

3.7K 641 48
                                    

"They were from two different worlds, two entirely different people, but upon their coming together, they had their own world." — Joybell

Jakarta, Maret 2019

"Kemarin saya sih udah sounding ke Pak Angga, mending Flix di-hold dulu buat ikut Auto Week."

Iman datang dua menit yang lalu dengan memberikan tabletnya ke arahku, pesan dari Pak Angga yang sekarang infonya sedang keluar untuk urusan diluar urusan kantor, untuk memberikan list yang tertampil pada layar tabletnya kepadaku. Berhubung beberapa waktu lalu kami sempat punya masalah dengan satu tipe di mana ada sedikit masalah pada bagian manufacturing, aku sudah meminta untuk satu tipe itu lebih baik diikut sertakan di GIIAS berikutnya saja dan tidak perlu masuk ke dalam list Auto Week awal bulan depan nanti.

Aku berhenti menggulir layar pada tablet ketika melihat Iman tak kunjung menarik kursi di depan mejaku dan tetap berdiri saja, kunaikan pandanganku kepada lelaki itu yang ternyata pandangannya fokus ke satu titik—vas bunga mawar merah muda yang aku letakkan di ujung kanan mejaku, dekat dengan telepon mejaku, terlihat besar dan memenuhi sisi meja.

"Oh! Thanksanyway, dari kamu katanya kemarin." Aku sempat tersendat karena lupa mengucapkan terima kasih tadi saat melihatnya masuk, walaupun aku tak tahu dalam rangka apa bunga ini terkirim untukku. "By the way—" belum sempat aku meneruskan ucapanku, lelaki itu sudah berucap mendahuluiku.

"It should belong to Kalana," gumamnya, meskipun terlihat raut wajahnya sempat terbersit mimik kecewa, tapi nada bicaranya datar-datar saja.

Tapi tunggu, apa katanya tadi? Milik Kala? "Gimana, Man?" dengan halus aku memastikan ucapannya.

"Saya kirim buat Kalana kemarin, tapi mungkin dia nggak suka." Sungguh! Apa aku tidak salah dengar? Mulutku terbuka lebar saking terkejutnya dengan apa yang aku dengar barusan.

"Ini buat Kala?" Tanyaku lagi meyakinkan kalau aku tidak salah dengar sambil menunjuk vas bunga itu. Benar-benar, Kala! "Kamu kirim buat Kala, Man?" tanyaku lagi bernada tak percaya, lagipula siapapun yang mengenal Iman akan melakukan hal yang sama denganku. Lelaki kaku ini baru saja mengakui kalau dia mengirim se-vas bunga mawar merah muda untuk seorang wanita yang justru dengan bodohnya mengoper bunga itu kepadaku dan membuatku malu saja.

"Iya," jawabnya singkat. "Well, kalau begitu nanti saya bilang ke Pak Angga soal Flix," tangannya menengadah untuk mengambil kembali tabletnya yang ada pada tanganku. "Saya cuma diminta buat kasih lihat list ini ke kamu, nanti list fix-nya akan dikirim via email."

Okay aku dengar, tapi masalahnya... bunganya...

"Saya keluar," pamit lelaki itu tanpa menunggu balasan dariku dan melenggang saja keluar dari ruanganku.

Dengan sinis aku melirik ke arah vas bunga yang ada di ujung mejaku dan menghembuskan napas dengan berat sembari memejamkan mata. Sudah gila wanita satu itu! Sudahlah aku dibuat pusing dengan bunga ini yang tak tahu latar belakangnya kenapa bisa diberikan kepadaku justru ternyata bukan untukku. Benar-benar Kalana!

Ketika kubuka kembali mataku, seketika tatapanku terjatuh kepada selipan kertas kecil berwarna abu-abu yang sebenarnya sudah kulihat sejak kemarin namun aku lupa sampai tadi Iman datang pun aku tak mengindahkan vas bunga itu. Dengan sekali tarikan aku mengambil ujung kertas tersebut yang ternyata berupa amplop kecil, membukanya dengan hati setengah dongkol dengan Kala dan menarik kertas abu-abu di dalamnya, tersemat kalimat singkat nan manis yang aku sangsi kalau itu ditulis oleh seorang Iman untuk Kalana. Tulisan itu tanpa nama pengirim dan diperuntukkan untuk siapa, hanya sebuah kalimat yang sesungguhnya sangat manis.

Tell No Tales | CompletedDär berättelser lever. Upptäck nu