30 - the uncovered truth

Start from the beginning
                                    

"Aku takut Dray.. aku takut. Bagaimana kalau aku---" perkataan Rosie tercekat.

"Aku bahkan tidak punya apa-apa dan aku takut kalau kau akan meninggalkanku jika tiba-tiba saja aku---"

Rosie menghentikan ucapannya begitu Draco meraih tubuh Rosie dalam pelukannya. "Ssshhh, jangan bilang begitu. Tidak ada yang perlu kau takutkan, aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Rose." ujar Draco.

"Apapun yang akan terjadi nanti, aku tidak akan pernah membiarkanmu sendirian."

"Tapi Draco.. apa yang kau bisa harapkan dari gadis sepertiku? aku tidak punya keluarga atau apapun lagi. Bagaimana kalau kedua orang tuamu tidak merestui hubungan kita? bagaimana kalau mereka berdua membenciku?" tanya Rosie dengan bibir bergetar. Gadis itu menangis sambil bersadar di dada Draco.

"Kau tidak perlu takut. Sekalipun orang tuaku tidak menyukaimu aku akan membuat mereka berubah fikiran. Akan kubuat mereka menyukaimu sebagaimana aku menyukaimu juga." bisik Draco sambil mengecup puncak kepala Rosie.

"Aku pasti akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu. Sekali lagi, maafkan aku, Rose. Seharusnya aku bisa menjagamu, bukannya malah merusakmu." lirih Draco.

"Berhenti minta maaf. Kita berdua sama-sama salah. Seharusnya kita bisa lebih berhati-hati." jawab Rosie.

"Dengar, Rose. Tidak ada yang perlu kau takutkan. Kau punya aku dan aku janji tidak akan ada orang yang bisa menyakitimu. Berhenti berkata kalau kau sudah tidak punya siapa-siapa lagi."

Rosie kembali menangis mendengar kata-kata Draco. "Hey, kenapa malah menangis?" Draco menyeka air mata Rosie dengan punggung tangannya.

Rosie menggelengkan kepalanya dan tersenyum kearah Draco, "Terimakasih, Draco."

*

Satu minggu berlalu semenjak kedatangan Draco ke rumah Rosie. Dua hari yang lalu Draco baru saja pulang lagi ke rumahnya karena dia hanya bilang akan pergi mengunjungi rumah Blaise selama lima hari. Tapi tentu saja lelaki itu bohong, selama satu minggu ini dia pergi mengunjungi rumah Rose untuk memastikan kondisi gadis itu baik-baik saja.

Saat Draco hendak pulang, lelaki itu memberi pesan pada Rose untuk selalu berhati-hati, gadis itu mematuhi ucapannya dengan tidak terlalu sering keluar rumahnya jika tidak hal yang begitu penting.

Hari ini, Rosie berniat untuk keluar rumah karena hari sedang cerah. Gadis itu berniat untuk pergi mengunjungi salah satu cafe di Leaky Cauldron yang dulu sering dikunjunginya. Rosie memakai jeans biru dan juga kaus navy lengan panjang tanpa kerah. Rosie mematut pantulan dirinya di cermin lalu meraih tas kecilnya. Gadis itu pun keluar dari kamarnya dan siap untuk pergi ke tempat favoritnya.

*

At Cafe

Suasana cafe tidak terlalu ramai begitu gadis itu masuk kedalamnya. Semenjak kematian Dumbledore dan maraknya kasus death eater yang menangkap dan menculik penyihir termasuk keluarga muggle, Rosie sadar banyak sekali toko-toko yang tutup dan tempat-tempat yang menjadi sepi karena orang-orang terlalu takut untuk keluar rumah.

Kemarin dia baru saja membaca di Daily Prophet kalau Death Eater menculik beberapa anak yang diketahui merupakan Muggleborn ataupun Halfblood. Rosie bahkan mendapat kabar kalau Dean Thomas tidak akan pergi ke Hogwarts di tahun ini karena status darah kedua orang tuanya yang bukan penyihir murni. Voldemort benar-benar berniat untuk memusnahkan semua penyihir yang sama sekali bukan Pureblood. Sungguh mengerikan.

Saat Rosie masuk kedalam cafe ini dia merubah kembali fikirannya dan berniat untuk membungkus makanan yang akan di belinya alih-alih dengan memakan makanannya disini. Gadis itu berjalan sambil menoleh kesekeliling menuju tempat memesan makanan. Saat dia tengah berjalan, langkahnya terhenti ketika sebuah suara langsung menarik perhatiannya. Rosie menolehkan kepalanya dan terkejut begitu melihat orang yang begitu dibencinya ada di hadapannya.

"Kerja bagus! benar-benar kerja bagus, teman!" salah seorang pria menepuk bahu orang yang sedang Rosie perhatikan itu sambil meminum gelas wine nya. Bisa Rosie pastikan kalau sekumpulan lelaki yang tengah mengobrol itu pasti sudah setengah mabuk. Rosie mencengkram tali tas nya dengan erat. Gadis itu rasanya sangat ingin mengeluarkan tongkatnya dan menyerang lelaki yang saat ini ada di hadapannya.

Paman Tom.

Lelaki biadab yang sudah merebut semuanya darinya.

Haruskah Rosie menyerang pria tua itu sampai mati sekarang? Keadaanya sedang mabuk dan dia punya kesempatan emas untuk langsung mengeluarkan mantra 'avada kadavra' padanya.

Tapi kemudian Rosie menggelengkan kepalanya. Tidak, itu hanya masa lalu dan Rosie sudah tidak mempermasalahkan lagi soal seluruh harta peninggalan kedua orang tuanya yang diambil oleh lelaki itu. Harta bukanlah segalanya dan Rosie sadar kalau sebaiknya dia tidak mencari persoalan lagi dan meninggalkan lelaki menyedihkan itu sendiri.

Tapi kemudian, saat Rosie hendak pergi, sebuah suara kembali terdengar yang membuat gadis itu membulatkan matanya. "Bagaimana bisa kau mendapatkan seluruh harta pria menyebalkan itu?" tanya teman Tom yang kini duduk di sebelahnya. Rosie mengurungkan niatnya untuk pergi dan memilih bersembunyi dibalik dinding kayu untuk mendengar perbincangan mereka.

"Mudah saja, aku membunuh Thomas dan juga istrinya dan memanipulasi kematian mereka seolah itu adalah sebuah kecelakaan." jawab Tom dengan santainya.

Tubuh Rosie bergetar. Gadis itu terdiam dan semakin mencengkram kuat tali tas nya.

"Jadi--- mereka bukan mati karena----"

"Tentu saja bukan, bodoh. Lagipula, dia pantas untuk mati. Posisinya di kementerian membuatku tidak bisa mendapatkan jabatan yang aku inginkan. Aku sudah sangat muak dengannya."

"Haha, kau gila. Lalu, bagaimana caranya kau menutupi semua ini?"

"Mudah saja, saat itu akan memantrai house elf mereka dengan kutukan imperio supaya dia percaya kalau kematian Thomas dan istrinya disebabkan oleh kecelakaan. Untung saja house elf itu terlalu mudah untuk ku tipu."

"Lalu, bagaimana dengan anaknya? oh ya, aku hampir lupa dengan anak mereka. Siapa namanya? Um, aku lupa. Bukankah dia juga bersekolah di Hogwarts?"

"Rosie. Ya, dia hanya anak bodoh yang lebih memilih untuk hidup menderita dibandingkan dengan menerima tawaran yang kuberikan."

"Tawaran apa itu?"

"Menikah denganku."

Dan seketika semua lelaki itu tertawa puas. "Kau memang sudah gila." sahut salah satu teman Tom.

"Sebut aku gila, tapi lihat semua yang berhasil kudapatkan berkat kegilaan yang kubuat, haha."

Rosie menangis dalam diam. Amarah meluap di dadanya. Selama ini pria brengsek itu membohonginya, dia 'lah yang sudah menbunuh kedua orang tua Rosie dan memantrai Winkie supaya percaya kalau kematian kedua orang tuanya disebabkan oleh kecelakaan mobil.

Lelaki itu berbohong! dia adalah seorang pembunuh dan dengan beraninya melakukan semua itu hanya untuk uang dan posisi yang diinginkannya di kementerian!

"Kau hebat bisa merahasiakan semua ini selama bertahun-tahun!"

"Haha, tidak semudah itu. Dua minggu lalu house elf sialan itu tidak sengaja memergokiku di Diagon Alley ketika aku tidak sengaja menceritakan semua ini pada salah satu temanku."

"Apa?! lau bagaimana? apa rahasiamu terbongkar?"

"Oh tidak. Aku sudah lebih dulu menyadarinya dan membuntutinya pergi. Ya, aku berhasil menemukan tempat tinggal nya bersama majikannya itu, dan aku sudah lebih dulu membunuhnya sebelum dia sempat memberitau semuanya pada gadis jalang itu."

DEG

Rasanya tubuh Rosie melemas begitu dia mengetahui kebenaran yang lain.

Lelaki itu juga membunuh Winkie. Satu-satunya keluarga yang masih dia miliki.

Demi tuhan Rosie merasa kalau dirinya hampir kehilangan kendali. Ia ingin meluapkan rasa kesalnya dengan mendorong dan memukul lelaki itu sepuasnya.

Tapi, pantaskah lelaki itu hanya mendapatkan pukulan darinya saja? Rosie merasa kalau mantra cruciatus pun bahkan tidak cukup untuk membuat lelaki itu dapat merasakan seluruh penderitaannya. Rosie ingin lelaki itu mendapatkan balasannya yang setimpal.

Dan dalam hati kecilnya, Rosie ingin sekali membunuh lelaki itu.

Sweet and Bitter • [Draco Malfoy] ✔️Where stories live. Discover now