Ada Cougar di Missouri

5 3 1
                                    


Perut kenyang, udara tenang, dan hati senang adalah kombinasi ajaib yang tahu-tahu menghanyutkanku terlelap. Alangkah nikmatnya hidup. Dalam kondisi makmur sejahtera seperti itu bahkan mimpi pun merasa tak perlu hadir dalam tidurku. Mungkin aku akan terus pulas mendengkur sampai matahari menyengat kulitku besok siang kalau saja suara klontang tak membangunkanku.

KLONTANG!

Mula-mula pelupuk mataku yang berat hanya sanggup separuh membuka. Tapi begitu mataku mengenali biang onar itu seekor kucing sebesar kambing dewasa, seketika kedua mataku terlonjak membuka lebar-lebar.

Astajim! Dalam remang cahaya bulan bisa kukenali siapa makhluk berbulu polos itu. Penampilannya tak jauh beda dari kucing kampung, hanya ukurannya lima kali lipat lebih besar. Gawat! Desisku tergeragap. Nggak salah lagi, inilah singa gunung alias Puma alias Cougar. Bagaimana hewan ini bisa ada di sini? Kudengar Cougar sudah lama lenyap dari Missouri. Kata orang hari-hari ini mereka hanya terlihat di wilayah selatan seperti Florida. Jadi, apakah ini peliharaan orang yang lepas?

Alat panggang itu sudah jatuh terguling dan singa gunung ini menunduk-nunduk di dekatnya. Sepertinya ia menemukan sepotong ikan trout dan sosis sisa panggangan tadi. Jantungku berdebaran. Sesekali kulihat mata hewan liar itu berkilat dalam remang. Jarak kami sangat dekat, ia bisa menerkamku dengan sekali lompat kalau mau.

Kulirik di sebelah kananku, Sean, Kevin dan Stuart tenggelam dalam dengkur bersahut-sahutan. Kami semua tertidur di kursi rupanya. Wajah mereka damai dan tenang sama sekali tak tahu betapa bahaya hanya berjarak sekali lompatan. Pelan-pelan kuulurkan tangan untuk mencolek Sean. Tak sampai! Jarak kami terlalu jauh, dan aku nggak mungkin bangkit. Gerakanku bisa mengagetkan kucing besar itu yang mungkin justru akan membuatnya menyerangku.

Yang bisa kuraih hanya gitar Sean. Apa boleh buat inilah satu-satunya senjata untuk mempertahankan diri saat ini. Hewan itu masih terus asyik dengan kesibukannya. Pelan-pelan kuangkat gitar Sean ke pangkuanku, jantungku berdebaran kencang. Mataku menyipit tak henti mengawasi seluruh gerakannya.

KLONTANG!

Singa gunung itu kembali menyenggol grill stove. Tampaknya ia sudah menandaskan santapannya dan sepertinya perutnya masih menagih sehingga alat itu diendus-endusnya. Tak ada lagi makanan di sana, itu sebabnya ia lalu mengangkat wajahnya menoleh ke arahku. Matanya berkilat dalam remang menancapkan perasaan terancam ke dalam dadaku. Kucengkeram gagang gitar erat-erat. Yang akan terjadi, terjadilah, bisikku.

Beberapa saat kurasa ia menatapku. Entah kucing besar itu tahu kalau aku juga menatapnya, entah tidak. Keringat dingin mengalir di leherku sementara tanganku kian kuat mencengkeram gagang gitar. Be prepared, even for the worst, bersiaplah untuk menghadapi yang terburuk sekalipun, kata bapak pramuka Lord Baden Powell. Gerahamku mengatup keras-keras, aku menarik napas panjang-panjang dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.

Cougar itu melengos. Dengan tenang ia melangkah anggun ke arah hutan meninggalkanku basah kuyup dalam ketegangan.

Huuuuuuuufffffffffffffff.....!

* * *

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 25, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Dark ClusterWhere stories live. Discover now