4. Tinggal lebih lama

3.6K 921 122
                                    

Sudah satu minggu berlalu. Tidak ku sangka aku akan sangat dekat dengan salah satu gadis di rumah ini. Dia bahkan ada di kamarku, berbaring tengkurap di sebelahku. Kami sedang menggambar bersama. Gadis kecil ini cukup menyenangkan. Tangannya bekerja, namun mulutnya pun tak berhenti berbicara. Aku membuatkannya gambar barisan rumah, pepohonan dan pelangi, dia pun mewarnainya dengan semangat.

Dia suka padaku, dapat terlihat jelas dari binar matanya itu. Berbeda dengan kakaknya yang selalu memasang perisai saat sedang mengobrol denganku. Iya, aku tahu kalau Allisya masih takut padaku. Memangnya aku semenyeramkan apa sih di matanya?

"Kyra," panggilku pada gadis yang sibuk bernyanyi pelangi-pelangi. Mendengar namanya dipanggil, dia berhenti bernyanyi.

"Iya, Om?"

"Om serem, gak?"

"Enggak. Om ganteng."

Aku terkekeh. Anak kecil adalah makhluk yang paling jujur, jadi Kyra pasti tidak berbohong.

"Bunda kamu kemana?"

"Lagi bikinin aku pudding di dapur."

"Kak Allisya?"

"Di toko."

"Baru berangkat?"

"Tadi jam empat."

"Pulangnya?"

"Besok pagi."

Gadis itu, berani sekali dia menjaga toko semalaman sampai pagi. Tapi masih saja takut padaku.

"Om rumahnya dimana?"

Untuk pertama kalinya Kyra mengajukan pertanyaan. Aku tersenyum sejenak, kemudian menjawabnya, "Jauh dari sini."

"Naik pesawat."

"Iya."

"Om mau pulang?"

"Enggak. Om belum mau pulang, Om belum inget semuanya."

Kyra mengangguk.

"Jangan bilang bunda sama kak Allisya, yah!"

"Jangan bilang apa?"

"Jangan bilang kalau rumah Om jauh dan harus naik pesawat."

"Iya."

"Janji?"

"Janji." Dia mengulurkan jari kelingkingnya, aku pun menyambutnya, menautkan kelingking kami dan tersenyum geli.

***

Aku sampai di sini. Setelah makan malam bersama dengan Kyra dan Bunda Umaya, aku pamit pada mereka untuk mendatangi toko dan menggantikan Allisya berjaga. Tokonya memang tidak begitu jauh dari rumah. Allisya sudah menunjukkannya saat hari dimana aku memintanya untuk menemani jalan-jalan.

Tanganku meraih gagang pintu kaca toko tersebut dan mendorongnya. Bunyi gemerincing bel menarik perhatian seseorang yang berdiri di belakang meja kasir. Tapi dia bukan Allisya.

"Selamat datang," sambutnya ramah. Aku tidak mengenali lelaki itu, dia bukan Ardi, mungkin karyawan Allisya yang lain.

Aku mendatanginya, berdiri di samping seorang pelanggan yang sedang menunggu belanjaannya. Aku tidak berniat mengantri jadi tidak berdiri di belakang dua orang lainnya yang sedang menunggu giliran. Alhasil, aku sedikit mendapat protes dari salah satunya.

"Antri dong, Mas!" suara itu berasal dari belakang. Sementara wanita yang berdiri di sebelahku hanya menatapku tanpa bicara apa-apa, mulutnya sedikit terbuka dan dia tidak berkedip. Entah apa yang di pikirkannya.

Ex-Mafia Husband [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang