Extra Part 2

14.1K 670 66
                                    

Desiran rindu tak mampu terobati, membuat hati terombang-ambing memberi harapan palsu, walau tau jika itu tak mungkin terjadi.

Mengobati sepi dengan melangkahkan kaki melihat hiruk pikuk keadaan di luar, meski hanya membohongi diri untuk tersenyum menyamarkan sendu.

Sebisa mungkin bertahan, sampai waktu berbaik hati menciptakan sesuatu yang baru, sebelum menghapus rasa lama yang pahit.

Hati yang lumpuh, seolah berdoa agar segera diberi keajaiban. Keajaiban anugrah agar bisa bersikap lebih tegar dan kuat, sehingga tidak mengikis ke seluruh tubuh. Cukup hati yang menanggung, karena bibir mampu berbohong, namun hati tak pandai berdusta.

Hingga saat itu tiba, mari mengandalkan bibir, ciptakan pembatas yang membentangi hingga menutup hati, lalu manfaatkan bibir guna tersenyum yang paling tulus dan manis.

****

Yasinta mengerjapkan matanya beberapa kali, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh pagi. Rasanya Yasinta malas untuk bangkit dari tempat tidur, badannya masih lemas, suhu panas menjalar di seluruh tubuhnya. Kemarin, sehabis hujan-hujanan bersama Revaldi, Yasinta langsung demam ketika sampai rumah.

Yasinta merintih memegangi kepalanya yang pusing, bahkan sudut matanya terlihat berair. Tapi, Yasinta sama sekali tidak menyalahkan Revaldi karena bermain di bawah hujan kemarin, hatinya sedikit lega karena Revaldi.

"Yasinta, kamu sudah bangun?" tanya Nike masuk ke dalam kamar Yasinta dengan nampan berisi bubur dan susu.

"Ma, kenapa enggak bangunin Yasinta? Yasinta 'kan harus sekolah."

Nike menyentuh kening Yasinta menggunakan punggung tangannya. Nampak sekali, wajah Nike begitu khawatir. "Badan kamu masih panas, kamu sakit Mama udah izin ke guru kamu, kok."

"Ma, kalau sakit kemungkinan Yasinta bisa menyusul Geri," gumam Yasinta pelan.

"YASINTA!" bentak Nike membuat Yasinta terperanjat. "Kamu enggak boleh ngomong kayak gitu sayang." Nike memegang tangan Yasinta lembut.

"Aku cuma becanda." Yasinta tersenyum.

Nike menghela nafas, ia mengambil bubur untuk Yasinta. Tangannya mulai mengambil sendok dan mengarahkan ke mulut gadis itu agar makan.

Yasinta menggeleng, ia menutup mulutnya rapat-rapat. Jujur saja, saat ini ia sama sekali tidak merasa lapar, padahal sejak kemarin Yasinta belum makan apapun.

"Yasinta, kamu harus makan," ucap Nike lembut.

"Ma, Yasinta pinjam mobil ya," pinta Yasinta.

"Yasinta mau kemana sayang, kamu 'kan lagi sakit?"

"Mau ke tempat Geri," jawab Yasinta.

Nike lagi-lagi menghela nafas. "Besok-beaok aja ya, nunggu kamu sembuh."

"Enggak! Yasinta enggak mau!" Yasinta membuang muka. "Yasinta enggak mau makan kalau Mama belum ngizinin."

Nike mengusap lembut kepala Yasinta, ia sedih melihat anaknya yang seperti ini. Nike tau apa yang sedang Yasinta rasakan, ini berat untuknya.

"Yas, kamu harus__"

"Stop ngomong kayak gitu lagi. Yasinta udah ikhlas, kalian kenapa, sih? Aku tau Geri udah enggak ada, tapi bukan berati aku gak bisa meneruskan hidup, dulu sebelum aku mengenal Geri juga, aku bisa hidup." Yasinta memandang Nike marah. "Aku sedih itu wajar, aku sedih bukan berati aku belum ikhlas."

"Maafin, Mama."

"Maafin aku juga." Yasinta merasa bersalah.

"Sekarang kamu makan, ya."

Yasinta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang