9. Asa Berujung Sia

9.5K 974 232
                                    

***

Kuatnya asa yang hancur dilebur menjadi sia.

***

"Apa ada agenda lagi setelah ini?"

Wanita bermarga Adam menggeleng, "Sudah tidak ada miss."

Si lawan bicara mengangguk saja. Ia lantas menyandarkan kepala di pembatas lift dan tangannya dibuat menyilang. Kania mencoba mengistirahatkan kepalanya yang seakan mau pecah. Agenda lima hari terakhir terasa padat sekali, ada beberapa pertemuan yang harus ia handle. Belum lagi ketika malam datang, Kania sibuk mempersiapkan presentasinya, membuat jam tidur wanita itu berkurang.

"Setelah ini Miss Winata bisa kembali pulang kalau Anda merasa kelelahan.."

Kania membuka matanya yang tadi terpejam. Secara bersamaan, lift terdengar berdenting, menandakan mereka telah sampai di lantai atas.

Mereka memilih untuk keluar dari sekotak lift itu sebelum melanjutkan pembicaraan.

"Baru jam dua, masih satu jam tersisa. Selain itu, masih ada laporan yang harus saya revisi."

Olin menghela napas. Bosnya itu memang keras kepala. Kadar kemandiriannya terlalu tinggi. Sampai-sampai laporan saja dikerjakannya sendiri, jarang sekali meminta tolong dirinya--sekretarisnya. Selain itu, Kania juga sangat tertutup, tidak banyak membicarakan masalahnya pada siapapun, padahal mereka sudah bisa dibilang dekat.

"Kalau untuk revisi, saya bisa menghandle nya, Miss. Selama Miss Winata mengirimkan ke saya tentang hal-hal yang perlu direvisi."

Kania menghentikan langkah kaki sebelum dia berhasil mendekati pintu ruangan nya. Ia menoleh pada Olin di belakang.

"Nggakpapa?"

Olin tersenyum tipis. Jelas saja boleh. Kania ini, astaga, untuk apa punya sekretaris kalau bukan untuk membantunya?

"Tentu miss, tidak masalah."

Kania mengangguk. Tersenyum, "Makasi, Olin. Bentar saya kirim file nya,"

Olin tersenyum sambil mengangguk. Ia lantas duduk di kursi tempatnya seperti biasa. Sedangkan Kania, masih berdiri di depan mejanya. Dengan tubuh yang bersandar pada meja, dan tangan yang sibuk bermain dengan ponsel.

"Udah saya kirim ke email kamu. Udah masuk belum?"

Olin mengerjapkan mata ketika mendengar suara barusan. Hampir, hampir saja ia tertangkap basah memandangi Kania tanpa jeda. Ia lantas cepat-cepat memeriksa notifikasi email lewat komputer kantor.

"Eum, y-ya, sudah Miss."

Kania tersenyum, "Oke. Besok sudah harus selesai, bisa kan?"

Olin mengangguk cepat, "Bisa, Miss. Nanti malam kalau sudah selesai akan langsung saya kirim."

"Terima kasih," ucap Kania tersenyum. Tangannya tiba-tiba mengusap lembut pucuk kepala Olin, membuat si pemilik kepala mematung.

Kania yang tersadar dari perbuatannya barusan, langsung saja menarik tangannya. Suasana jadi canggung setelah itu. Tidak tau apa yang harus dilakukan.

"Miss, bagian yang ini apa juga perlu diganti?" tanya Olin, semata-mata untuk membunuh hening.

Kania merasa agak bingung, jadilah ia mendekatkan diri ke arah Olin. Ia berdiri dan menunduk di samping kanan wanita itu.

"Yang ini? Apa yang itu?"

Olin menahan napas ketika posisi kepala mereka berdekatan. Saking dekatnya, sampai bisa membuat ia merasakan napas Kania ketika wanita itu berbicara.

Renjana [√]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant