7. Meraki

8.4K 986 198
                                    

***

Melakukan sesuatu atas dasar cinta, itulah Meraki.

***

Kania menatap berkas laporan perusahaan. Jarinya memainkan bolpoin, membuat gerakan memutar-mutar. Matanya menatap fokus ke arah berkas, tetapi pikirannya tidak.

Ia menimbang-nimbang sesuatu. Sekarang ini, matahari belum begitu terik. Berkas laporan di depannya yang harus di periksa juga tinggal sedikit. Itu tidak akan jadi masalah kalau ia keluar sebentar untuk mengurus sesuatu.

Oke, baik, Kania memutuskan sesuatu. Ia menutup berkas yang tadi dibacanya. Lalu beranjak dari duduk dan melangkahkan kaki keluar. Sosok sekretaris yang duduk dan sedang fokus menatap layar komputer adalah hal yang pertama kali dilihat.

"Olin, mau ikut saya nggak?" tanya Kania hati-hati. Ia sejujurnya agak merasa takut untuk mengganggu wanita itu. Karena, ya, Olin sedang fokus. Dan opsi menganggu sekretarisnya itu adalah opsi terakhir yang akan dilakukan Kania. Bisa-bisa ia kena semprot kalau dengan sengaja mengganggu fokus wanita itu.

Olin yang tadinya terfokus menatap layar komputer, jadi mengalihkan atensi. Ia lihat si penanya, "Ikut kemana, Miss?"

Kania menggigit bibir bawah bagian dalamnya, ia sedang ragu. Juga sedang takut. Takut kalau-kalau sekretarisnya akan menatap tajam padanya, lalu mengomel, dan mengatakan bahwa pekerjaan mereka terlalu banyak untuk bisa ditinggalkan.

"Eumm, beli parfum baru," ucap Kania sambil menunduk. Matanya tak menatap mata Olin. Ia sudah bersiap diri kalau-kalau setumpuk berkas adalah jawaban yang akan diberikan oleh Olin.

Tetapi Olin, di lain sisi dia merasa bingung. Jadilah ia menatap bosnya. Tidak biasa Kania mengajak keluar ketika pekerjaan sedang padat begini.

"Oke kak, kapan?" jawab Olin menyetujui. Meskipun ia merasa ragu dan keheranan, namun ia tak bisa menolak. Yah, justru ia merasa senang karena Kania tidak sering mengajaknya kemana-mana.

Kania berdeham sebelum menjawab, "Eum, sekarang?"

Keheranan Olin bertambah. Tidak biasanya. Kania tidak terbiasa pergi keluar di waktu bekerja. Ini bahkan belum waktunya istirahat, tetapi bosnya sudah mengajaknya keluar. Belum lagi, keluarnya hanya untuk membeli parfum. Sungguh sesuatu yang tidak biasa terjadi.

"Tumben banget beli parfum ngajakin saya."

Kania tersenyum, tersenyum ragu, "Hehe, ya, saya pengen ada pertimbangan lain."

...

Mereka telah sampai di pusat perbelanjaan terdekat. Dan hal yang selalu dilakukan sejak tadi adalah mengitari area gedung untuk memasuki semua gerai parfum yang ada. Olin sampai kesal sendiri dibuanya. Mereka sudah mendapat beberapa botol parfum dengan wangi yang beraneka, tetapi Kania masih ingin membeli nya lagi dan lagi.

"Olin, parfum yang baunya lembut, enggak nusuk banget, itu yang mana?"

Olin menghembuskan napasnya lelah. Itu pertanyaan sudah dikeluarkan sekian kali, sampai ia bosan mendengarnya.

"Itu kakak udah banyak beli parfum. Harum wanginya bermacam-macam. Dan hampir semuanya memiliki wangi yang lembut."

Kania mengangguk. Mengangkat tangan kanannya yang sudah membawa empat paperbag berisi kotak parfum. Putri Winata itu lantas mengecek satu-satu kotak yang dibawanya.

"Oo udah ya? Udah cukup ini?"

Olin mengangguk, "Udah kok kak."

Respons Kania yang tanpa berucap apa-apa lagi membuat Olin berdoa dalam hati, semoga mereka cepat kembali ke kantor dan menyelesaikan pekerjaan. Semoga kegiatan berkeliling mall hanya untuk membeli parfum ini segera berakhir.

Renjana [√]Där berättelser lever. Upptäck nu