3. Bahagia yang Baru

8.7K 981 272
                                    

***

"Kamu terlihat bahagia bersamanya. Dia bahagiamu yang baru."

***

Kania mati gaya. Ia merasa kikuk sedari tadi, sedari matanya melihat potret wanita itu lagi untuk yang ke lima kalinya. Kehangatan keluarga yang sempat dirasakannya, seketika menguap begitu saja karena perasaan sesak di dada.

Semua orang sedang riang gembira berkumpul di taman belakang. Mereka asyik berpesta, merayakan sesuatu kecil-kecilan. Ini seharusnya menjadi momen yang menyenangkan, karena mendapatkan waktu luang bersamaan seperti ini termasuk hal yang sulit. Maka ketika kesempatan itu datang, seharusnya akan jadi momen yang hangat. Seharusnya. Ya, seharusnya.

Kania menyibukkan diri dengan peralatan bakar di depannya. Mati-matian ia menjaga diri agar tidak sampai salah perlakuan. Matanya juga dibuat agar tak menoleh ke arah wanita yang kini sedang sibuk berbincang dengan Bunda di area dapur.

"Auntiee, ikannya udah overcooked. OMG."

Kania terlonjak kaget. Anne baru saja berteriak di sebelahnya. Tetapi beruntungnya, karena teriakan itulah pikirannya kembali ke bumi. Betul, Kania baru saja bermain dengan pikirannya sendiri, sampai melupakan eksistensi ikan di depannya.

"Hei, Anne, ada apa?"

Kania buru-buru mengangkat ikan dari alat bakar ketika ia dengar suara ayahnya berada tak jauh dari mereka. Duh, habislah dia.

"Look at that! Ikannya sudah overcooked."

Kania meringis, Anne masih berteriak ketika berbicara.

"Oh, memang kalau dibakar, ikannya jadi keliatan hitam begitu Anne."

Anne membulatkan mulutnya, "Oooohh. Auntie-auntie, Anne mau liat."

"Nanti yaa, jangan deket-deket. Ntar Anne jadi ikutan gosong kaya gini mau?"

Anne menatap sosok Opa-nya dengan mata berkaca, seolah memohon untuk diizinkan.

"Iya, bener kata Opa. Anne tunggu dulu disana yaa."

Anne menggeleng, "No no no. Anne mau liat Auntie disini."

Kania menggeleng, hampir semua anak kecil memiliki sifat keras kepala.

"Boleh. Tapi Anne jangan deket-deket yaa?"

Bocah kecil itu mengangguk, mengiyakan perintah kakeknya. Lalu berdiri agak di samping belakang Kania yang tidak dilalui asap, ia melihat Auntie Ken nya yang sedang membakar ikan.

"Anne, daddy dimana?"

Oh ternyata kepala keluarga Winata belum juga beranjak.

"Mandi."

Lelaki tua itu tersenyum kala mendengar penuturan singkat cucu pertamanya. Anne sibuk menatap ikan dan asap, maka dari itu ia tak begitu memedulikan yang lain.

"Ya udah. Anne disini aja. Jangan deket-deket Auntie dulu ya. Opa mau liat mommy kamu dulu."

Anne hanya mengangguk, tangannya membuat gestur 'ok', dengan menyatukan jempol dan telunjuk.

Sedang Kania, ia masih saja berdebar, bahkan semakin berdebar kala ayahnya menyebut kata 'mommy mu', kata ganti yang merujuk kepada sosok ibu dari seorang bocah kecil yang sedang menatapnya. Kata ganti yang merujuk pada seorang wanita yang selalu dikenalnya.

...

Keluarga Winata berkumpul di bawah sinar bulan. Mereka duduk melingkar beralaskan tanah yang berbalur rumput imitasi. Di tengah-tengah terdapat ikan dan daging yang tadi telah dibakar dan makanan lain. Mereka tak memakai minuman beralkohol sebagai pelengkap pesta kecil kali ini, tentu karena keberadaan seorang bocah kecil bernama Anne. Sebagai gantinya, mereka menyiapkan jus dan teh, sajian yang aman dimakan balita.

Renjana [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang