8. Harsa

9.8K 1K 207
                                    

Minggu pagi datang lagi. Seperti biasa, Kania akan melakukan jogging di sekitar kompleks perumahan elit milik ayahnya untuk beberapa saat. Seperti biasa pula, ketika ia lepas berlari dan pulang, maka akan ada bunda yang memintainya tolong untuk mengantarkan segelas susu dan sepiring buah pada kakak iparnya.

Dan disinilah dia. Di depan pintu kamar sebuah ruangan yang lagi-lagi membuat Kania berdebar hebat. Sensasi telapak tangan basah, jantung berdebar kuat, dan kaki terasa gemetaran, adalah hal yang dirasakannya setiap kali ia harus mengantarkan segelas susu dan sepiring buah pada sosok di dalam kamar.

Kania menghembuskan napas kuat dan mengetuk pintu ruangan. Sahutan lantang lantas terdengar untuk mempersilakan dirinya masuk.

"S-susu sama buah dari Bunda," ucap Kania pada Ayunda yang kali ini duduk di kasur dengan kaki yang menjuntai ke bawah.

Wanita yang lain menoleh, lantas tersenyum, "Makasi. Tolong bawa sini.."

Kania mengangguk. Meskipun dalam hati ia merasa penasaran, ada apa dengan bocah kecil di sudut ruangan.

"Itu Anne, kenapa?" tanya Kania setelah meletakkan nampan di atas nakas. Ia tak bisa menekan rasa penasarannya.

Ayunda menoleh pada putri kecilnya di sudut ruangan, "Lagi pundung."

Kania sedikit tertawa, lalu menggelengkan kepalanya. Pantas saja, Anne tidak berteriak antusias ketika dirinya masuk ke dalam kamar. Terlebih lagi, bocah kecil itu juga sudah bangun saat ia masuk kemari. Sesuatu yang baru.

Kania mendekati Anne yang berada di sudut ruangan. Posisi bocah kecil itu yang berdiri menghadap dinding, membuat Anne memunggungi siapapun yang ada di dalam kamar.

"Anne.." panggil Kania lembut.

Percobaan satu, tidak berhasil. Anne hanya menunduk sebagai respons atas panggilan Kania barusan.

"Morning, beautiful!" ucap Kania berusaha antusias.

Tetapi tetap saja tidak berhasil. Anne hanya setengah menolehkan kepalanya. Bocah kecil itu tak benar-benar menatap Kania.

"Kenapa hm? Lagi pundung sama mommy ya?" ucap Kania sambil menoel-noel pundak si bocah kecil.

Di sisi lain, Ayunda hanya melihat itu semua tanpa ada usaha pencegahan. Ia entah mengapa malah merasa senang kala mengetahui bahwa Kania bisa menerima keberadaan Anne. Ia juga lega kala mengetahui bahwa Kania sejauh ini tak menunjukkan tanda-tanda kebencian. Sungguh tipikal sosok idamannya. Eh, astaga.

"Anne.. kok diem.."

Kania berusaha mendekati bocah itu ketika tak ada tanda-tanda akan berbalik. Ia mencoba untuk memeluk Anne dari belakang. Tentu saja bocah kecil itu berontak.

Tetapi Kania lebih cepat. Ia langsung mengangkat Anne. Seperti yang diharapkan, bocah kecil bersuara keras itu langsung berteriak.

"Auntie, aaaa!"

Dan oh, semoga telinga Kania selamat setelah ini.

Kania tersenyum. Ia lantas membetulkan posisi Anne dalam gendongan nya.

Dengan posisi begitu, Kania berjalan mendekati sosok di kasur. Ia berdiri tak jauh dari ranjang itu dengan ada Anne di gendongan nya.

"Anne lagi bete?"

Anne hanya mengerucutkan bibir. Uh, berbicara dengan anak kecil memang tak pernah mudah.

"Mau main sama auntie?"

Berhasil. Kania berhasil mendapat atensi gadis kecil itu. Anne menatapnya, tetapi hanya mengerjapkan mata, dan tak mengeluarkan suara apa-apa.

"Mau?"

Renjana [√]Where stories live. Discover now