"Tidak semudah itu kabur dari sini bocah!"

Yeri mundur beberapa langkah, masih dengan Seulgi yang berada di punggungnya.

"Jangan macam-macam atau puluru ini akan menembus kepalamu!"

Yeri benar-benar takut sekarang. Jaebum sudah mengarahkan sebuah pelatuk tepat ke arahnya.

"Yerim..." lirih Seulgi.

Dengan perlahan Yeri menurunkan Seulgi. Menyandarkan tubuh sang kakak pada tembok. Keduanya terduduk di lantai yang sangat kotor. Bahkan penampilan mereka tak luput dari debu juga noda darah yang mulai mengering.

"Bertahanlah." ucap Yeri menatap lekat wajah kakaknya.

Seulgi tersenyum. Ia sangat bahagia melihat Yeri begitu mencemaskannya. Seulgi melirik ke arah Jaebum. Ia pasrah jika dirinya akan berakhir. Tapi hatinya tidak akan rela jika Yeri di sakiti oleh mereka. Adiknya harus selamat.

Yeri beranjak, ia barbalik lalu berjalan ke arah Jaebum. Pria itu masih setia menodongnya.

Brukk

Seulgi membulatkan matanya melihat apa yang di lakukan Yeri.

Gadis itu duduk bersimpuh tepat di hadapan Jaebum.

"Lakukan apapun yang kau mau padaku. Tapi aku mohon, biarkan kakakku selamat." dengan kedua tangan yang ia satukan. Yeri bersungguh-sungguh memohon pada pria yang tak lain adalah pamannya sendiri.

Seulgi menggelengkan kepalanya, tak percaya jika Yeri akan memohon seperti itu.

Jaebum tersenyum licik. Ia menurunkan senjatanya, lalu berjalan perlahan mendekati Yeri.

"Akhh...."
Kepalanya terasa begitu panas saat tangan kekar itu menarik rambutnya, membuat ia menengadahkan kepalanya.

"Aku sudah katakan jika kakakmu sekarat, tanpa melakukan apapun dia akan mati perlahan." ucap Jaebum menyeringai.

Air mata keluar dari sudut mata Yeri. Kepalanya terasa perih.

"Yerim..."
Seulgi melihatnya, adiknya beberapa kali mandapat tamparan juga pukulan dari Jaebum. Seulgi hanya bisa menangis, ia tak bisa melakukan apapun. Kondisinya sangat buruk sekarang.

"Lakukan juga pada kakaknya."

Yeri berusaha bangkit di tengah kesakitannya. Ia melihat dua pria mendekati Seulgi.

"Jangan! Aku mohon jangan lakukan apapun pada kakakku!"

Ucapannya tak di dengar, matanya melebar saat dengan kasar mereka menarik kerah baju kakaknya.

"Hentikan! Jangan sakiti kakakku!"

Yeri semakin berusaha untuk berdiri saat ia melihat salah satu dari mereka mendorong tubuh lemas sang kakak.

Yeri berusaha berjalan mendekati sang kakak lalu memeluknya. Membiarkan tubuhnya menjadi tameng untuk kakaknya. Pukulan demi pukulan ia terima di punggungnya.

Seulgi bisa merasakan pelukan erat Yeri. Ia juga melihat Yeri yang rela mendapat pukulan karna melindunginya. Khawatir, marah. Seharusnya adiknya tidak melakukan itu.

Pukulan itu berhenti, Yeri menatap sang kakak yang juga sedang menatapnya.

Uhuk

Darah segar mengalir dari mulut Yeri. Seulgi membulatkan matanya, bukan karna darah itu. Tapi ada hal lain yang membuatnya sangat-sangat terkejut. Dengan sisa tenaga yang ia punya, ia menarik tubuh Yeri dan bertukar posisi.

Srett

Gadis itu diam membeku. Tubuh kakaknya perlahan luruh. Tapi tak ia biarkan terjatuh kasar ke lantai. Tangannya bergetar. Ia meraih tubuh sang kakak. Wajah yang tadinya pucat kini semakin pucat.

"Bodoh! Apa yang kau lakukan! Aku tidak menyuruhmu untuk membunuhnya!"

Yeri menatap orang-orang di sana. Jaebum terlihat marah pada anak buahnya. Yeri kembali beralih menatap sang kakak. Tangannya yang bergetar perlahan meraba perut sang kakak. Dengan perasaan yang sudah campur aduk. Ia melihat darah sang kakak di telapak tangannya.

Sakit fisiknya seolah hilang begitu saja. Di gantikan dengan ketakutan yang begitu besar. Air matanya turun tanpa ia sadari. Yeri melihat sang kakak yang masih tersadar. Dengan perlahan Yeri meraih tubuh sang kakak, ingin membawanya segera pergi dari tempat itu. Kakaknya harus segera mendapat pertolongan.

"Hasshh..."

Seulgi menahan tangan Yeri yang mencoba mendudukkannya. Menahan rasa sakit yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Rasa sakit itu semakin menjadi saat Yeri menarik tubuhnya.

"Ki-kita harus pergi. Aku.. aku akan membawamu. Kita ke rumah sakit, bertahanlah."

Seulgi menggeleng pelan. Berusaha mempertahankan kesadarannya agar bisa terus menatap lekat wajah sang adik.

Ia bisa melihat, sang adik yang perlahan meletakkan kepalanya di atas paha. Dengan begitu, ia bisa melihat wajah Yeri dengan jelas.

"Aku... sangat menyayangimu."

Ia sangat ingin mengucapkan kalimat itu sejak dulu. Kalimat yang seharusnya memang wajar di ucapkan oleh seorang kakak pada adiknya. Tapi Seulgi yang memang sulit mengekspresikan perasaannya membuatnya kesulitan mengucapkan kalimat itu pada Yeri.

"Ye...rim, maafkan kakak..."
suaranya nyaris berbisik. Seulgi memejamkan matanya. Berusaha menahan rintihannya agar tidak membuat Yeri khawatir.

Yeri menggelengkan kepalanya. Air matanya semakin berjatuhan. Bagaimana mungkin ia membiarkan hal ini terjadi pada kakaknya. Seharusnya ia melindungi Seulgi tadi, seharusnya dirinya yang terluka bukan sang kakak.

"Aku mohon bertahanlah. Kau harus baik-baik saja. Kau tidak boleh meninggalkanku." ucap Yeri di tengah tangisnya.

Rasanya Seulgi benar-benar lega sekarang. Melihat sang adik yang sudah memaafkannya. Bahkan sekarang Yeri sudah kembali tinggal dengan keluarga Kim. Itu yang ia harapkan sejak dulu. Tapi, apa ia bisa bertahan? Rasa sakit di sekujur tubuhnya perlahan tak lagi ia rasa. Bersamaan dengan kesadarannya yang kian menipis.

"Aku janji... tak akan pernah meninggalkanmu." ucapnya kembali dengan sangat lirih.

Seulgi tersenyum, meninggal pun tak apa asal ia bisa bersama sang adik di saat terakhirnya. Ia sempat menyesal, sepanjang hidupnya hanya sedikit kebersamaan yang ia lakukan dengan Yeri.

Perlahan tangan Seulgi terulur, mengusap lembut pipi mulus yang kini terhiasi luka lebam di sana. Tangan Yeri ikut terulur menggenggam lembut tangan Seulgi yang berada di pipinya.

"Terima kasih... sudah datang untuk menyelamatkan kakak. Kau harus bahagia Kim Yerim. Kakak... menyayangimu..."

Tangan Seulgi merosot. Mata yang beberapa detik lalu masih menatapnya, kini mulai terpejam.

"Kak..."

Ia guncang lembut tubuh sang kakak yang mulai terasa dingin. Menepuk pelan wajah kakaknya.

"Kak Seulgi bangun kak!"

Tangisannya semakin kencang. Berkali-kali ia meneriaki nama kakaknya, tapi tak ada respon sama sekali.

"Apa yang kau lakukan? Kau sudah berjanji untuk tidak meninggalkanku?"

"Kak!"

"Kakak!"

.

.

.

.

.

.

PROMISE 2Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon