part 4 - stay with me

122 16 0
                                    

Kata Ayah, Zey harus bahagiain Ibu dengan cara raih mimpi Zey. Ibu pasti bangga punya anak kayak Zey yang sukses nanti. Zey enggak mau istirahat lama-lama, terus kapan gapai ambisinya?

-Zeyen Amelly-

-·-·-·-

















Fajar datang ditemani kabut malam. Perlahan, bulan meredup mengorbankan dirinya untuk pergi dan diganti dengan matahari. Tak tinggal untuk menyusul, cahaya bintang pun bisa dihitung mengunakan jari. Pukul 5.30 sudah berlalu semenit yang lalu, dengan diriku yang sudah rapi untuk menuntut ilmu. Tapi sebelum aku beranjak pergi, aku harus tahu kondisi orang yang melahirkanku.

Di sanalah problem harus aku cari ke mana sosok itu berada? Semenjak aku pulang malam kemarin, Ibu tidak melintas di indra penglihatanku. Aku berasumsi buruk mengenai Ibu, di mana dia sekarang dan bagaimana keadaannya sekarang? Aku tidak tahu. Tidurku pun kurang nyenyak lantaran mengharapkan sosok itu pulang.

"Ck! Ibu ke mana sih? Kebiasaan." Bukan sembarang berucap, kejadian Ibu tak pulang berhari-hari bukan hanya sekali. Aku ingin sekali 24 jam memantau Ibu namun, bagaimana dengan sekolahku? "Gue harus cari Ibu sih sekarang, mumpung masih banyak waktu," bergegaslah aku membereskan semua yang ingin aku bereskan. Aku beranjak pergi ingin keluar rumah mencari keberadaan Ibu.

Coba saja ponselku tidak mengalami korslet dadakan begini pasti sudah aku hubungi. Benda pipih yang aku pegang aku masukan ke dalam tas. Alle biasanya bisa menghidupkannya. Lantaran susah dihidupkan karena tombol power bolong harus dicolok mengunakan jarum dulu biar bisa normal. Yang sayangnya aku mencoba berulang kali melakukan hal tersebut akan tetapi, usahaku sia-sia, ponselku tak kunjung menyala. Salahku juga kemarin karena telat mencharge handphone makannya lowbat sampai tidak hidup lagi.

Brak!

Suara? Itu suara pintu. Harap-harap itu Ibu, dugaan ku ternyata benar. Belum sempat lima detik aku berpikiran begitu, suara Ibu lebih dulu menyadarkanku.

"Hahaha anjing!"

Harus begini lagi? Sosok yang lusuh, mabok, meracau dan hampir gila yang pertama menyapa mata. Aku miris sekali melihat kondisiku yang seperti ini. Ketika orang sarapan pagi pakai nasi, aku malah di sambut dengan menderita begini. Tanpa tertahan pun, satu butir air mata yang tak absen tiap hari itu lolos tanpa perintah. Aku mendekati Ibu dan membopongnya masuk ke dalam rumah. Tapi apa balasan niat baikku coba? Harus sampai berapa kali aku mendengar makian dari ibuku sendiri?

"Ngapain lo anjing! Nggak usah sentuh gue! Lo itu anak haram! Najis!" Begitukah? "Ikut Ayah lo sonoh, nggak guna lo hidup. Bikin gue makin sengsara aja bangsat. Haha, Zey Zey,"

Aku diam tidak memilih menjawab. Biarlah sakit hati sekarang, nanti ketemu Alle rasa sakit ini bisa menghilang. Bukannya sudah terbiasa juga, 'kan? Harus keberpa kali aku bilang begitu? Jangan di ambil hati. Dengarnya juga berkali-kali. Iya, inget Ibu cuma mabok kok. Makannya, omongannya lost control.

Ibu berjalan sendiri sambil sempoyongan menuju kamarnya. Kadang menabrak sofa, kadang menabrak dinding dan sesekali menghempaskan barang yang di ambilnya tanpa kendali. Aku mengekorinya, menjaga-jaga jikalau dia pingsan aku bisa menahannya agar tidar membentur lantai. Dan... Ibu berhenti lalu berbalik. Kemudian mematapku. Aku mematung.

"Berhenti di situ sialan! Anak nyusahin orang tua terus. Hidup punya banyak kehendak, mau jadi orang kaya lah, mau jadi ini, mau jadi itu? Punya uang nggak? Nggak, 'kan! Aduh, pusing Ibu mikirin Zey tau nggak?"

Hug me, please!حيث تعيش القصص. اكتشف الآن