Lagu itu, selaras dengan hidupku. Alunan suara yang merdu menambahkan kesan arti seseorang yang berantakan. Melodi dari gitar yang menuntun nada membuat seisi kelas seketika sunyi, sepi dan seakan tak berpenghuni. Seakan-akan menghipnotis untuk masuk ke dalam makna yang tersirat dari lagu ini.

Bergantian saling mengisi suara dari lirik yang di bawa, ciri khas vokal yang lain sangat cocok untuk seukuran kriteria suaranya. "Sedikit ku jelaskan tentangku dan kamu. Agar seisi dunia tahu. Keras kepalaku sama denganmu. Caraku marah, caraku tersenyum. Seperti detak jantung yang bertaut. Nyawaku nyala karena denganmu." Entah bagaimana lirik itu mengingatkanku pada Alle yang selalu menguatkan diriku. Ditengah-tengah aku berjalan tidak menemukan jalan pulang, Alle datang sebagai tempat tujuan. "Aku masih ada sampai di sini. Melihatmu kuat setengah mati. Seperti detak jantung yang bertaut. Nyawaku nyala karena denganmu."

Iya, dan aku sangat berharap Alle tidak akan pernah meninggalkanku sendiri ditengah-tengah kegelapan menyelimuti. Aku butuh ruang singgah ketika aku lelah. Aku butuh ruang istirahat ketika aku merasa penat. Dan aku butuh Alle sebagai tempat.

"Bun, aku masih tak mengerti banyak hal. Semuanya berenang di kepala."

Kembali tertunduk. Aku tersenyum, kenapa hanya karena lagu aku ingin menangis? Itu hanya lagu tidak lebih, pantaskah aku harus merasa bersedih? Kan tidak.

"Dan kau dan semua yang kau tahu tentangnya. Menjadi jawab saat ku bertanya."

"Sedikit ku jelaskan tentangku dan kamu. Agar seisi dunia tahu. Keras kepalaku sama denganmu. Caraku marah, caraku tersenyum. Seperti detak jantung yang bertaut. Nyawaku nyala karena denganmu."

"Aku masih ada sampai di sini. Melihatmu kuat setengah mati. Seperti detak jantung yang bertaut. Nyawaku nyala karena denganmu. Semoga lama hidupmu di sini. Melihatku berjuang sampai akhir. Seperti detak jantung yang bertaut. Nyawaku nyala karena denganmu.... "

"Waw best banget mereka Zey," Kembali menegakan kepala aku menatap Neira Marshanda. Prihal hanya sebuah lagu, lupakan. Aku hampir meloloskan air mata kalau saja Neira tidak mengajakku bicara. "Suara Mas Crush bikin tambah buat gue semangat dapetin dia. Bodoh amat sama ceweknya, selagi jalur kuning belum melengkung, gaskeun embat iki." Dia kawan sebangku yang aku anggap hanya memanfaatkanku.

"Enaknya di elo aja Nei. Gue nggak mau ikut campur," kataku.

Dia mengerakkan bahu acuh. Neira memilih melihat jam tangannya dari pada menanggapi ucapan ku.

"Thank you for watching. Saya Domani Erza selaku gitaris ganteng dan disamping saya Adudu dan Ejojo selaku alien pluto sebagai biduan."

"Eja anjing-"

"Heh mulut! Mau Ibu sambit pake rotan ha?!"

"Maklumlah bree Eja kan gila. Yang waras ngalah."

Persetan orang yang di depan aku memilih mengikuti saja apa yang penghuni kelas ini lakukan. Debat antara tiga murid itu dengan guru membuat seisi kelas riuh ricuh. Kami menyorakan gurau tawa atas tindakan mereka.

"Gue berdoa Zey semoga bel pergantian jam pelajaran bunyi. Tremor gue anjir, mana kelompok gue yang cempreng semua sama lo doang yang belum maju."

Beriringan sorakan dan tepukan tangan ketika kelompok cowok terakhir selesai, aku menanggapi ucapan Neira, "Kayaknya nggak bakal sempet juga kalo Bu Riza panggil kelompok selanjutnya, keduluan pergantian jam Nei," kataku. Aku tersenyum pahit seolah-olah menerima baik penuturan Neira. Padahal aku tau sedari dulu, setahuku orang yang aku kenal hanyalah memanfaatkan aku.

Hug me, please!Where stories live. Discover now