"Hiyakkk... Bos ditolak!" sorak kelima anak buah Adhlino membuat Adhlino kesal dan menatap Mozza.

"Hati-hati loh mbak, benci bisa jadi cinta. Jodoh ditangan Tuhan siapa tau gue jodoh lo." ujar Adhlino sambil menaik turunkan alisnya.

"Jodoh emang ditangan Tuhan tapi kita bisa milih pasangan yang akan jadi jodoh kita nanti."

"Hiyakkk... Bos ditolak lagi!" teriak kelima anak buah Adhlino yang setia memperhatikan interaksi bosnya dengan Mozza.

"Gara-gara Bu bos nih ya, bos kita jadi suka senyam-senyum sendiri," adu anak buah Adhlino lagi.

"Gue lempar pake ini mau lo!" ancam Adhlino sambil memperlihatkan helm miliknya.

"Ampun bos."

"Dah gitu ya, bos kita sering bawa boneka buaya di saku jaketnya noh liat tuh." sambung cowok bernama Nazril sambil menunjuk saku jaket Adhlino yang terlihat kaki boneka menyembul di sana.

Adhlino menggertakkan giginya melihat anak buahnya. satu sudah diam, satu semakin menjadi.

"Tidur selalu meluk boneka buaya it-" ucapan cowok bernama Ben terpotong akibat Adhlino memukul kepala cowok itu menggunakan helm miliknya.

"Ampun bos."

"Cabut." ujar Adhlino dan menaiki motornya tidak lupa memberikan helm pada Mozza.

Mozza menaiki motor Adhlino sedikit kesusahan, Adhlino memegang tangan Mozza agar cewek itu tidak terjatuh.

Motor Adhlino berjalan meninggalkan toko buku dan di ikuti kelima anak buahnya, Mozza mengeratkan jaketnya ketika angin malam menembus kulitnya.

Ia memperhatikan jalanan yang masih terlihat ramai akan kendaraan, matanya terjatuh pada sebuah mobil yang sangat ia kenal dan berhenti disebuah tempat.

Mozza menepuk pundak Adhlino pelan membuat cowok itu segara memberhentikan motornya dipinggir jalan.

"Kenapa?" tanya Adhlino menatap Mozza dari kaca spion.

"Mozza turun disini aja, soalnya masih ada urusan." Mozza turun dari motor Adhlino dan memberikan helm pada cowok itu.

"Loh, Bu bos mau kemana?"

"Mozza masih ada urusan kalian duluan aja." Mozza tersenyum pada ke-enam cowok itu.

"Urusan apa? Ini udah malam loh." Adhlino menatap Mozza bingung.

"Sebentar doang gak lama, udah pergi sana." Mozza mendorong bahu Adhlino agar cepat pergi.

"Iya-iya, sebelum itu ini dulu dong." Adhlino menunjuk kearah pipi sebelah kirinya.

"Hiyak... Modus!" teriak kelima anak buah Adhlino.

"Iri aja mblo." sahut Adhlino menatap kelima anak buahnya.

"Boleh dong." ujar Adhlino masih menunjuk pada pipinya.

"Boleh."

"Asik." Adhlino bersorak senang.

"Tapi sebelum itu merem dulu."

"Iya-iya, gue merem." ujar Adhlino dan menuruti ucapan Mozza, senyumnya sedari tadi tidak luntur dari wajah tampannya. dia merasakan seperti ada kupu-kupu diperutnya.

Plakkk

Adhlino langsung membuka matanya menatap Mozza yang menatap dirinya dengan tatapan tanpa dosa.

Ia memegangi pipinya yang terasa panas dan menatap kelima anak buahnya yang tertawa terbahak-bahak melihatnya.

"Kok ditampar sih, gue kan minta dicium." rengek Adhlino.

Bukan Keju Mozzarella [Revisi]Место, где живут истории. Откройте их для себя