9. N e r a c a L a j u r

Start from the beginning
                                    

"Nak Dokter masih single?" tanya Nina tiba-tiba ketika mereka sedang berada di lift. 

Siapa pun tolong kubur gue hidup-hidup! Zelina menjerit dalam hati sambil terus melihat ke bawah. Jangan sampai Mama promosiin gue lagi.

Damian yang mendengar pertanyaan Nina pun tersenyum kikuk dan mengusap bagian belakang lehernya. "M-masih, Bu."

"Gak kepikiran untuk menikah secepatnya?" tanya Nina lagi. Hal itu membuat Zelina dan Damian sama-sama membulatkan mata terkejut. "Ah, itu...., saya rasa belum bertemu jodoh saja," jawab Damian gugup sementara Zelina hanya berusaha menutupi pipinya yang merah.

Nina pun tersenyum lebar ketika melancarkan aksinya. "Jodoh itu harus dicari juga, Nak Dokter. Zelina juga single, loh! Karirnya bagus lagi. Kali aja Nak Dokt--"

"Mama!" seru Zelina yang sudah kepalang malu sekali.

"Jangan gitu, Ma. Malu," rengek Zelina, didukung oleh pintu lift yang terbuka. Mereka pun berjalan keluar. "Ya udah. Nak Dokter, titip Zelin sebentar, ya? Saya mau tebus obat dulu."

Tanpa rasa bersalah sedikit pun, Nina meninggalkan Zelina dan Damian yang sama-sama salah tingkah dan merasa canggung.

"Maafin Mama gue, ya? Dia emang gitu," cicit Zelina, melirik Damian sekilas. Untuk mengusir canggung, ia pun fokus ke ponselnya dan memesan taksi online. Zelina rasa, belakangan ini urat malunya bengkak sekali karena urat malu mamanya sudah putus. Tidak tahan melihat lelaki muda, single, dan mapan, pasti Zelina akan dipromosikan.

Namun, jawaban Zelina tetap sama. Dia tidak mau. Dia tidak pernah membayangkan pernikahan. Meskipun terkadang bertanya-tanya mengenai jodohnya, entah mengapa ide tentang pernikahan tidak pernah terdengar menarik di telinganya.

Sebagian besar karena ia takut. Takut menanggung kesalahan yang ayahnya buat. Takut jika mimpi buruknya ditinggalkan oleh lelaki yang ia kira akan bersamanya sampai mati terjadi.

Ditinggalkan bersama seorang anak yang masih perlu nafkah saat dia tidak memiliki pekerjaan layaknya yang terjadi pada Nina dulu.

Zelina takut sekali sampai ia memiliki trust issue. Jika ia mampu, ia akan memilih melakukan semuanya sendirian tanpa meminta bantu, bahkan dari mamanya sendiri.

"Tidak apa-apa. Ibu Anda sangat perhatian dan lucu," ucap Damian pada akhirnya yang membuat Zelina menaikkan sebelah alis heran. Bagaimana bisa Damian bersikap sesantai ini setelah apa yang diucapkan Nina? Padahal, Zelina sudah ingin mengubur diri karena kepalang malu.

"Oh, iya, Anda pulang dijemput oleh siapa?"

"Taksi online," jawab Zelina seadanya.

"Mau saya antar pulang sekalian? Ini masih jam istirahat saya."

Seketika Zelina menatap Damian panik sambil menggerak-gerakkan tangan kirinya di udara.  "Jangan! Please, jangan. Mama bisa menjadi-jadi nanti. Percaya sama gue, lo gak akan mau denger Mama ngoceh sambil promosiin gue buat nikah sepanjang jalan."

Damian terkekeh geli melihat kepanikan yang tercetak jelas di wajah Zelina. Gemas sekali rasanya. Ingin sekali Damian cubit pipinya yang terlihat lembut dan sedikit chubby itu. "Anda tahu? Sebenarnya, itu tidak terlalu buruk. The trip would be ... interesting," kata Damian jahil yang membuat Zelina makin panik.

"Pokoknya jangan! Lo kerja aja. Taksi online gue udah dalam perjalanan ke sini. Kasian abang-abangnya kalau harus dibatalin tiba-tiba. Mereka juga harus cari nafkah!" Zelina sekarang ketakutan.

Di saat otak Zelina sibuk mencari alasan, Damian malah tertawa lepas, membuat Zelina mengeryit keheranan. "Lo sehat? "

"Sangat sehat. Tadi saya hanya bercanda. Anda tidak perlu ketakutan seperti itu."

"Lo ngerjain gue?!" Zelina membuang muka dan mengerucutkan bibirnya sedangkan Damian masih sibuk tertawa. "Gak lucu, tau, gak?!"

Baru saja Damian akan berbicara lagi, Nina malah datang. "Udah Mama tebus obatnya. Nak Dokter, makasih udah jagain Zelina."

"Iya, makasih. Yuk, Ma. Cepet, taksinya udah di depan," tambah Zelina buru-buru sambil bangkit dari kursi rodanya. Dengan terseok-seok, wanita itu memegang lengan Nina, menariknya pelan untuk buru-buru pergi. Ia harus menghilangkan kesempatan antara Damian dan Nina untuk berbicara lebih lanjut!

"Kami permisi, Dokter Damian. Selamat siang," pamitnya, ia tersenyum paksa pada Damian yang diakhiri dengan tatapan mata tajam saat sudah keluar gedung rumah sakit.

Damian pun hanya terkekeh dan melambaikan tangannya dengan senyuman lebar tanpa merasa berdosa sama sekali.

Sampai jumpa lagi, cantik!

*****

15 Februari 2021

Selamat hari minggu :)

ZelianWhere stories live. Discover now