38. Kebenaran di malam hari

102 56 6
                                    

"Pasangan paling bahagia di dunia ini tidak pernah memiliki sifat yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pasangan paling bahagia di dunia ini tidak pernah memiliki sifat yang sama. Mereka hanya saling memahami dengan baik tentang perbedaan yang mereka miliki."

- Anonim -

***

"Ngapain elo malem-malem kesini?" tanya gue sama Dewangga yang berdiri tegak dibalik pintu rumah gue. Entah ada angin apa cowok dengan kacamata yang membingkai kedua matanya itu datang ke rumah gue. 

"Gue perlu ngomong sesuatu sama elo Nang," ucap Dewangga seperti sedang tergesa-gesa karena sesuatu. 

"Ngomong? Apaan?" gue enggak begitu tertarik dengan apa yang ingin Dewangga bicarain tapi setelah liat raut wajah dan ekspresinya kayaknya gue harus dengerin dulu apa yang mau dia omongin sama gue. 

"Gue cuma perlu lima menit waktu elo buat jelasin apa yang mau gue kasih tau sama elo. Oke?" ucap Dewangga seakan memohon untuk bener-bener gue dengerin. 

Akhirnya gue pun menuruti Dewangga buat dengerin apa yang mau dia bilang sama gue. Gue pun ngelakuin sedikit jalan-jalan malem sama Dewangga sembari menyusuri jalanan sepi di deket rumah gue. 

Gue ngerasa ada sesuatu yang tersembunyi dibalik semua sikap dan kelakuan aneh antara gue, Aksara sama Dewangga. Seolah-olah gue udah pernah ketemu sama mereka berdua dan udah pernah ngeliat mereka dari jauh-jauh hari. Perasaan aneh itu selalu muncul tatkala gue ngeliat Dewangga ada di deket gue. Kayak ada perasaan kalo ini itu bukan kali pertama gue ngobrol sama Dewangga. 

***

Udara yang dingin dan heningnya malam saat itu membuat suasana canggung antara gue dan Dewangga semakin menguat. Gue udah bilang kan sama kalian bahwa gue enggak bisa buat nerima Dewangga jadi temen gue atau apapun itu yang bisa bikin gue sering ngomong sama dia. 

Malam ini semua itu akan berubah.

Dewangga dengan kacamata yang membingkai di kedua matanya itu mulai membuka pembicaraan yang ia inginkan sama gue. Sebuah percakapan yang mengandung banyak kebenaran yang enggak gue tau sama sekali dan kebenaran yang terlihat samar-samar dalam ingatan gue. 

"Lanang, sebenernya gue pengen minta maaf sama lo," ucap Dewangga mengawali ucapannya. 

"Maaf soal apa?" tanya gue balik ke Dewangga. 

"Soal Aksara dan semua yang gue ucapin sama elu--" Dewangga terlihat menghela nafasnya dalam-dalam. Seperti halnya Aksara yang menyimpan banyak rahasia pun begitu Dewangga yang menyimpan sebuah rahasia yang sengaja ia sembunyiin dari gue. 

"Jangan minta maaf sama gue. Aksara yang harus denger ucapan lo barusan," ucap gue sinis. 

"Itu sebabnya gue ngomong sama elu Lanang. Gue enggak bisa berhenti buat kasarin Aksara dan memperlakukan dia semau gue--" ucap Dewangga yang malah bikin gue makin bingung dengan kemauan dia yang semakin enggak jelas. 

"Kenapa gitu? Elu kan barusan minta maaf sama gue karena memperlakukan Aksara dengan semena-mena dan enggak beradab juga, terus ngapain elu lanjutin buat ngelakuin hal yang sama setelah elo ngomong gini sama gue?" 

"Karena gue--" 

Dewangga ragu-ragu melanjutkan ucapannya. Seperti ada sesuatu yang masih tidak bisa ia katakan sama gue. 

"Gue udah sebisa mungkin buat enggak ngomong hal ini sama elu. Terlebih sekarang elo bisa deket sama Aksara yang mana itu adalah hal yang emang Aksara inginin dari elu sudah sedari dulu--" ucapan Dewangga semakin tidak gue pahami dengan jelas. Kemana arah pembicaraan ini mau ditujukan oleh Dewangga. 

"Lu ngomong apaan sih? Gue enggak ngerti sama sekali. Mau lo apa?" gue mencoba membuat Dewangga bicara to the point.

"Sebenernya elo, gue dan Aksara itu udah pernah ketemu pas di SMP," ucap Dewangga. 

"Apa?" gue kaget dengan apa yang Dewangga coba jelaskan. 

"Dengerin gue dulu. Sebelum elu mikir yang aneh-aneh soal gue, lo harus tau fakta sebenernya dari Aksara. Dia itu enggak sepolos dan sependiem yang elo kira Lanang," ucap Dewangga. 

"Maksud lo?" 

"Semua yang elu liat antara gue dan Aksara, waktu lo mergokin gue di lab fisika terus kemarin yang di toilet enggak kepake itu semua enggak seperti yang elu pikir---" Dewangga begitu tergesa-gesa menjelaskan hal yang ia rasa pantas untuk gue ketahui. 

"Maksud lo itu semua manipulasi Aksara biar gue percaya elo jahatin dia?" gue mencoba menyimpulkan apa yang coba Dewangga ungkapkan. 

"Ya! Gue enggak tau alesannya apa, tapi semenjak hari pertama gue sekolah disini dia udah sering ngancem gue buat menuhin apa yang dia pengen." 

Gue yang mendengarkan Dewangga sedari pertama masih punya anggapan kalo dia cuman pura-pura dan emang pengen bikin Aksara kayak orang jahat aja buat gue. 

"Gimana caranya supaya gue bisa percaya sama omongan lu?"

"Gue udah tau apa yang bakal dilakuin Aksara ke elu nanti ketika kemah berlangsung," ucap Dewangga. 

"Kemah? Maksud lo hari sabtu nanti?" 

"Iya. Kalo apa yang dilakuin cewek itu sama persis seperti apa yang coba gue jelasin ke elu sekarang. Apa elu akan percaya?" ucap Dewangga dengan raut wajah yang mencoba meyakinkan gue akan ucapannya. 

"Gue gatau." 

Omongan dari laki-laki yang jelas-jelas udah nyakitin Aksara itu enggak gue langsung percayain seratus persen. Meski emang ada beberapa titik kecil dari hati kecil gue buat bisa dengerin atau seenggaknya pertimbangin ucapan dari cowok sok ganteng ini. 

"Udah mau ngomongin itu doang?" ucap gue sinis. 

"Nang, lo harus percaya sama gue. Gue enggak lagi bohongin elu, ini fakta yang elu harus terima," ucap Dewangga.

"Fakta apa yang mesti gue terima dari ucapan elo? Semua yang elu omongin belum ada yang jadi kenyataan dan gue bisa bilang lo lagi berusaha ngadu domba gue lagi sama Aksara kan?" 

"Lanang, kali ini gue enggak mencoba buat jebak lo. Ini kenyataan dan elu harus pertimbangin buat percaya apa yang gue omongin. Gue akan jelasin apa yang ingin Aksara lakuin nanti di perkemahan, kalo semisal elo menyadari kalo emang ada kesamaan dari apa yang gue ucapin dengan kelakuan dia nanti di perkemahan. Lo bisa nentuin sendiri siapa yang salah dan bener," ucap Dewangga menjelaskan panjang lebar. 

Gue mencoba bersikap acuh dan enggak terlalu memperlihatkan wajah percaya gue sama Dewangga. Gambaran dia yang merundung Aksara di toilet saat itu masih jelas terlukis di ingatan gue. 

Kemudian dari situ Dewangga menjelaskan segala tetek bengek hal yang akan di lakuin Aksara di perkemahan nanti. Semua penjelasan Dewangga terdengar sangat bertentangan dengan ap yang selama ini gue kira sebagai kebetulan dan takdir. 

Takdir untuk bertemu sama Aksara. 

***

Hari perkemahan akhirnya datang juga. Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh semua orang di kelas gue dan juga semua siswa kelas satu yang satu angkatan sama gue. Perkemahan ini akan menjadi penanda hari-hari menuju semester genap yang mulai mendekat. 

Sobat Kemah akan membuka cerita awal dari semester genap yang akan kita sambut. Sebuah kisah yang akan lebih rumit, lucu dan kocak yang akan gue bagikan sama kalian semua. Gue bisa pastiin kalian enggak akan nyesel karena udah tau dan ngikutin kisah gue sejauh ini. 

***

Semester Genap (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang