Sebuah Kesempatan Baru

2 1 0
                                    

Di pagi hari aku berada di samping jendela. Dan sekarang aku dapat melihat sebuah titik kecil berwarna merah yang semakin mendekat dari kejauhan. Namun cahaya matahari bulan Desember ikut mengaburkan pandangannya. Aku mengambil teropong dan pergi ke beranda supaya bisa melihat lebih jelas. Dia adalah Angel dalam pakaian ski merahnya! Hanya dia yang berjalan dengan cara seperti itu.

Angel bernapas tersengal-sengal saat dia berdiri di dalam pondok di samping meja kuning panjang itu sepuluh menit kemudian. Masih terasa dingin di pintu depan sampai-sampai uap putih keluar setiap dia menghela napas. Aku melepaskan topi ski biru dan penghangat telinga dari kepala Angel. Aku berkata dengan Angel.

"Apa kamu ... sudah ... lama sampai?" tanya Angel.

Aku berkata:
"Iya, tepat selama aku mulai memikirkanmu. Lama banget ..."

"Dan kamu sendirian aja?"

Aku tertawa:
"Ya, iyalah, Angel. Aku tidak punya teman-teman yang tidak kelihatan bersamaku hari ini, dan aku juga belum bertemu Aniela atau peri."

Angel masih tersengal-sengal:
"Apa kamu ... sudah dengar ... lebih banyak ... tentang drama penyanderaan itu?"

Aku mengambil ponselnya, menyentuh layarnya mengunjungi artikel di koran online dan menyodorkan ponselnya ke Angel. Sambil Angel membaca, dia berkata:

"Aku juga sudah bicara dengan Ibnu. Dia agak panik. tetapi, rasanya aku berhasil menenangkannya sedikit."

"Gimana caranya?"
"joging, usulku. Itu memang tidak menyelesaikan masalah apa pun. tetapi juga tidak membuat masalah baru."

Sekarang, Angel sudah berhasil mengatur napasnya. Dia berjalan ke arahku dan mencium puncak kepalaku dengan mesra.

"Rico," kata Angel, "Aku selalu menganggap kamu itu seorang psikolog yang baik."

"Aku memandangnya:
"Selalu, Angel? Atau, baru dua bulan terakhir ini?"

"Itu tidak penting. Aku rasanya telah mengenalmu selamanya."

Angel melepaskan rangkulannya, tetapi dia terus menatap kedua mataku. Aku senang sekali! Aku suka sekali kalau Angel bisa berlama-lama berdiri sambil terus menatap kedua matanya tak berkedip. Kadang-kadang begitu lama.

Angel memerhatikan seluruh kertas cetakan dan guntingan koran yang terhampar di atas meja panjang depan rumahku. Memang sudah menjadi tugasku untuk menjadi biro kliping dalam kelompok lingkungan, dan ini adalah pertama kalinya dia menampilkan hasil kerjanya. Aku berkata:

"Aku penasaran banget sama apa yang kamu hasilkan."

Angel tersenyum penuh rahasia, dan Aku mendapat firasat bahwa Angel tidak akan mengecewakannya. Aku berkata:

"tetapi aku tidak akan cerewet, deh. Aku bisa menjelaskan alasan kamu mendapatkan tugas hari ini."

"Apakah itu berasal dari mimpimu? Karena apa yang kamu jelaskan itu selalu dari mimpi"

Angel mencoba menggodaku lagi. tetapi, aku tidak bergeming. Sekarang ada hal yang harus dia utarakan:
"Aku terbangun dari sebuah mimpi yang luar biasa, dan mimpi itu berhubungan dengan tugas yang harus kamu pecahkan tadi, dan seluruh guntingan koran di atas meja ini, serta bencana kekeringan di tanduk Afrika. Kamu paham sejauh ini?"

"tidak, Rico. tetapi, teruskanlah!"

Angel duduk di bangku panjang sambil membelakangi jendela. Aku berbicara sambil tangannya bergerak ke sana-kemari:

"Aku bermimpi hidup dalam beberapa generasi di masa depan. Di masa setelah era minyak, dan hampir seluruh cadangan fosil karbon telah di bakar dan dilepaskan ke udara. Juga pembakaran hutan tropis dan pembusukan lahan gambut yang tebalnya satu meter telah meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer, serta gas asam juga telah dilepaskan ke dalam lautan di dunia, sesuatu yang sifatnya begitu merusak bagi sumber-sumber alam bumi, dan tidak lupa bagi kebutuhan manusia akan makanan."

Angel terus memandanginya selama aku berbicara:

"Kamu sudah mengerjakan pekerjaan rumah ilmu fisikamu, Rico ...."

Karena begitu gembira bertemu Angel lagi, aku tidak membiarkan dirinya terganggu oleh gurauan itu.
"Aku sedang mencoba menceritakan ulang sebuah mimpi, Angel! Hormatilah sedikit! Pemanasan global telah menyebabkan kekeringan di daerah-daerah tropis, dan ini juga telah melepaskan overdosis CO2 ke atmosfer. Ribuan spesies telah punah, seluruh jenis manusia kera (Homonoidea) telah binasa, dan contoh lainnya, jenis lemur Malagasi kini hanya tinggal tiga atau dua individu, juga berbagai serangga yang tak tergantikan seperti lebah dan tawon yang kini telah punah total atau hanya sebagian saja, sampai-sampai manusia harus terpaksa melakukan polinasi manual untuk pembiakan berbagai tanaman penting. Telah terjadi kehancuran total di alam, sebuah interupsi besar dalam himpunan ekosistem, peradaban hampir-hampir berjalan di tempat, dan populasi dunia berkurang secara drastis akibat kerusakan iklim. Lalu terjadilah perang-perang yang memperebutkan sumber daya alam, dan segera semuanya akan berakhir. Keheningan menyelimuti berbagai daerah yang dulunya adalah komunitas-komunitas lokal yang hidup."

"Yang terburuk dari itu semua adalah adanya kemungkinan hal itu akan terjadi," sela Angel.

Aku telah menyusun cangkir-cangkir teh dan kue, lalu berjalan ke Angel sambil membawa poci teh yang enak. Angel menggunakan kesempatan itu untuk merangkulnya lagi, tetapi aku menghindar sambil tersenyum dan segera kembali ke pojok dapur lagi.

"Dengarlah," katanya. "Dalam mimpiku itu, aku punya sebuah tablet yang bags sekali yang bisa menunjukkan segala hal yang telah tertulis dalam sejarah kemanusiaan, segala sesuatu yang telah direkam dalam film dan video, juga segala hal yang terekam oleh kamera web di alam. Aku bisa melihat segala yang terjadi di planet ini dalam sebuah film gerak lambar, dan aku bisa duduk berjam-jam mempelajari gambar-gambar hidup tanaman dan hewan yang sudah lama punah."

"Dan proses kepunahan itu masih terus berlangsung ..."

Aku tiba-tiba berbalik dan menatap Angel.

"Aku merasa telah dimanfaatkan dan dikhianati! Sumber-sumber alam dunia telah dirampok oleh generasi-generasi yang hidup sebelum aku. Aku tinggal sendiri dan di rumah yang sama seperti aku tinggali bersama mama dan papaku, bahkan warna cat kamar itu hampir sama, ada bercat merah darah. Di sana namaku Aldo, aku tadi lupa bilang, dan Nenekku bernama Lisa, walaupun kami sehari-hari- memanggilnya Icha."

"Rico seperti kamu ..." kata Angel.

Aku merasa tidak mungkin bisa menceritakan kembali mimpiku secara utuh, karena setiap kali aku hendak menceritakan sesuatu hal, selalu ada hal lain yang seharusnya diceritakan terlebih dahulu. tetapi karena berbagai alasan logis, aku belum bisa menceritakan hal lain itu sebelum aku menceritakan hal pertama yang ingin aku ceritakan tadi.

Jadi seperti ini pertemuan aku dengan Angel di depan rumah pada bulan Desember. Memang terasa hangat dan romantis karena kami dahulu selalu berbagi cerita, baik suka maupun duka dan selalu membantu terkhusus pada pekerjaan dari kuliah atau yang lainnya. Kenangan ini lah yang terus aku ingat dan sulit bahkan susah untuk dilupakannya. Tetapi mau gimana lagi, aku harus bisa menghadapinya dan bersyukur selalu dalam hidup ini.

I Can See You (Wait for Me)Where stories live. Discover now