Bagian 3

157 36 70
                                    

😘

***

Kenapa dia bikin gosip kayak gitu tentangku? Kenapa harus aku? Apa aku punya salah sama dia? Atau aku hanya korban yang dipilih secara acak?

Pikiran-pikiran itulah yang menghantuiku tadi malam. Seberapa keras pun aku berpikir, aku selalu sampai pada kesimpulan yang sama: aku tidak pernah punya masalah dengan Kyo.

Jadi untuk sementara waktu, kuasumsikan dia hanya ingin memperbanyak jumlah follower IG-nya dengan membuat sensasi. Korban dipilih secara acak. Dan sialnya itu adalah aku.

Aku tidak habis pikir kenapa ada orang sejahat itu. Kurasa dia bukan manusia. Mungkin dia adalah makhluk yang diutus dari neraka untuk membantuku membenci kehidupan.

Mungkin hari ini kamu diketawain orang-orang. Tapi besok mereka pasti udah lupa. Itulah yang dikatakan oleh Yogi hari kemarin. Itu juga yang aku inginkan. Sayangnya, kenyataan jauh berbeda dari harapan. Hari ini aku kembali di-bully. Lebih parah. Dalam perjalanan menuju sekolah saja, pem-bully-an itu sudah dimulai. Aku bertemu murid-murid sekolah lain di angkot dan mereka semua menutup hidung. Bahkan di sekolah, murid-murid kelas 10 pun mulai berani memanggilku "Rahel bulu ketek" saat aku berjalan melewati mereka.

"Pagi, Kak Rahel bulu ketek."

Mereka sungguh sangat tidak sopan sekalipun tetap menggunakan panggilan "Kak" sebelum menyebut namaku.

Yogi menawarkan tumpangan pulang-pergi saat hal itu kuceritakan padanya. Tawaran tersebut kuterima dengan senang hati. Aku tidak punya pilihan lain bukan?

Esoknya, ketika berjalan melewati koridor gedung kelas 10, aku menyumpal telinga dengan headset. Lagu "Lupakanlah" yang dinyanyikan oleh Yuna mengalun indah menemani langkahku menuju kelas. Aku selamat.

Untuk menghindari bully-an saat jam istirahat, aku sudah menyiapkan bekal dari rumah. Jadi aku tidak perlu turun ke kantin untuk pergi makan. Aku pun selamat.

Tapi beberapa hari kemudian, kata-kata Sherly membuatku berpikir.

"Tiap hari kamu pulang-pergi bareng Yogi," Sherly berkata saat pergantian mata pelajaran. "Jika kedekatan kalian sampai diketahui ibu kamu, itu bisa jadi masalah yang lebih serius lho, Ra."

Sherly tahu betul watak ibuku. Bahkan Ibu pernah mewanti-wanti Sherly untuk mengawasi dan mengingatkanku bahwa aku tidak boleh pacaran. Jika Ibu tahu, kedekatanku dengan Yogi pasti akan menimbulkan kesalahpahaman. Kurasa kata-kata Sherly ada benarnya juga.

Kucoba memutar otak. Dalam waktu yang tidak lama, aku sudah tahu apa yang harus kulakukan.

Solusinya sederhana saja, aku berangkat ke sekolah lebih awal dari biasanya untuk menghindari anak-anak sekolah lain yang kemungkinan akan satu angkot denganku. Mula-mula Ibu dan Ayah kelihatan heran kenapa aku begitu, namun di hari-hari berikutnya mereka sudah menganggap semuanya normal-normal saja. Bella pastinya tahu apa yang terjadi. Dia pengguna aktif sosial media. Tapi dia bersikap seolah-olah tidak tahu. Dan kurasa memang lebih baik begitu.

Setelah beberapa hari, Yogi ikut-ikutan membawa bekal untuk menemaniku makan. Esoknya Sherly juga melakukan hal yang sama. Terkadang kami membawa bekal ke lantai atap dan makan di sana. Tapi seringnya sih kami makan di kelasku.

"Rasanya kita kayak murid sekolah di film-film jepang," kata Yogi sambil menyiapkan suapan berikutnya. "Napa nggak dari dulu aja ya, kita bawa bekal kayak gini?"

"Iya." Sherly mengangguk setuju. "Ternyata bawa bekal ke sekolah dan makan di lantai atap kayak gini seru juga."

"Dan kita jadi menghemat uang jajan."

Kami pun tertawa.

***

Perasaanku mengatakan bahwa hari-hari berat ini akan segera berlalu. Tapi ternyata aku salah besar.

Hari ini, sewaktu aku sampai di sekolah dan menaiki anak tangga, emosiku benar-benar tersulut. Di tembok-tembok tangga, serta di sepanjang lantai 3, ada gambar cewek yang dibuat asal-asalan dengan kapur sedang merentangkan kedua tangan. Di bawah ketiak ada bulu yang dibuat panjang-panjang. Di atas kepalanya ada tulisan, "Hai, aku Rahel bulu ketek".

Aku menghapus semuanya, cepat-cepat, sebelum murid-murid lain datang dan melihatnya.

"Aku pikir, sebaiknya kamu ngadu ke guru BK deh, Ra," Sherly memberikan pendapat saat kami menyantap bekal. "Kalau ini dibiarin terus, ntar batin kamu bisa tertekan."

Yogi menatapku lurus-lurus. Bisa kulihat rasa iba jauh di dalam matanya.

Aku menghela napas dalam-dalam.

"Nggak," kataku. "Aku bukan anak kecil lagi. Lagian ngadu ke guru BK nggak bakalan nyelesain masalah. Malahan, itu bakal membuat mereka nge-bully lebih parah lagi." Aku memaksakan senyum. "Aku baik-baik aja kok. Kalian tenang aja. Aku cuman perlu waktu untuk menenangkan diri. Ntar mereka juga capek dan bosan sendiri."

Dalam hati, aku berharap apa yang kuucapkan itu akan benar-benar terjadi. Aku sudah lelah berpura-pura kuat. Aku tidak ingin lagi tertidur dengan mata yang basah oleh air mata.

***

Pukul 9 malam, aku baru selesai mengulang-ulang pelajaran biologi. Ayah pernah bilang padaku, "Pelajaran yang rumit sekalipun akan jadi lebih mudah jika sering diulang-ulang." Oleh karena itulah, setiap malam pada hari minggu hingga kamis, aku selalu menghabiskan waktu setidaknya satu setengah jam untuk mengerjakan PR atau mengulang-ulang pelajaran.

Kuletakkan kembali buku Biologi di rak buku. Saat itulah, sorot mataku menangkap sebuah buku mungil terselip di antara buku-buku lainnya.

Buku itu adalah buku catatan yang dulunya sering kugunakan untuk mencatat sesuatu yang kutemukan di internet. Isinya macam-macam: resep makanan, tips komputer, alamat website, dan sebagainya. Kalau tidak salah, terakhir aku menulisi buku catatan itu sekitar kelas 9 SMP.

Aku duduk di birai jendela sambil membaca lagi catatan-catatan di dalamnya. Pada halaman terakhir, aku menemukan judul catatan: Cara Alami Meluruskan Rambut.

Seperti judul, tulisan di bawahnya adalah cara meluruskan rambut secara alami dengan menggunakan bahan-bahan herbal. Aku tidak pernah mempraktikkannya. Hanya sekadar hobi mencatat hal-hal unik yang kutemukan di internet. Lagi pula, rambutku sudah lurus.

Di bagian paling bawah halaman itu, aku menulis:

Note: Gimana kalau tips ini digunain buat bulu ketek. Apakah bulu ketek akan jadi lurus? :).

Aku masih ingat, pikiran iseng itu melintas di pikiranku begitu saja. Aku jadi bertanya-tanya, jika saat itu bulu ketekku sudah tumbuh, apa aku benar-benar akan mencobanya?

Lalu tiba-tiba aku menyadari sesuatu.

Apa gosip yang ditulis Kyo tempo hari berhubungan dengan catatan ini? Jika iya, dari mana dia tahu? Sepanjang yang bisa kuingat, yang pernah main ke rumah hanyalah Sherly. Tapi dia tidak pernah masuk ke kamarku. Setiap kali dia main ke sini, kami hanya duduk dan mengobrol di ruang tamu.

Bella? Rasanya tidak mungkin adikku berbuat sekejam itu. Dia selalu menghormati privasiku. Bahkan dia tidak berani menyentuh barang-barangku tanpa meminta ijin terlebih dahulu.

Seketika aku menjadi kesal. Kurobek kertas pada halaman itu. Kugumpal-gumpal dalam kepalan tanganku, lalu kulemparkan ke keranjang sampah yang berada di sudut kamar.

Jadi begitu, ya. Aku bukan korban yang dipilih secara acak.

***

😘

Save Kutu Dari Bau KetekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang