Gavin sebagai ketua kelas langsung menatap sinis Airen. "Kita gak larang lo masuk kesini, tapi masuk ada tata kramanya, jangan asal masuk terus ngebanting pintu. Seengaknya izin kek, lo kira lo disini siapa?"

Airen menatap nyalang Gavin. "Gue sahabat Elena, gue berhak untuk marah disini! Paham lo semua!"

"Gue tau. Tapi sopan dikit lah kalo mau masuk, ini kelas orang bukan kelas lo," ucap Gavin masih memperingati.

Airen tak menghiraukan perkataan Gavin. Ia tetap berjalan mendekat ke arah meja Elena dan meletakkan setangkai bunga disana.

"Semoga tenang disana ya," katanya ingin menangis.

Lalu ia beralih ke meja Tae-Ra. Ia berbeda dari yang lain, orang-orang mengumpati Tae-Ra dengan menempelkan sticky note, sedangkan dia mencoret-coret meja Tae-Ra menggunakan spidol. Ia menyumpahi Tae-Ra agar mati, dan banyak kata-kata kasar lagi yang ditulisnya menggunakan spidol.

Caitlin masih memperhatikan gerak-gerik Airen yang mulai melewati batas. Tidak hanya meja yang dicoretnya tapi juga kursi Tae-Ra ikut dicoret.

Caitlin meletakkan bukunya di atas meja dengan kasar lalu berjalan mendekati Airen. Caitlin meraih pergelangan tangan Airen lalu mengambil spidol yang ada ditangan perempuan itu.

Caitlin melemparkan spidol itu dengan kasar ke lantai. Ia merasa kesal jika sahabatnya diperlakukan seperti itu. Mungkin orang-orang menganggap Tae-Ra adalah pembunuh tapi Caitlin menolak keras semua anggapan itu.

Tae-Ra tak ada alasan untuk membunuh Elena. Selama  ini ia baik-baik saja dan tak ada masalah serius dengan Elena. Mungkin hanya perdebatan kecil tapi tidak mungkin itu penyebabnya.

Dada Airen naik turun. Ia menatap nyalang Caitlin. Rasanya dia ingin mencakar wajah Caitlin sekarang juga. Tapi ia berusaha untuk menahan emosi.

Semua orang yang berada di kelas itu menatap heran Caitlin. Apa yang salah dengan perempuan itu? Pikir orang-orang yang ada disitu.

Caitlin tak menghiraukan tatapan tak menyenangkan yang ditujukan padanya. Yang ia inginkan hanyalah orang-orang harus stop untuk mencoret-coret meja Tae-Ra. Ia juga merasa sakit hati.

Evelyn berjalan mendekati Caitlin dengan langkah-langkah tergesa-gesa. Ia bahkan lupa meletakkan tas di kursinya. Seharusnya ia tadi ketika sampai di sekolah langsung ke kelas bersama dengan Caitlin, bukan ke perpustakaan dulu. Kalau beginikan Evelyn juga yang akan repot melerai. Pasalnya Caitlin itu sekarang sangat susah untuk mengendalikan emosinya.

"Caitlin udah," peringat Evelyn mencengkram lengan Caitlin dengan kuat.

"Tae-Ra bukan pembunuh! Kalian harus percaya sama gue," teriak Caitlin membuat orang-orang yang ada disana bingung dan bertanya-tanya. Padahal sudah sangat jelas kalau Tae-Ra adalah pembunuhnya.

"Jangan halu Caitlin," kata Airen tertawa. Punya bukti apa dia kalau Tae-Ra bukan pembunuhnya?

"Mungkin sekarang kalian bisa gak percaya sama gue, tapi liat aja gue bakal ungkap fakta yang sebenarnya."

"Keep dreaming girl," ledek Airen lalu berjongkok untuk memungut spidolnya yang ada di lantai.

Airen kembali menambahkan kata-kata kasar di meja Tae-Ra, lalu pergi sebelum Caitlin melempar spidolnya lagi. Ia bukan takut dengan Caitlin, hanya saja ia sedang malas bertengkar.

Caitlin ingin mengejar Airen namun tangannya masih dicengkram kuat oleh Evelyn. "Lepasin ga?"

"Poin lo udah berkurang banyak jangan bikin masalah lagi," peringat Evelyn. Mendengar itu Caitlin menghela napas berat dan mengurungkan niatnya untuk mengejar Airen. Memang benar selama sekolah disini Caitlin membuat beberapa masalah yang mengakibatkan poinnya berkurang, itu semua karena ia tak bisa mengendalikan emosi.

Hotalge High School Where stories live. Discover now