Sad boy (32)

3.3K 485 55
                                    

Caitlin berjalan di koridor sekolah dengan mood yang kurang baik. Mukanya ditekuk tampak sangat tak bergairah hari ini. Ia berjalan dengan membawa beberapa buku di tangannya. Bukan novel atau buku untuk hiburan, buku-buku yang di bawanya adalah buku berisi soal-soal HOTS yang halamannya lebih kurang setebal novel Harry Potter.

Caitlin merasa ada orang yang mengikutinya dari belakang, untuk memastikannya ia berbalik badan. Caitlin sedikit kaget ketika ia berhadapan langsung dengan Gavin sang ketua kelas yang petakilan.

Gavin tersenyum canggung. "Hai," sapanya terdengar canggung.

"Lo ngikutin gue?" tanya Caitlin spontan.

Mendengar pertanyaan itu Gavin langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Enggak lah," elaknya.

"Oh yaudah," ucap Caitlin tampak tak terlalu peduli. Lalu ia mulai melangkahkan kaki menjauh dari Gavin.

Gavin menggigit bibir bawahnya. Ia merasa harus menahan Caitlin untuk tidak pergi dulu. Dengan cepat ia meraih lengan Caitlin untuk berbalik badan.

Caitlin tersentak kaget. "Eh?"

"Lo bisa ke cafe deket perpustakaan nanti?" tanya Gavin. Ia merasa lega bisa menanyakan hal itu kepada Caitlin.

"Ngapain?"

Gavin menggigiti kukunya tampak bingung. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Tangannya tiba-tiba gemetar entah kenapa. Oh shit kenapa Gavin jadi lemah seperti ini? Kenapa dia harus gemetaran ketika saat-saat seperti ini. Gavin mengumpat dalam hatinya, karena tak bisa mengendalikan diri sendiri.

"Kok tremor?"

"Enggak lah!" elak Gavin merasa malu.

"Yaudah jawab pertanyaan gue lo mau ngapain ngajak gue ke cafe nanti?"

"Adalah pokoknya, penting pokoknya!" jawabnya berusaha tidak gugup.

Caitlin merotasikan bola matanya. "Haduh harus jelas lah!"

Gavin berdecak. "Pokoknya penting. Sesuatu yang sangat penting, kalo gak gue bilang sama lo idup gue gabisa tenang."

"Jangan-jangan lo yang bunuh Elena ya? Terus lo mau ngaku sama gue?" Tanya Caitlin asal-asalan membuat Gavin membelalak kaget.

"Yaa enggaklah, duh gaada sangkut pautnya itu."

"Ya oke jam berapa?"

"Jam lima sore," jawab Gavin tersenyum kecil.

Caitlin mengangguk. "Harus on time ya lo! Gue gamau nunggu," kata Caitlin menunjuk wajah Gavin.

"Iya aman."

Mendengar jawaban Gavin, Caitlin kembali ke tujuan awalnya yaitu pergi ke kelas. Sesampainya di kelas orang-orang berkerumun di dekat meja Elena. Teman-teman sekelasnya meletakkan bunga kematian di atas meja Elena. Mereka menuliskan kata-kata perpisahan menggunakan sticky note lalu menempelkannya di meja Elena.

Meja Elena sekarang di penuhi sticky note dan bunga-bunga kematian. Tak hanya murid Elite Class, beberapa murid dari kelas lain pun ikut meletakkan bunga dan kata-kata perpisahan sebagai bentuk kehilangan atas kematian Elena.

Tak hanya meja Elena yang dipenuhi dengan sticky note, meja Tae-Ra pun begitu. Bedanya meja Tae-Ra diisi oleh kata-kata kasar, orang-orang tampak sangat benci padanya. Siapa yang tidak benci dengan pembunuh.

Airen yang aslinya murid Middle Class tiba-tiba masuk ke Elite Class. Dengan tidak sopannya dia membuka pintu dengan kasar lalu menutupnya dengan cara dihempaskan.

Hotalge High School Where stories live. Discover now