Chapter 28

126K 11.2K 1.1K
                                    

Sejak sore hingga pukul delapan malam, Adriel masih belum menarik langkahnya dari ruang tamu—yang tepat berada di depan kamar tamu yang menjadi tempat pelarian Alma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak sore hingga pukul delapan malam, Adriel masih belum menarik langkahnya dari ruang tamu—yang tepat berada di depan kamar tamu yang menjadi tempat pelarian Alma. Pintu kamar tersebut dikunci, kunci cadangannya pun Alma bawa. Adriel tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu istrinya membuka pintu. Sepanjang itu juga dirinya hanya melamun. Sampai tak sadar bahwa waktu shalat Maghrib telah ia lewatkan.

Sesi menyalahkan diri pun tak habis-habis. Menurutnya, Alma patut marah. Istri mana yang tidak kecewa saat tahu suaminya menggendong perempuan lain? Adriel menyesalinya sikapnya yang malah ikut terpancing emosi, hingga berujung membentak Alma.

...........

Sementara di dalam kamar ini, Alma terlelap dengan mata sembabnya dalam keadaan masih mengenakan mukena. Berjam-jam ia menangis. Baru berhenti saat akan shalat dan malah ketiduran saat sedang bersandar di bibir kasur.

Tidurnya yang belum ada setengah jam itu terusik karena ketukan pintu yang berulang-ulang.

"Alma."

Ruh Alma yang berkelana di mimpi langsung kembali saat namanya dipanggil.

"Sayang, tolong buka pintunya sebentar. Aku mau anter makan malem. Aku janji nggak akan ganggu kamu kalo kamu belum mau bicara sama aku."

Alma menarik tegak kepalanya dari bibir kasur. Ia bimbang. Enggan bertemu Adriel, tapi perutnya sangat lapar. Tenggorokannya juga sudah sangat kering ingin minum.

Ting!

Ponsel yang berada di samping sajadah membuat Alma otomatis melihat balon notifikasi di layar ponselnya.

Adriel:
sayaaaang
buka pintu sebentar
aku beliin kamu makanan

...........

Cklek!

Adriel langsung bangkit setelah mendengar suara kunci pintu yang dibuka. Ia bergegas membawa makanan yang telah ia beli ke depan pintu yang masih belum betul-betul dibuka. 

Pintu terbuka—hanya separuh.

Hal pertama yang Adriel pandang adalah mata sembab Alma yang sudah membengkak hingga ke sekitar kelopak. Ia mengernyit cemas, ingin sekali mengusap wajah yang juga pucat itu. "Aku bikinin teh anget, ya?" tawarnya, karena yang ia bawakan hanya segelas air putih.

Alma hanya menerima makanan itu tanpa menjawab apapun.

Saat Alma hendak menutup pintu, Adriel segera menahannya. "Masih belum mau denger penjelasan aku?"

"...." Alma berusaha menutup pintu dengan sedikit mendorongnya, namun ia benar-benar sedang tak bertenaga. Alhasil pintu kini terbuka sempurna dan tertahan oleh siku Adriel.

"Apa lagi sih yang belum jelas? Aku bukan tau dari orang lain, El. Mata aku ngelihat sendiri apa yang kamu lakuin sama perempuan itu."

...........

Alma's Fortune [New Version] - Re-publishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang