Hati gue mendumel dengan sangat lancar. 

"Bukan marahin kamu, aku pingin tau kamu kenapa. Kenapa?" 

Udah berapa kali gue bilang kenapa, dia masih aja mewek.

Aksara menyeka air matanya kembali untuk kesekian kalinya. 

Dia mulai membuka perlahan bibirnya untuk berbicara. 

"Tadi kan aku ditinggalin kamu--" 

Gue memelototi Aksara.

"Terus, pas liat kamu di siram pake kuah cuankie gitu-- heeeu-- Aku refleks aja banting kepala kakak kelas yang galak tadi pake buku telpon jadul aku keras-keras--"  

Mendengar jawaban Aksara gue bingung. Perasaan tadi gaada buku telpon jadul di meja dia.

"Buku telpon jadul? Aku gak liat ada buku telpon jadul. Kamu ngigau?" gue mulai ngerasa ada yang aneh sama Aksara. 

"Emang bukan di meja. Aku pake buat penahan pantat aku!" ucap Aksara dengan setengah malu. 

Gue agak canggung ketika Aksara ngomongin pantat. 

"Astaga."

Aksara tampak malu dan wajahnya memerah karena ia habis menangis dan malu bersamaan.

"Jangan diketawain!" ucap Aksara ketus. 

"Engga di ketawain. Terus kamu nangis kenapa?"

"Itu---" 

"Apa?" gue menyela obrolan Aksara.

"Kakak kelas itu bawa buku telpon aku, terus dilempar entah kemana. Makanya aku lari ke sini siapa tau ada di atas sini."

Kini gue sadar, setiap hal yang terlihat sempurna selalu ada kebobrokan yang tersembunyi.

Gue tersenyum datar mendengar penjelasan Aksara. 

"Jadi kamu nangis gara-gara buku telpon kamu dilempar?" 

Gue pengennya geleng-geleng kepala ngedenger alesan perempuan idaman gue nangis gara-gara buku telponnya dilempar sama kaka kelas badboy. Sungguh sebuah alasan yang sangat dapat membuat kita semua bersedih. 

"Itu bukan buku telpon sembarang Lanang!" ucap Aksara marah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Itu bukan buku telpon sembarang Lanang!" ucap Aksara marah. 

"Lalu itu buku telpon apa?" gue mencoba mencari keistimewaan dari sebuah buku telpon. 

"Itu tuh buku telpon pemberian ibu aku!" tangisan Aksara mengalir deras kembali. 

***

Gue merasa aneh dengan perempuan dengan senyum paling menawan di kelas gue. Dia menangisi sebuah buku telpon yang gue sendiri udah belum pernah liat lagi. Terlebih, dia menjadikan buku telpon pemberian ibunya sebagai alas pantatnya sendiri.

Semester Genap (Tamat)Where stories live. Discover now