Nostalgia Pilu

Mulai dari awal
                                    

"Nu..kemarin malam apa kamu ke Pirates Bar? " (Bianca)
"Ah.. Iya tapi hanya sebentar.."
"Apa tidak ketemu Devi?" (Bianca)
Aku menghela nafas panjang..
"Nu? " (Bianca)
"Tidak"

Inilah pertama kalinya aku berbohong pada Bianca. Apa yang sedang terjadi padaku, biasanya aku yang menebak-nebak pikiran Bianca. Namun kali ini Bianca pasti yang menebak-nebak apa yang akan aku katakan.. Jika selama ini aku melihat banyak kebohongan yang disimpan Bianca namun kini aku sama saja, aku tidak sanggup bercerita tentang Devi tanpa beban. Karena nyatanya, aku telah melanggar batas itu, memikirkan gadis itu lebih dari yang aku sanggup.

Pikiranku melompat ke tahun tahun silam saat aku sibuk mengawasi proses syuting.
"Bianca belum datang?" tanyaku pada Anwar.
"Belum, bos!"
Aku melihat jam tangan, sudah cukup siang. Tak biasanya dia terlambat, dia artis profesional yang sangat menghargai waktu. Apalagi dia tahu ini film yang gue pertaruhkan, dia pasti mengusahakan yang terbaik.
"Saya akan coba telepon dia.." ujarku.
"Ponselnya mati bahkan manajernya tidak bisa dihubungi juga.." sambung Anwar.
Benar, ponsel Bianca tidak aktif.
Syuting harus berjalan tanpa kehadirannya.

Besoknya Bianca muncul pagi-pagi sebelum syuting dimulai. Dia menemuiku.
"Maaf Nu kemarin aku tidak datang.. "
"Tidak apa-apa.." jawabku ringan.
"Hari ini dan seterusnya aku juga tidak bisa meneruskan, Nu.." ada nada sesak dalam perkataannya.
"Kenapa? Kamu tidak sedang bercanda kan Bi? "
"Tidak! Rudi menyuruhku keluar.." ujarnya yang terbata-bata.
"Ada apa sebenarnya.."
"Tidak ada apa-apa.."
Bianca hendak pergi, sebelum akhirnya aku menarik lengannya. Kemeja lengan panjang yang Bianca gunakan tergulung ke atas dan aku melihat luka-luka lebam di lengannya. Bianca berusaha melepaskan genggamanku, namun aku menariknya lebih dekat. Dan selanjutnya aku membuka kacamata hitamnya dan ku dapati matanya lebam dan pelipisnya ada bekas luka.
"Apa ini, Bianca?"
Bianca berusaha menyembunyikan wajahnya dariku dan menahan isak tangis. Ku rengkuh dia dalam pelukanku.
"Apa Rudi yang melakukan semua ini?" Bianca menggelengkan kepala
"Ku mohon jujurlah padaku Bianca, berapa lama dia memperlakukan kamu seperti ini?"
Bianca hanya menggeleng dan terus menggeleng. Aku menggeram kesal, mengepalkan tanganku, aku ingin menghajar bajingan itu, namun tubuh Bianca merosot ke bawah dan menahan kakiku dengan segenap kekuatannya...

Dan hari-hari berikutnya Bianca tidak muncul. Aku mengkhawatirkannya dan aku nekat masuk ke rumahnya. Rudi berdiri di depan sementara Bianca menggengam tangan Sisi yang masih sangat kecil.
"Ngapain lo?"
"Gue mau ketemu sama Bianca!"
"Mau ngapain lo sama Bianca. Bilang saja sama gue sekarang.."
"Gue gak ada urusan sama lo, bajingan!!" gue memukul bajingan itu hingga berkali-kali hingga tergeletak di tanah.
Didi anak Bianca yang sulung berlari dari dalam rumah.
"Papa!!!"
Bianca melompat mengejar anaknya. Setelah menenangkan anaknya, dia menahan aku dengan kedua lengannya.
Aku menatap Bianca dengan nanar.
"Tinggalkan semua ini, tinggalkan pernikahanmu yang tidak bahagia dan ikutlah aku. Aku masih sama seperti dulu, masih mencintai kamu.. "
Bianca menangis seraya memeluk kedua anak-anaknya kemudian menggelengkan kepala.
"Pergilah Nu...ini keluargaku, aku telah memilih pernikahan ini dan aku tidak akan mengkhianati pernikahan ini apapun alasannya.. Cepat pergi Nu, aku gak mau Juana datang dan malah menyusahkanmu..."
Aku gemetar menahan kehancuran hatiku, untuk sekian kali Bianca menolak perasaanku, bahkan di saat ini, dimana jelas di depan mataku, Biancaku tidak bahagia, dia tetap bergeming.

Selanjutnya hidupku terasa pahit. Film yang akan aku rampungkan gagal aku selesaikan, aku terlibat masalah hutang dan tuntutan keluarga Rudi atas penganiayaan pada Rudi. Dan sempat-sempatnya Bianca datang padaku hanya untuk menjamin bahwa aku tidak menceritakan kekerasan yang dialaminya dan memohon padaku untuk menerima apapun perlakuan keluarga Rudi padaku.

"Nu.. Kamu tidak apa-apa? Sudah sarapan?" suara Bianca kembali membuyarkan lamunanku.
"Ah ya baik-baik saja..aku sedang membuat kopi sekarang.."
"Jangan lupa makan, Nu.."
"Ya.. "

Dan aku kembali dalam lamunanku. Pada hari-hari itu, dimana aku dan Bianca masih sama-sama tinggal di panti asuhan.
"Nu, lihat ini.. Coba lihat ini.. "
Bianca menyodorkan majalah kegemarannya.
Aku raih majalah itu dan mendapati sampulnya bergambar Bianca dengan pose terbaiknya.
"Selamat ya, Bi...kamu keliatan cantik!"
Bianca tersenyum lebar.
"Tapi aku tidak suka lipstiknya, terlalu merah, Bi.. " ujarku tidak puas dengan pilihan warna lipstiknya.
"Kenapa memangnya, Nu. Cantik loh.. Aku seperti Marlyn Monroe.. Ya Marlyn Monroe dengan bibir sensualnya!"
Aku tertawa lebar melihat Bianca berdiri dan berpose bak bintang cantik melegenda itu.

"Haishh.. Tv sampah. Bisa-bisanya mereka membully bintang tamunya. Kasihan Devi, aku rasa pasti dia geram dan pengen nampol MCnya.. " suara Bianca kembali membuyarkan lamunanku.
"Jelas-jelas laki-laki macam Aditya itu cuma nebeng tenar saja.. Kapan hari dia juga mepetin yang lain... Lisa.. Siapa gitu, yang bintang iklan sabun, Nu. Sekarang si Lisa Lisa itu sudah menikah dan ganti dia pepetin Devi.. " sambung Bianca kemudian.
"Kamu update banget soal gosip?" Bianca tertawa kecil.
"Kadang bisa memberi hiburan tersendiri, Nu.. Kadang aktris itu aslinya tidak seperti yang nampak dari luar.."
"Sedang bicara tentang kamu sendiri?" jawabku yang disambut ketawa Bianca yang menggelegak.

"Apa Devi tidak pernah cerita apa-apa soal hidupnya sama kamu, Nu?" sambungnya  tiba-tiba membuatku terhenyak.
"Hmmm.. Tidak" jawabku singkat seraya memijat keningku yang tiba-tiba terasa pening.
"Sepertinya aku terlalu lama jogging, aku sedikit pusing.. "
"Baiklah. Istirahat saja, Nu. Aku menyuruh orang mengantarkan makanan untukmu. Sebentar lagi sampai.. " ujar Bianca kemudian yang hanya ku jawab helaan nafas berat seraya mematikan TV.

Haruskah kumati karenamu?
Terkubur dalam kesedihan sepanjang waktu
Haruskah kurelakan hidupku?
Hanya demi cinta yang mungkin bisa membunuhku
Hentikan denyut nadi jantungku
Tanpa kau tahu betapa suci hatiku untuk memilikimu

Suara Donnie Ada Band mengalun dari pemutar musik.
Usiaku sudah bukan muda lagi dan aku lelah menghadapi drama-drama yang tiada habisnya.
Aku ingin bersandar, aku ingin Bianca menjadi sandaran terakhirku namun masih jauh saja harapanku untuk menginginkan Bianca tetap di sampingku.. Dan gadis itu.. Gadis itu tak seharusnya mencintai pria tua sepertiku. Dia harusnya bersenang-senang di usianya, bertemu pria manis yang membuat hatinya nyaman dan memberinya 'rumah' untuk 'pulang'
Haii.. Kenapa aku terus memikirkan gadis itu.. Keluhku kian frustasi..

Aku ingin engkau ada di sini
Menemaniku saat sepi, menemaniku saat gundah
Berat hidup ini tanpa dirimu
'Ku hanya mencintai kamu, 'ku hanya memiliki kamu

Senandung D Masiv menghantarku istirahat, mataku terpejam tapi hatiku tetap berkelana.

Red LipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang