Khawatir

5.5K 501 81
                                    

Dandelion kembali 🙃

Jangan lupa tinggalkan jejak jika kalian


Happy reading

Fero duduk manis di meja makan, menunggu sarapan pagi disiapkan. Diana dari dapur membawa nasi goreng bersama pembantu dari arah dapur.

Semenjak Dande dibawa pergi oleh Reza. Diana memutuskan mengangkat pembantu karena tidak ada lagi yang akan membersihkan mansion-nya

Tak lama setelah itu, Fahri dan Faro ikut bergabung dengan pakaian kerja mereka. Keluarga kecil Erlangga mulai sarapan pagi.

"Yah Bun, Fero ijin ke-mall nanti siang. Mau beli buku-buku untuk persiapan kuliah," ucap Fero setelah selesai mereka sarapan.

Akibat masalah kesehatan Fero yang memburuk beberapa tahun belakangan, terpaksa cuti kuliah. Sekarang dia sehat sedia kala, ingin melanjutkan semester yang tertunda.

"Sendiri?" tanya Fahri.

"Iya. Cuma sebentar kok," jawab Fero. Meyakinkan mereka, tahu betul betapa posesifnya mereka. Apa-apa dilarang.

Diana dan Fahri mengangguk. "Ya udah, kami ijinkan."

Faro hanya menyimak. Akhir-akhir ini perasaannya tidak enak, selalu terpikir pertanyaan Dande beberapa hari yang lalu.

🌼🌼🌼

Siang harinya Fero pergi ke-mall sendirian, membeli beberapa buku untuk referensi yang mungkin akan dibahas mata kuliahnya nanti.

Tanpa Fero sadari seseorang mengintainya dari kejauhan, tersenyum licik ke arahnya.

🌼🌼🌼

Suara EKG berbunyi konstan menjadi pengisi sunyi-nya ruangan ICU. Fitri terbaring lemah dengan berbagai alat penunjang hidupnya. Seminggu lebih terbaring di sana, belum ada tanda-tanda perkembangannya.

Reza tak pernah bosan menunggu sang Istri bangun dari tidur panjangnya. hari-harinya dia habiskan sekedar duduk di samping ranjang pesakitan istrinya, walaupun sudah diperbolehkan pulang, dan diberi cuti beberapa hari ke depan. Reza lebih memilih tetap berada di rumah sakit menjaga istrinya.

"Bangun sayang," lirih Reza.

Reza sempat shock mengetahui Fitri juga korban kecelakaan itu. Akibat kelalaiannya, Fitri hampir saja meregang nyawa. Reza tidak tau menahu kenapa bisa kecelakaan itu terjadi. Kata Kakak Diana, mobilnya ditabrak truk sewaktu menuju tempat liburan. Beruntung mereka dapat selamat.

Genggaman tangan Reza tiba-tiba dibalas lemah, perlahan-lahan Fitri membuka matanya.

"Akhirnya bangun juga." Reza mencium kening Fitri.

Fitri mencoba membuka masker oksigennya.

"Jangan dibuka." Reza menahannya, namun Fitri menghiraukannya.

"Mas...."

"Jangan ngomong dulu, biar aku periksa."

Reza memeriksa kondisi Fitri, menyuntikkan obat tidur agar istrinya beristirahat kembali, mengingat kondisinya sekarang masih lemah.

Tiga jam kemudian Fitri dipindahkan keruang rawat VIP setelah dipantau perkembangan kondisinya.

"Mas, mana Adek? Dari tadi aku nggak lihat Adek." ucap Fitri. Memakan buah apel yang disuapi Reza.

Sejenak Reza diam, tidak mengerti apa yang di katakan istrinya. "Adek siapa?"

"Masa kamu lupa sama anak sendiri. Adek, anak tunggal kita."

"Kamu ngomong apa sayang? Kita kan nggak punya anak."

"Kamu nggak bercanda 'kan, Mas? Kamu nggak ingat Dande anak kita?"

"Dande siapa? Mas nggak kenal dia." ucap Reza mulai kesel. Jelas-jelas mereka belum dikaruniai anak. istrinya malah ngomong ngelantur.

"Mana handphone aku, Mas?" Reza menyerahkan handphone Fitri.

"Kamu nggak kenal dia?" Fitri menunjuk foto Dande yang tersenyum bahagia bersama mereka.

"Dia kan yang ngaku-ngaku jadi anak kita kemarin," ucap Reza.

Fitri merasa tidak beres perubahan suaminya. Sebenar apa yang terjadi selama dia koma?

"Jadi mas nggak ingat Adek?"

"Dande ... Adek." Semua kenangan berputar bagaikan kaset rusak diingatan Reza.

Fitri beranjak dari brangkar membantu Reza duduk di sofa, dan memberikannya air minum.

"Mas, kamu nggak apa-apa?"

Reza terdiam, meresapi berbagai kenangan masuk ke dalam ingatannya.

"Dande ... anak kita?" Fitri mengangguk

"Fit ... aku melupakannya." Reza menunduk, hatinya sakit teringat Dande berusaha menjelaskan bahwa dia anaknya.

Reza berdiri, menyambar kunci mobil di nakas meja. "Aku mau jemput anak kita, pasti dia sekarang di disekolah."

"Mas sebenarnya apa yang terjadi?"

"Nanti aku jelasin. Assalammualaikum."

Reza pergi ke sekolah Dande, ia tidak perduli bahwa sekarang masih jam sekolah. Reza hanya ingin memeluk putranya, meminta maaf telah melupakannya.

Beruntung, ketiga sahabat anaknya sedang bermain basket di lapangan. Reza menghampirinya.

"Om Reza?" kaget Hendra. Membuat Kenzie dan Putra yang masih sibuk memperebutkan bola basket menengok arah pandang Hendra.

"Mana, Dande?"

"Om udah ingat, Dande?" tanya Putra dan Reza mengangguk mengiyakan.

"Om kangen Adek, Adek di dalam kelas 'kan?" Reza hendak beranjak ditahan Kenzie.

Hendra, Putra dan Kenzie saling beradu pandang, bingung mau menjelaskan dimana Dande.

"Om, Dande nggak ada di sekolah."

Reza mengernyit. "Jadi Adek nggak masuk sekolah? Adek sakit?!"

"Kami nggak tau dimana Dande, Om. Dari kemarin kami coba cari, belum ketemu juga. Kami udah lapor polisi, tapi ditolak karena belum sampai 24 jam," jelas Putra mewakilkan kedua sahabatnya.

"Maaf Om, kami nggak becus jagain Dande." Mereka bertiga menunduk, semakin bersalah tidak melanjutkan pencarian Dande.

Mereka sebenarnya berencana bolos hari ini. Namun, kedua orang tua Kenzie yang mengetahuinya, tidak memperbolehkan. Mereka dipaksa sekolah, orang tua Kenzie lah yang mencari keberadaan Dande.

Reza mengacak rambutnya frustasi, hatinya berkecamuk memikirkan anak semata wayangnya. Berlari dan masuk ke mobil. Menancap gas menuju tempat tinggalnya.

Reza tergesa-gesa masuk ke dalam apartemen. Mematung melihat dinding-dinding yang dulunya terpajang foto-foto Dande tidak ada lagi, dan parahnya semua baju Dande di lemari ditemukan di tempat tong sampah luar apartemen.

Reza masuk ruang CCTV, berharap mendapat petunjuk keberadaan putranya.

Rahang tegas Reza mengeras. Anak yang dia jaga sepenuh hati, diperlakukan layaknya binatang oleh kakak dan iparnya sendiri.

Reza gagal menjadi orang tua. Anaknya kembali terluka, dan dia tidak mengetahuinya selama ini.

Sekarang, anaknya pergi entah kemana, tanpa membawa apapun selain pakaian yang melekat.


Tubuh Reza meluruh bersamaan jatuhnya genangan air di pelupuk matanya. "Adek ... dimana?"

TBC

Salam Manis Popon

Dandelion [OPEN PO]Where stories live. Discover now