Yang Terlupakan

4.8K 461 72
                                    

Dandelion kembali 🙃

Maaf ya jika banyak typo-nya

Jangan lupa tinggalkan jejak jika kalian suka 😊

Happy reading

Hendra dan Putra tak henti-hentinya mengucapkan sumpah serapah di dalam hati, mendengar penjelasan Kenzie yang menimpah Dande. Sahabat mereka itu kembali terbaring lemah di ranjang pesakitan.

“Eungh.” Perlahan mata Dande terbuka.

“Dan,” Panggil Kenzie di sebelah brangkar

“Papa ... hiks ... Ma ... ma.”

“Semuanya akan baik-baik aja, Dan.” Hendra menghapus air mata Dande.

“ Lo mau kemana? Udah baring aja,” cegah Putra, menghentikan Dande bangkit dari ranjang.

“Nggak, gue mau ketemu Mama Papa.” Dande menepis tangan Putra.

“Dan, jangan keras kepala deh. Lo butuh istirahat, nanti kita temui Tante Fitri dan Om Reza,” bujuk Kenzie.

Dande tetap kekeh pada pendiriannya ingin bertemu orang tua angkatnya, berjalan sedikit sempoyongan.

“Tuh 'kan, apa gue bilang!” Kenzie  menahan tubuh  Dande yang hampir jatuh.

“Anterin gue, please.” Dande menatap ketiga sahabatnya dengan mata berkaca-kaca.

Terpaksa mereka mengikuti kemauan Dande, menuntunnya menuju ruangan ICU tempat ruangan Fitri dirawat, disana hanya Fero yang berjaga.

“Kakak ...” Fero mendongak saat seseorang memanggilnya, memandang datar si pemanggil.

“Aku boleh aku masuk 'kan?” ucap Dande penuh harap.

“Jangan lama-lama,” jawab Fero tanpa memandang Dande.

Dande tersenyum, masuk keruangan ICU. Sekuat tenaga berusaha terus berjalan walaupun kakinya terasa lemas. Duduk di kursi samping ranjang pesakitan mamanya.

“Ma ... ini Adek ... hiks ... bangun ma ... hiks Adek kangen Mama.” Dande mencium punggung tangan Fitri.

Baru beberapa jam yang lalu Fitri memeluknya hangat, tapi sekarang mamanya terbaring lemah tak berdaya.

“Mama ... benar kata mereka kalau Adek pembawa sial ... hiks. Seharusnya Adek nggak pernah datang kehidupan kalian 'kan? pasti semua ini nggak akan terjadi.”

Tak kuat lagi Dande berlama menahan kesedihan, pergi keluar menghampiri ketiga sahabatnya yang menatap tajam ke arah Fero. Entah apa yang terjadi antara mereka.

“Kalian ngapain kayak gitu?”

“Nggak ada, cuma pengin aja,” ucap Kenzie santai.

“Kak, aku pergi dulu. Jaga mama ya kak?” Fero mengacuhkannya pura-pura tuli, sibuk mengotak-atik handphone-nya.

“Lebih baik kita pergi aja Dan, nggak akan didengerin sama dia,” ucap Putra mulai habis kesabaran.

“Ayuk, kita ke ruangan Om Reza.” Hendra merangkul Dande.

Mereka Pergi meninggalkan Fero yang tanpa mereka sadari memperhatikan punggung Dande semakin menjauh. Ada gejolak lain setiap melihat anak itu, membuat hatinya terbebani.

Sebenarnya Fero tidak benar-benar membenci Dande. Semuanya berawal dari Ayah dan bundanya selalu men-doktrinnya agar membenci Dande semenjak kecil. Dia merasa senang ketika anak itu  menderita, namun di sisi lain hatinya juga ikut merasa sakit.

🌼🌼🌼

Reza perlahan membuka mata, membuat Diana dan Fahri menunggu kesadarannya dapat bernafas lega.

“Ka ... kak.” Reza memegang kepalanya yang diperban terasa sakit.

“Haus?” Reza mengangguk.

Diana membantu Reza meminum Air, setelah Reza selesai minum, Diana meletakkannya kembali ke nakas meja. Jujur, dia masih marah terhadap sikap Reza selalu membela anak haram itu, tapi dia tetap sayang dan peduli. Bagaimanapun juga Reza adiknya.

'CKLEK'

Atensi mereka teralihkan mendengar pintu dibuka seseorang, seketika raut wajah Fahri dan Diana berubah datar mengetahui siapa yang datang.

“Ngapain kamu kesini?!” bentak Diana.

“Aku mau ketemu ...”

“Lebih baik kamu pergi, sebelum saya melakukan kekerasan!” Fahri berdiri memotong ucapan anak yang dia benci.

Dande tak bergeming, matanya terus tertuju kepada papanya yang sudah sadar membuat sesak dihatinya sedikit berkurang.

“Kak, dia siapa?” tanya Reza bingung.

“Papa nggak kenal aku?” Dande berjalan mendekati ranjang Reza, tidak percaya dengan apa yang katakan papanya.

Fahri, Diana dan ketiga sahabat Dande terdiam mendengar pertanyaan Reza.

“Papa? Saya nggak punya anak.” Seketika langkah Dande terhenti.

Apa lagi ini?

“Kak, dia siapa sih? Ngaku-ngaku jadi anak aku lagi.” tanya Reza tambah bingung.

Tiba-tiba Reza memegang kepalanya, Diana kalang kabut memencet tombol saklar. Mereka khawatir menyaksikan Reza berteriak kesakitan, menjambak rambutnya. Fahri  berusaha memegang kedua tangan Reza. Tidak  membutuhkan waktu lama, Faro dan beberapa suster datang tergesa-gesa mengambil alih menangani Reza.

Mereka menunggu di luar dengan perasaaan luar bisa khawatir. Setengah jam berlalu, belum ada tanda-tanda Faro selesai menanganinya.

'CKLEK'

Mereka berbondong-bondong mendekati pintu ruangan Reza yang dibuka Faro.

“Gimana kak?” tanya Diana

“Sepertinya ada yang tidak beres akibat benturan keras yang dialami Om Reza. Kakak akan serahkan ini kepada Dokter ahli dibidang ini." jelas Faro. Dia Dokter spesialis Jantung jadi tidak bisa mendiagnosa pasien sembarangan apa lagi bukan di bidangnya.

🌼🌼🌼

Setelah Reza melakukan serangkaian pemeriksaaan oleh Dokter Indra yang merupakan ahli saraf, kini mereka semua berkumpul di ruangan Dokter itu.

Amnesia Disosiatif ...” Dua kata  diucapkan Dokter Indra.

“Yaitu dimana kondisi pasien kehilangan memori terhadap kejadian tertentu bisa itu tidak mengenal seseorang  yang membuatnya stress sebelum kecelakaan terjadi, sehingga membuat pasien memblokir memori orang itu. Pada Amnesia Disosiatif, ingatan terhadap orang yang dia lupakan sebenarnya masih ada, tapi tersimpan sangat dalam pikiran dan tidak dapat diingat. Meski begitu, ingatan tersebut dapat kembali muncul dengan sendirinya atau dapat di picu oleh sesuatu yang dapat membangkitkan memorinya.” Dokter Indra menjelaskan panjang lebar.

Putra, Kenzie dan Hendra menatap sendu Dande. Mereka tahu sahabatnya itu terpuruk dengan apa yang dikatakan Dokter. 

“Gue yakin Om Reza pasti ingat lo lagi, Dan.” Hendra memeluk Dande.

Faro sebenarnya ingin menenangkan adeknya. Lagi-lagi dikalahkan ego menguasai hatinya. Berbeda Fahri dan Diana, mereka seakan mendapatkan sebuah keberuntungan, dengan begini mereka mudah menyingkirkan Dande dari kehidupan mereka.


TBC

Salam Manis Popon

Dandelion [OPEN PO]Where stories live. Discover now