Jangan Nakal

5.3K 536 74
                                    

Dandelion kembali

Jangan lupa tinggalkan jejak jika kalian

Happy reading

Reza Duduk bersandar di headboard tempat tidur, memandang sendu sang istri tidur membelakanginya. Reza tahu istrinya marah terhadap keputusan yang dia ambil, dan mengabaikan dirinya dan Dande.

“Maaf … aku membuatmu kecewa.”

Fitri yang tadinya hanya menutup mata, membukanya saat pendengarannya menangkap bisikan sang suami. mendudukkan diri menunjukkan muka datarnya.

“Aku nggak  habis pikir ya Mas. Kita udah lama nunggu pendonor itu, tapi dengan mudahnya Mas berikan kepada orang lain.” 

“Aku juga berat mengambil keputusan itu, Fit,” ucap Reza terbawa emosi.

“Terus kenapa Mas turutin kemauan Adek!”

Reza mengacak rambutnya frustasi, silih berganti permasalahan datang menghampiri. “Aku harus apa Fit? Keberhasilan operasi juga tergantung kemauan si penerima donor. Aku takut terjadi hal buruk  jika kita tetap memaksa Adek.”

“Kenapa harus Adek ... hiks.” 

Reza menghapus air mata Fitri. “Aku janji secepatnya Adek mendapatkan penggantinya.” 

Sementara orang yang mereka bicarakan sedang bergulat dengan rasa sakit menghujam dadanya, belum lagi sesak ikut menyerangnya.
Obat yang baru diminum beberapa menit lalu pun tidak mampu menghalaunya. Ingin memanggil kedua orang tuanya, tapi takut menggangu istirahat mereka, apa lagi mamanya mengacuhkannya.

“Ayok dong ... uhuk ... uhuk… jangan nakal.” Dande mulai kewalahan menahan sakit.

Tak tahan nafasnya memberat, diambilnya  nasal cannula yang berada di sebelah kasur king size, lalu mengatur kadar oksigen dan memasangkan benda itu ke hidung bengirnya.

Dande terus mengatur nafasnya perlahan, mencoba meredakan rasa sakit. Tiba-tiba dia merasa ada sesuatu yang akan keluar dari mulutnya, sekuat tenaga Dande berjalan tertatih ke kamar mandi. naasnya dia terjatuh terlentang saat di tabir pintu kamar mandi.

“Huek ... huek ... uhuk … huek.”

Cairan kental menyembur keluar dari mulut Dande, baju kaos putihnya ternodai cairan merah kental. Dia sudah diambang batas kesadaran dan  mulutnya masih mengeluarkan darah yang menggenang. Perlahan ... kelopak matanya memberat, hingga kegelapan mengambil alih.

🌼🌼🌼

Faro terdiam di ruangan tempatnya bekerja. Menatap kosong snelli ke-Kedokteran yang digantungkan disampingnya. Waktu menunjukkan 12 malam pertanda jam tidur nyenyak melepaskan lelah.

Faro resmi dilantik menjadi Dokter spesialis jantung dan mengabdi di rumah sakit tempat Reza bekerja sejak dua bulan yang lalu.

Setiap kali melihat maupun memakai pakaian kebanggaannya itu, teringat janji yang pernah diucapkan kepada adeknya. Disatu sisi dia ingin mengetahui  perkembangan penyakit Adeknya, namun di sisi lain kekecewaan bersemayam di hatinya, menghancurkan kepercayaannya.

Lamanya Faro bergelut pemikiran menggoyahkan hati, membuatnya muak. memutuskan pergi keruangan rawat kembarannya.

Lorong-lorong yang tampak sepi terdengar suara gaduh dari kejauhan.
Dorongan brangkar dibawa cepat oleh perawat dan dua orang berantakan.

Faro mematung ketika melihat jelas siapa mereka, apa lagi orang yang terbaring mengenaskan di brankar.

“A ... dek” 

Adek yang dia abaikan terpejam erat dengan wajah yang pucat beserta darah menghiasi mulut dan bajunya.

Reza setia melakukan CPR, perawat yang berada di samping kepala Dande terus memompa ambubag yang terkotori darah.

Fitri menangis sesenggukan memegang tangan anak semata wayangnya. Jatuh terduduk ketika brangkar itu ditelan pintu IGD. Dirinya begitu takut keadaan Dande sekarang, padahal waktu check up siang tadi, anaknya masih baik-baik saja.

Flash back on

Kenapa harus Adek ... hiks”

Reza menghapusnya air mata istrinya. “Aku janji secepatnya Adek mendapatkan  penggantinya.” 

Fitri melepaskan pelukan Reza, entah kenapa perasaannya tidak tenang memikirkan anak semata wayangnya.

“Mas, aku mau minta maaf  sama Adek. Aku udah jahat diemin Adek.”

Reza tersenyum.“ Besok aja ya? Pasti sudah Adek tidur.”

“Nggak Mas, aku nggak bisa tenang  sebelum lihat Adek.” Reza hanya mengangguk pasrah

Mereka berjalan menuju Kamarnya Dande. Sayup-sayup mereka mendengar orang muntah di dalam kamar anak mereka.

'BRAK'

Dengan tergesa-gesa Reza membuka kamarnya Dande. Mereka membola apa yang mereka lihat, sosok rapuh itu terkapar lemah di genangan darah di sekitarnya.

“ADEK!”

Fitri berlari menghampiri tubuh itu. tak peduli darah mengotori bajunya. Reza berusaha untuk tenang, dia tidak boleh panik. Diambil alih tubuh anak semata wayangnya, memberikan pertolongan pertama.

“Panggil ambulance!” ucap Reza. Menyadarkan istrinya yang hanya menangis tanpa berbuat apa-apa.

Tangan dan bibir Fitri bergetar menelpon ambulance,  jantungnya serasa berhenti berdetak tak sanggup melihat anak semata wayangnya sekarat di depan mata.

Flash back Off

Satu jam lebih Fitri menunggu pintu itu dibuka, belum ada tanda-tanda mereka selesai menangani anak semata wayangnya. Untuk pertama kalinya Fitri di hadapkan situasi mengerikan seperti ini. Biasanya kalaupun Dande collapse tidak sampai begini.

'CKLEK'

Fitri langsung menghampiri Reza yang keluar ruangan IGD. “Mas Adek baik-baik aja 'kan?”

Reza membawa Fitri ke dalam pelukannya. “Kita berdoa ya? Semoga Adek bisa melewati masa kritisnya.”

Tangis Fitri pecah mengetahui kondisi anaknya jauh dari kata baik.

Ruangan IGD dibuka lebar, beberapa perawat mendorong brangkar Dande ditemani banyak alat-alat menempel di tubuhnya. Fitri
dan Reza senantiasa mengiringinya ke ruangan ICCU.

Tanpa mereka sadari Faro mendengarnya. Kakinya lemas bersama hatinya dihantam keras. Terhenyak kondisi adeknya mengkhawatirkan.

TBC

Salam Manis Popon

Dandelion [OPEN PO]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora