Orang-orang yang terkumpul—pihak brand, Advertising, event, kru, dan tentu aja gue dan Sammy mendengarkan beberapa kata-kata Wira. Tapi fokus gue sama sekali nggak di sana. Sejak membaca pesan kalau Jordan sudah di parkiran dan akan naik sebentar lagi, gue udah gugup aja, perut gue juga rasanya mules-mules menyebalkan. Gue celingukan ke pintu masuk, berusaha menemukan Jordan di antara kerumunan orang-orang. Duh, kok gue makin gugup ya?

"Udah datang belum, Sam?" bisik gue. Kali aja Sammy ngeliat Jordan kan.

"Nggak keliatan sih, beb. Tapi kan kata Mea udah di sini."

Gue mengangguk sambil lalu. Mea emang tadi ngasih kabar kalau Jordan udah on the way sekalian setengah ngancem gue biar nggak macem-macem ama Abangnya. Hah, Mea nggak seru.

"Gue nggak lagi jelek kan?" Gue meminta Sammy meluruskan pandangannya ke gue.

Gue tahu gue selalu cantik paripurna dalam segala keadaan, tapi kali aja kan, kali aja gegara efek mules trus gue jadi kurang enak gitu diliatnya. Gelengan Sammy didetik selanjutnya bikin gue bisa bernapas lega.

"Tuh, sana-sana, Bi." Sammy heboh sendiri menunjuk ke pintu masuk.

Gue menarik napas sebentar sebelum berbalik. Pas kepala gue memutar, gue cuma bisa menahan napas selama beberapa detik. Ya Tuhan ini calon suami masa depan gue gantengnya kelewatan! Bikin kaki gue jadi lemes sendiri. Duh Bianca jangan jatuh, jangan jatuh. Sambil mencoba menguatkan kaki-kaki gue supaya bisa diajak kerjasama, gue menghampiri Jordan.

Jordan pakai kemeja putih dengan chino aja udah bisa bikin gue panas dingin, apalagi kalau nggak pakai apa-apa!

"Selamat ya. Abang nggak tahu harus bawa apa, trus Mea nyaranin bawa bunga jadi ini buat kamu." Sambut Jordan begitu kita bertemu.

Bunganya gue terima dengan segenap hati sambil janji nanti kalau gue pulang ke rumah Mami, bunganya mau gue taruh di kamar.

"Makasih lho Bang, harusnya nggak perlu repot-repot. Udah mau mampir ke sini aja udah cukup kok." Gue senyum manis tapi si Sammy malah cekikan di sebelah gue kayak hantu. Dia pasti ngejek nada suara gue yang dibuat selembut mungkin.

"Sama-sama." Jordan tersenyum tipis.

"Hai, Jordan. Masih ingat nggak? Udah lama sih kita nggak ketemu, mungkin elo lupa. gue manajer Bianca. Panggil aja Sam." Kini giliran Sammy yang sok-sok lembut. Tapi tangannya udah mulai jelatatan main colek lengan Jordan. Gue mengeram sekilas padanya.

"Oh iya, Sam. Masih ingat kok. Kan selama ini cuma kamu yang tahan kerja sama Bianca." Jordan terkikih geli. Bikin dia kelihatan semakin muda dan manis. Aw.

"Ih, bang Jordan," gue nggak terima tapi seneng anjir.

"Yang sabar ya sama Bianca. Dia udah kayak adik sendiri jadi kalau nanti ada apa-apa laporin aja."

Entah Jordan bercanda atau enggak tapi gue bakal inget baik-baik kata-katanya. Oke. Kalau ada apa-apa, gue mau banget dilaporin ke Jordan.

Selagi kita asik ngobrol, gue bisa melihat orang-orang di sekeliling mulai memperhatikan gue dan Jordan. Apalagi setelah Sammy pergi buat bawa barang-barang gue ke mobil. Gue memanfaatkan moment ini sebaik mungkin dengan mendekatkan diri ke Jordan. Boleh juga kalau sampai di muat di akun gosip biar gue bisa sepuasnya manggil Mea adik ipar kalau ketemu nanti.

Tapi nggak berlangsung lama sejak pembicaraan gue dan Jordan yang sebenarnya didominasi oleh pertanyaan standar—sibuk apa, kerja di mana, dan sejenisnya, Jordan kelihatan terkejut beberapa saat lalu pandangannya fokus ke satu titik di belakang gue. Gue menengok ke belakang agak meyipitkan mata karena nggak tahu betul bagian mana yang Jordan lihat.

Sweet Escape [SELESAI]Where stories live. Discover now