5. Kenal Lebih Jauh, Katanya

Start from the beginning
                                    

Ponsel gue berdering-dering dari saku celana. Duh, paling males kalau lagi mikir begini terus ada yang gangguin. Apalagi kalau ternyata itu dari orang nggak jelas yang kepo sama kasus baru gue.

Tapi ternyata yang nelpon adek gue, Becca.

"Gue baru aja ngeliat berita dan nonton video lo berantem, Kak! Hahahah, kocak sih tapi lo keren bisa bikin tuh cewek bonyok!"

Suara Becca kontras banget sama rasa khawatir gue dan Sammy. Dia ketawa-tawa seolah gue baru aja menang MMA. Pantes semua orang bilang gue dan Becca bener-bener kayak copyan. Udah sama-sama cantik, otaknya juga sama-sama geser.

"Kapan coba gue nggak keren?" gue menyibak rambut, sok-sok-an padahal nyali gue lagi ciut. "lo ngeliat komen nggak?"

"Ye, nggak diliat juga gue tahu lo di maki-maki di sana. Tapi tetep lo the best deh."

Gue ketawa sampe Sammy natap gue aneh. Duh, Sammy pasti nggak ngerti kalau gue bilang Becca bangga karena aksi gue semalam.

"Tapi ya sebangga apapun gue sama lo, tetep lain cerita di mata Mami."

Nah, ini. Gue sudah menduga dia pasti nelpon karena Mami khawatir sama gue.

"Bilang aja ke Mami gue nggak apa-apa. Masalahnya bakal cepat selesai."

"Ya udah. Tapi dapat pesen jangan ulangin katanya. Trus mau pulang ke sini kan lo nanti?"

Setelah angkat kaki beberapa hari yang lalu dari apartemen Gwen, gue memutuskan untuk sementara nggak mau pulang ke rumah Bokap. Ditambah ada skandal semacam ini. Papi pasti bakal ngomel, seolah peduli dan gue paling benci saat dia seperti itu. Makanya beberapa hari terakhir gue balik ke rumah Mami.

"Iya, bakal nginap lagi di sana nggak apa-apa kan? Mami belum berniat ngusir gue kan?"

Suara tawa Becca yang renyah terdengar. Sepertinya buat Becca segala kasus gue bukan masalah makanya dia bisa sangat santai bertanya bahkan nggak segan memberi gue pujian.

"Belum sih, kasian juga katanya sama lo," gue tahu kalimat itu sepenuhnya bercanda. "Ya udah deh, itu aja. Jangan lupa kado gue minggu depan ya! Bye!"

Coba aja orang-orang bisa santai menghadapi kasus gue kayak bagaimana Becca menanggapi.

Becca emang mirip banget sama gue, orangnya bodo amat dan santai. Sekarang dia udah ditahun ketiga SMA nya dan bentar lagi mau lulus. Kita beda enam tahun, tapi bisa lengket kayak perangko kalau lagi jalan berdua. Dan kayak yang gue bilang kemarin, dia tinggal bareng nyokap setelah orang tua kita cerai.

Meski kita hidupnya terpisah sejak itu, gue tetep sering ngunjungin Becca ke rumah Mami. Gimanapun kondisi keluarga kita, gue nggak mau Becca ngerasa kehilangan sosok-sosok penting dalam hidupnya, kayak gue misalnya. Wajar aja, ortu kita cerai pas Becca masih sepuluh tahun, masih kecil banget dan dia pasti nggak ngerti kenapa dia dan Mami harus pindah sementara gue dan bokap enggak.

Satu-satunya perbedaan mencolok gue sama dia adalah bagaimana kita berdua memandang bokap gue atau Papi. Karena Becca nggak begitu mengerti alasan kenapa orang tua kita cerai, dia bisa santai mengunjungi Papi dan jalan sama Papi. Dia emang nggak deket sama Sandra, tapi dibanding gue, dia bisa bersikap jauh lebih sopan. Nggak jarang gue nawarin dia buat tukar tempat aja, dia tinggal sama Papi dan gue sama Mami, tapi dia dengan santainya selalu ngomong, "Enggak ah, gue nggak mau elu bikin Mami khawatir dan makin jauh sama Papi."

Dia nggak tahu aja, gue bukannya nggak bisa membangun hubungan baik sama Papi dan keluarga barunya. Tapi gue emang nggak mau.

***

Sweet Escape [SELESAI]Where stories live. Discover now