[°33]

5.4K 647 137
                                    

Guanlin melempar batu ke dalam air danau yang letak nya jauh dari rumah juga sekolah, ia pastikan tidak ada satu orangpun yang mengenalnya. Setelah melihat Raenjun-na bersama Jeno saat di sekolah tadi membuat Guanlin berfikir, apa lebih baik ia mundur dan merelakan Raenjun-na untuk Jeno? Atau tetap maju memisahkan keduanya? Jika Guanlin maju itu artinya Guanlin menjadi pihak ketiga dan berperan jahat? Ck Guanlin tidak mau.

"Kenapa sih setiap cinta sama seseorang selalu diterobos sama oranglain? Kenapa tuhan!!!!" adu Guanlin drama berpura menangis tersedu. Kalaupun ada kamera pasti mereka akan mengibarkan bendera putih, sangat tidak berbakat.

Guanlin mengangkat kepalanya merasa ada seseorang ikut duduk di sampingnya. Percaya atau tidak tapi ini bukan mimpi. Bagaimana Raenjun-na bisa ada disini juga? Padahal Guanlin sudah sangat yakin kalau ia pergi sendiri tanpa diikuti oleh siapapun saat pulang sekolah.

"Kau ke—"

"Ini." Raenjun-na memberikan sebungkus cokelat kepada Guanlin.

"Untukku?" dibalas anggukan namun tidak kunjung diterima. Bukankah Raenjun-na membelikan cokelat ini untuk Jeno? Lalu kenapa diberikan kepadanya? Atau ditolak karena Jeno tidak menyukai cokelat dan diberikan kepada Guanlin agar tidak membuang-buang?

"Kata orang kalau sedang sedih lalu memakan coklat akan mengurangi rasa sedih jadi, ini makan saja." karena tidak diambil juga akhirnya Raenjun-na menarik tangan Guanlin lalu ia berikan dengan paksa. "Aku memang tidak tau kesedihan apa yang kau rasakan tapi aku yakin setelah memakan coklat itu kau akan merasa lega."

"Tapi ini—"

"Jeno sudah aku berikan, dan itu khusus untukmu."

Guanlin menatap cokelat di tangannya penuh tanda tanya. Kenapa Raenjun-na membelikan cokelat khusus untuknya? Padahal sebelumnya Raenjun-na tidak ada tanda-tanda ingin membelikannya. Memang Raenjun-na laki-laki penuh kejutan, tidak bisa ditebak.

Raenjun-na menghela nafas panjang menikmati angin berhembusan memberikannya kesejukan. Memang tidak salah mengikuti Guanlin. Ia fikir Guanlin akan berpergian ke tempat, ya layaknya seseorang sedang patah hati seperti bar atau tempat bermaksud tertentu tapi kenyataannya datang ke danau yang entah ia sendiri tidak tau sejak kapan ada danau disekitar sini.

Netranya melirik Guanlin yang tengah memakan cokelat sembari memandang air danau. Mungkin wajah Guanlin terlihat ceria, tapi Raenjun-na yakin isi hati Guanlin sangat bertolak belakang.

"Terkadang yang membuat kita tertawa dan senang setiap saat tidak selamanya membuat kita bahagia, justru yang membuat kita selalu merasa kesepian itu yang membuat kita bahagia," ucap Raenjun-na membuat Guanlin berhenti memakan cokelat dan lebih memilih meliriknya.

Tunggu, apa maksud dari ucapan Raenjun-na tadi? Kenapa secara tiba-tiba Raenjun-na mengatakan itu? Memangnya siapa yang kesepian?

"Maksudnya? Aku tidak mengerti," sahut Guanlin mengernyitkan dahinya.

Raenjun-na menoleh. "Tidak mengerti?" Guanlin menggeleng singkat. "Kalau begitu jangan ucapkan kata-kata cinta lagi kepadaku kalau kalimat sederhana seperti itu saja tidak bisa kau pahami," desis Raenjun-na kesal dengan cepat sembari berdiri berniat meninggalkan Guanlin namun dicegah.

"Tunggu, maksudku—"

"Lepas."

"Raenjun-na."

"Aku bilang lepas!" Guanlin melepas tangan Raenjun-na. Ia terkejut dengan sikap Raenjun-na barusan, tidak seperti biasanya. Agak agresif? Iya seperti itu. Lagipula Guanlin ingin bertanya kenapa dibentak? Salahkah bertanya?

 Lagipula Guanlin ingin bertanya kenapa dibentak? Salahkah bertanya?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MAFIA [DoyRen] ✓Where stories live. Discover now