JARINGAN ISLAM NUSANTARA (JIN) ADALAH PENERUS JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL)

5 0 0
                                    

JARINGAN ISLAM NUSANTARA (JIN) ADALAH PENERUS JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL)

Umat Islam di Indonesia yang masih mencintai al-Qur’an dan as-Sunnah, kian dibuat sakit hati dengan munculnya orang-orang yang memiliki keyakinan bebas berbicara atas nama agama seenaknya. Merekalah orang-orang liberal yang tergabung dalam Jaringan Islam Liberal (JIL).

Para liberalis seperti mereka memiliki pemikiran bahwa agama Islam bisa dibuat warna-warni, tergantung pada penafsirnya.

Menurut mereka, kita bisa menafsirkan agama sesuai dengan akal dan pemikiran yang kita miliki. Semua orang tidak boleh mengklaim bahwa penafsirannya paling benar.

Jika demikian yang mereka inginkan, sungguh hal ini mengerikan. Orang bisa menafsirkan agama Islam sesuai selera masing-masing; sementara semua orang wajib saling menghormati penafsiran setiap individu.

Artinya, kebenaran yang diyakini oleh seseorang bisa jadi benar, bisa jadi pula salah. Lebih parah lagi: agama Islam belum tentu benar, karena agama lain bisa jadi memiliki kebenaran.

Astaghfirullah. Mereka tidak meyakini bahwa agama Islam adalah agama yang paling benar. Jika pernyataan di atas dilontarkan oleh nonmuslim, bisa dimaklumi.

Akan tetapi, mereka menyatakan diri sebagai muslim. Sebagian mereka membanggakan diri sebagai anggota salah satu ormas Islam besar di Indonesia salah satu ormas Islam besar di Indonesia.

Berawal dari obrolan di Jl. Utan Kayu No. 68H, Jakarta Timur, mereka membuat sebuah forum sederhana.

Tokoh liberal pun bermunculan, seperti Goenawan Mohamad (redaktur senior Majalah “Tempo”), Akhmad Sahal, Nong Darol Mahmada (aktivis perempuan), M. Luthfi Assyaukani, dan Ulil Abshar Abdalla—yang sebenarnya diharapkan menjadi tokoh kiai Nahdhatul Ulama (NU).

Forum tersebut pada hakikatnya adalah kumpulan pegandrung sastra, seni, teater, musik, film, dan seni rupa. Awalnya mereka berbicara di dunia maya lewat milis (mailing list). Kemudian berlanjut di radio-radio dengan tema “Agama dan Toleransi”. Jalur media cetak juga mereka tempuh dengan menulis bahasan “Kajian Islam”.

Melalui media cetak, muncul tokoh seperti Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra, Jalaludin Rakhmat, Masdar F. Mas’udi, dll.

Mereka selalu membahas pengutakatikan masalah agama yang tidak perlu dibahas, di antaranya tentang emansipasi wanita, perbandingan antaragama, dan kebebasan dari kungkungan agama tertentu. Sebuah harian yang terbit di Surabaya menampilkan rubrik khusus satu halaman yang menampilkan kajian liberal. Demikian pula beberapa harian lokal di bawah manajemennya.

Berikutnya, muncul secara resmi situs liberal http://www.islamlib.com yang dipublikasikan pada akhir Juli 2001. Dengan situs tersebut, kaum liberalis menegaskan bahwa mereka mengusung pemikiran Islam liberal.

Tentu saja, pihak yang diuntungkan dalam kondisi ini adalah para musuh Islam dari kalangan kaum kafir Yahudi dan Nasrani, para politikus dan orang-orang yang hanya memiliki pemikiran nasionalis tanpa berpikir tentang agama.

Upaya yang dilakukan oleh JIL sudah pernah dilakukan oleh sekian banyak pihak, tetapi tidak berhasil. Di antaranya Musthafa Kemal Ata Turk yang dikenal sebagai “Bapak Turki”.

Dia berupaya menjadikan Islam memiliki warna budaya Turki murni, seperti azan dengan bahasa Turki. Siapa pendukungnya? Michel Aflaq, seorang Nasrani.

Demikian pula Islam Liberal. Mereka didukung oleh penyandang dana asing sehingga jaringannya semakin besar. Sebagian pihak yang merasa diuntungkan oleh adanya Islam Liberal memberi bantuan dana lantaran khawatir akan munculnya “Islam Radikal” atau Islam fundamentalis.

Istiqomah Di jalan AllahWhere stories live. Discover now