Chapter 08

569 64 9
                                    

Kemungkinan besar, nasib kuda lebih baik. Meskipun kerap dimanfaatkan, tetapi hewan itu memiliki porsi untuk disayangi dan dijaga perasaannya oleh pemiliknya, bukan hanya dimanfaatkan tenaganya saja.
_________________________

Angin malam seakan menusuk kulit sehingga tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata, bertambah gemercik air hujan yang menimpa genangan air serta suara jangkrik yang mengisi kesunyian.

Asheeqa masih tidak beranjak dari tempatnya. Pikirnya, kemungkinan besar Fadlan akan mengusirnya setelah menyiksanya habis-habisan. Tetesan darah masih setia mengalir pada dahi serta rahangnya, dan jangan melupakan wajah Asheeqa yang tampak memerah mengelupas, akibat minyak panas yang disiramkan oleh Fadlan tepat di wajahnya. Beruntungnya tidak sampai berbekas hitam, karena minyak tersebut tidak terlalu panas.

Asheeqa menengadahkan kepalanya seraya menatap bintang-bintang di langit, dengan sesekali mengangkat tangan kanannya seolah ia sedang menyentuh benda langit tersebut.

"Asheeqa, lelah. Tapi, Asheeqa harus tetap bertahan untuk ayah." kata Asheeqa yang tersenyum sendu.

"Ayah, izinkan Asheeqa merasakan pelukan hangat dari sosok ayah." Asheeqa kembali menjeda.

"Kalau Asheeqa meninggal, apakah ayah akan menangis karena kepergian Asheeqa? Apakah, ayah akan memeluk Asheeqa?" ucap Asheeqa yang sama sekali tidak melunturkan senyumnya, tetapi hati kecilnya tidak bisa berbohong, bahwa kesedihan itu selalu menemaninya setiap saat.

Asheeqa mengambil pisau kater dari dalam sakunya, kemudian menggoreskannya tepat pada punggung tangannya. Seperti inilah hidup Asheeqa yang penuh dengan tokoh antagonis. Hanya dengan menyakiti dirinya sendiri, Asheeqa sudah bisa merasakan kedamaian.

Namun, siapa sangka bahwa Fadlan sedang memperhatikannya dari dalam rumah, melalui jendela. Fadlan sangat jelas mendengar setiap perkataan Asheeqa, hanya saja Fadlan tidak melihat apa yang sedang dilakukan anaknya, karena posisi Asheeqa membelakanginya.

Ada perasaan kasihan, hingga tanpa sadar air matanya telah mengalir membasahi pipinya. Namun, Fadlan selalu menyangkal dan memilih untuk mementingkan logika yang sangat membenci anak kandungnya. Mencoba mengalihkan pandangan untuk tidak terlalu larut dalam perkataan Asheeqa. Namun, kembali lagi dengan hatinya yang sangat ingin memeluk putri kandungnya dan memohon maaf atas semua kesalahannya.

"Ah, menyebalkan." Fadlan beranjak untuk kembali ke kamarnya, meninggalkan Asheeqa yang masih bergeming di tempatnya.

--oOo--

Kumandang azan Subuh telah terdengar, Asheeqa terbangun dari tidurnya. Gadis itu teringat bahwa semalam dirinya sama sekali tidak beranjak untuk masuk ke dalam rumah dan membiarkannya terlelap di atas rumput tanpa alas.

Asheeqa beranjak menuju kamar mandi untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Walaupun kata ayahnya, Asheeqa bukanlah orang baik, tetapi gadis itu tidak pernah meninggalkan kewajibannya. Sebab, Nurul pernah berkata bahwa salat lima waktu adalah kewajiban bagi orang-orang yang beriman.

Jika tidak bisa melaksanakan salat dengan berdiri, maka kerjakanlah dengan duduk. Jika tidak bisa melaksanakan salat dengan duduk, maka kerjakanlah dengan berbaring. Jika dengan berbaring tidak bisa, maka kerjakanlah dengan mengedipkan mata. Jika dengan mengedipkan mata masih tidak bisa, maka niatlah dalam hati. Jika dalam hati masih tidak mampu, alangkah baiknya disalatkan saja. Karena, sesungguhnya salat itu wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan.

Asheeqa melantunkan ayat al Quran dengan kemantapan hati serta niat yang baik.

فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ .

Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔Where stories live. Discover now