"Shikadai pinjem bolpoint dong, bolpoint ku isinya habis nih. Aku mau kasih nama digambaranku soalnya." Inojin sudah memintanya sebanyak 3 kali namun jawaban Shikadai tetap saja sama.

"Tidak boleh, wleeee... " Shikadai justru mengejek dengan menjulurkan lidahnya dan memamerkan bolpoint nya didepan Inojin.

"Ihhh, pelit banget sih.!!" Inojin geram, dengan cepat ia merebut bolpoint yang ada pada genggaman Shikadai dan mematahkannya hingga menjadi 2 bagian kemudian melemparnya keluar melalui jendela kelas yang terbuka. Membuat sang pemilik melotot tak percaya dengan apa yang sudah dilakukan oleh temannya itu.

"Kenapa kamu rusak bolpoint ku.? Padahal itu hadiah ulang tahun dari ayahku." suranya terdengar begitu lirih dan sendu seolah tengah meratapi barang yang baginya begitu berharga tiba-tiba dirusak begitu saja. Shino yang akhirnya menyadari pertengkaran itu pun mendekat dan mencoba untuk melerai keduanya.

"Ada apa ini.?" Tanya Shino

"Sensei, aku hanya ingin meminjam bolpoint milik Shikadai karena milikku tintanya habis. Tapi dia tidak memperbolehkan dan malah mengejekku." Ujar Inojin membela diri.

"Itu tidak benar." Shikadai pun tak tinggal diam disalahkan.

"Iya itu benar.!!"

"Tidak benar.!!"

"Benar.!!"

"Tidak.!!"

Shino semakin frustasi melihat murid-muridnya bertengkar tanpa henti. Ia pun memutar otak untuk mencari cara agar bisa mendamaikan kedua muridnya yang sedari tadi bertengkar terus. Namun rasanya, keberuntungan tengah memihak pada Shino. Bel sekolah yang menandakan waktu pulang berbunyi dengan kencang.

"Baik anak-anak kumpulkan pekerjaan kalian dimeja guru ya. Dan kalian berdua sudah tidak usah bertengkar lagi. Nanti kan bolpoint nya bisa beli yang baru. Oke."

Meski dengan perasaan yang begitu tidak rela, Shikadai hanya mengangguk dan beranjak ke depan kelas untuk mengumpulkan gambarannya yang sudah selesai diwarnai.

.

.

.

Shikadai berlari sekencang-kencangnya menuju rumahnya. Ia ingin menangis dikamar untuk melampiaskan rasa kesalnya pada Inojin. Bahkan tanpa mengucap salam Shikadai masuk kedalam rumah dan langsung menuju kekamarnya. Mengabaikan sang ibu yang melihatnya dengan tatapan keheranan.

Brakk.!!

Pintu kamar itu ditutup dengan begitu kasar. Shikadai tak peduli akan dimarahi oleh ibunya, yang penting saat ini ia ingin meluapkan emosinya sendirian.

"Ihhh Inojin jahat.!!! Kenapa sih harus bolpoint yang itu yang dirusak dan dibuang.!!! Itu kan bolpoint kesayangankuuu.!! Hiks.. hiks.." Air matanya tak lagi bisa dibendung, Shikadai menenggelamkan wajahnya pada bantal untuk meredam suara tangisnya agar tak didengar oleh sang ibu.

Namun, Temari sudah terlanjur mengetahui kalau ada yang tidak beres dengan sang anak. Akhirnya wanita asal Sunagakure itu pelan-pelan mengetuk pintu kamar Shikadai, meminta ijin terlebih dahulu sebelum masuk.

Tok -tok -tok

"Shikadai, ibu masuk ya nak."

Meski tak ada jawaban, Temari tetap menggeser pintu dihadapannya itu. Dan apa yang dia lihat adalah anaknya yang tengah tengkurap diatas kasur. Suara tangisannya tak terlalu kencang tapi masih bisa didengar dengan jelas oleh Temari.

Temari berjalan mendekat dan ikut duduk ditepian ranjang kemudian dengan penuh atensi dibelainya kepala nanas sang anak yang menghadap kebawah. Dan meskipun Shikadai sudah tahu keberadaan sang ibu, ia tetap diam. Tak peduli ibunya akan mengatainya cengeng atau lemah.

Kamu Imam Ku (ShikaTema)Where stories live. Discover now