24 • Panti Asuhan

567 123 4
                                    

Selamat membaca dan jangan lupa vote dan komennya! ❤

Kembali di malam itu, Jeno tampak pucat dengan ekspresi mukanya yang datar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kembali di malam itu, Jeno tampak pucat dengan ekspresi mukanya yang datar. Ia membuka pintu rumahnya, melempar jaket kesayangannya ke sembarang tempat. Melepas sepatunya yang lalu ia lempar ke rak sepatu.

Ia menghela napas panjang, membanting tubuhnya di kasurnya yang satu ruangan dengan ruang makan. Menaruh satu tangan di atas jidatnya, ia memejamkan mata. Mengingat apa yang terjadi tadi. Doyoung, Dhisa, dan Mark sudah mengetahui semuanya. Mau ia mengelak pun tidak guna.

Dia kembali bangun, mengambil cangkir di meja makan, mengambil air dari teko besar. Ia meminum air putih itu dan bergumam dalam hatinya, "Apa ini tandanya gue harus berhenti?"

Benar-benar kacau, hidupnya akan makin berantakan setelah ini. Jeno merenungkan sesuatu yang seharusnya tak ia lakukan. Ia berjalan memutari meja makan sambil terus merenungkan itu.

"Ini gak bener."

"Kalau gue dilaporin? Ditangkap? Masuk penjara?"

Ia terus berdialog dengan dirinya sendiri sepanjang malam. Hingga tiba di mana seorang Jeno yang selama ini dikenal orang lain berubah menjadi seseorang yang cengeng dan emosian. Dia menyadari semuanya, dia mengingat semua kejadian waktu itu, di kala semua mulai terjadi.

Flashback on

Pyarrr

Suara piring dan cangkir pecah

"Aaaaa!! Pergi dari sini!!" seru Ayah Jeno sambil terus melempar piring ke arah kaki Jeno.

Jeno berjalan mundur menjauhi pecahan piring sambil berteriak dengan sangat keras, "Ayah! Sadarlah!!"

Ayah Jeno yang sempoyongan karena baru saja pulang dari minum-minum ditambah ia yang sedang depresi kehilangan istrinya yang baru meninggal belum lama itu. Tiap malam deru suara pecahan piring setiap ayah melihat Jeno di rumahnya.

"Pergi kamu beban keluarga! Coba saja kamu tidak bolos sekolah ibumu tidak akan pergi mencari mu dan kecelakaan!"

Jeno meneteskan air matanya, dunia sudah tak berpihak padanya. Ia pergi keluar dari rumah malam itu. Ia hanya berlari tanpa arah sambil menangis dengan kencang. Ia hanya berharap dengan tangisan yang keluar ini, ia bisa lega. Itu yang diajarkan ibunya.

"Menangislah, air mata itu bukan tanda bahwa kamu lemah. Itu artinya hati kamu sudah tidak mampu memendam semuanya."

Jeno duduk di depan toko yang sudah tutup, malam makin gelap. Jalanan sudah sepi, bahkan seorang pun tidak ada. Jeno menidurkan tubuhnya di bangku tempat ia duduk tadi sambil perlahan memejamkan matanya.

⛔⛔⛔

Drrttt

Suara getar ponsel Jeno membangunkannya, jam ponsel menunjukkan pukul enam pagi. Dan kakek Jeno telah menelponnya beberapa kali. Jeno mengangkatnya.

Kelas Atas [NCT] ✔Where stories live. Discover now