6

104 12 2
                                    

Hari begitu gelap, semua memutuskan untuk beristirahat dan membuat makan malam dengan bahan seadanya. "Kita buat api disini."

Youngmin menurutkan seorang lansia yang ia gendong di punggung, memastikannya hangat dan baik-baik saja. Kemudian pergi untuk mencari kayu bakar. Bersama rekan-rekannya yang lain.

Tentara yang pergi ke utara lebih banyak sebab para lansia keseluruhan pergi ke utara. Bersama dengan 3 wanita dan 2 anak berusia 6 tahun. Dan para lansia memiliki satu tentara untuk menggendong mereka setiap mereka kelelahan atau tak sanggup lagi berjalan.

"Punggungku pegal sekali." Keluh seorang rekan, dan Youngmin mengiyakannya dalam hati. Punggungnya juga benar-benar pegal.

"Apa kalian baik-baik saja?" seorang wanita menghampiri, "Kami bisa memijat kalian, mungkin."

Tentu para tentara tak menyia-nyiakannya. Kecuali Youngmin, yang hampir memukul kepalanya sendiri karena membayangkan 'kalau saja ada Donghyun disini'

"Apa anda juga ingin dipijat?" seorang wanita terus bicara sembari memijat bagian bahu dan punggung salah seorang temannya. "Anda yang paling lama menggendong tadi, pasti pegal sekali."

Youngmin tersenyum kecil, "Aku hanya butuh tidur sebenarnya."

Pemuda itu memilih pergi. Sementara pikirannya tak bisa mengenyahkan wajah Donghyun dan bayinya.

Apa pemuda itu baik-baik saja? Apa Hyunmi sudah makan?

Dan ia telah menyadari bahwa dirinya sedang berada di dalam lubang hitam.

Sialnya lagi, lubang hitam itu menawarkan sejuta keindahan dalam galaksinya.

Malam sudah begitu larut, dan Youngmin memilih untuk tetap membuka kelopaknya. Memikirkan betapa cantik galaksi milik Donghyun, dan meski wajahnya kotor dan kusam, Youngmin bisa melihat kepolosan disana.

Donghyun benar-benar menarik seluruh atensinya.

"Tidak tidur? Kau perlu energi untuk besok." Seorang rekan menghampirinya, "Apa kau merindukan adikmu?"

"Yah," Youngmin kehabisan jawaban, "aku merindukan semuanya. Tidak hanya adikku."

Namun ia lebih merindukan bayi perempuan dan seorang pemuda yang bersamanya. Bagaimana bayi itu membuka manik dan menatapnya lucu. Bagaimana Donghyun yang mengayunkan tubuhnya saat menidurkan si bayi.

"Perang memang memuakkan." Tentara itu bicara dengan nada gusar, "Aku ingin ini semua cepat berakhir dan kembali pada ibuku."

"Aku kehilangan kabar orangtuaku sejak dua tahun yang lalu," kali ini nada bicaranya terdengar pahit. "dan kakakku mati dalam pertempuran beberapa bulan lalu."

"Kau dapat kabar tentang adikmu?"

"Terakhir seminggu yang lalu, ketika dia memasuki kapal dan menjadi angkatan laut."

Seniornya itu mengajak bicara, dan Youngmin sedikit bersyukur karenanya. Sebab perhatiannya telah teralihkan dari bayang pemuda Kim.

"Semoga ada gisaeng baru nanti, aku butuh hiburan."

"Eiyy~ pikiranmu itu." Youngmin menyikut seniornya, tertawa lebih keras—sebenarnya bukan tawa yang tulus. "Sudah pasti ada banyak, kau kan populer."

Si senior berhenti mengelap senapannya. Wajahnya tampak malu-malu, "Padahal aku sudah memiliki pujaan hati." Akunya.

"Seorang gisaeng?" tebak Youngmin asal, mencoba untuk mengangkat percakapannya, "Eum... biar kutebak... dia bertubuh mungil?"

"Tepat!" seniornya itu tampak bahagia, "Kau pasti ingat! Betapa cantiknya ia dalam balutan hanbok hijau cerah!"

"Tentu, kau membicarakannya sepanjang malam waktu itu."

Sang senior tak menjawab, hanya nyengir tanpa merasa bersalah. Namun Youngmin bisa melihat rona samar diwajahnya.

"Tidakkah kau berpikir untuk menikah?"

Youngmin dibuat bisu dengan pertanyaan itu.

Menikah? Ia tersenyum pahit. "Entahlah." Jawabnya singkat.

Pembicaraan mereka berakhir setelah itu.

Another Love || PacadongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang