Chapter 1: Pesta √

988 71 7
                                    

Haii dear selamat malam..
Hari ini jadwal update Mirenda di KBM App, jadi aku sengaja up si mahasiwi cantik dan dosen Singa di sini, kali aja ada yang mau lanjut baca 😊
***

Mirenda sudah siap ketika Jesi menelponnya, memberitahu bahwa gadis itu sudah berada di depan rumah. Dengan pelan Mirenda meninggalkan kamar demi menyusul Jesi ke depan. 

"Mau ke mana Mirenda?" langkah kaki Mirenda yang mengendap tak membuatnya luput dari perhatian sang kakak yang sedang berdiri tak jauh dari ruang tamu. 

Dengan terpaksa gadis yang lebih muda dua tahun dari Sadaan itu menghentikan langkahnya. Ia menghadap pada Sadaan dengan malas. "Kenapa sih Kak? Aku cuma mau ke pesta ulang tahunnya Jesika," jelasnya. 

"Yakin kamu mau ke sana?" pertanyaan Sadaan menunjukan ketidak percayaannya pada adik satu-satunya itu. Sadaan tahu betul tabiat Mirenda. Dia terlihat menurut di depan, tetapi membangkang di belakang. 

Mirenda berdecak sebal, "Astaga Kak Sadaan! Kalau nggak percaya ya udah," balasnya. Tentu saja Sadaan tidak percaya, tetapi melarang Mirenda adalah suatu kesia-siaan. Lagi pula malam ini Sadaan pun akan pergi bertemu teman-temannya sehingga tak bisa mengawasi Mirenda agar di rumah saja. 

"Pesta mulu, kerjain tuh skripsi! Kapan kelarnya kalau dianggurin terus?" benar, saat ini Mirenda sudah semester tujuh. Sudah seharusnya memikirkan skripsinya. Namun, bukan Mirenda namanya kalau menjadi gadis penurut yang tidak suka pesta. 

Ck. Decakan kesal itu keluar dengan mulus dari mulut Mirenda. Dia tampak tak peduli pada mata Elang milik Sadaan yang sedang mengancamnya. "Sudah semakin berani kamu, Mire?" begitu Sadaan memanggil Mirenda dengan singkatan, maka artinya Sadaan tidak suka dengan sikap adiknya itu. 

"Kak Sadaan aku cuma mau ke pestanya Jesi. Kasihan dia sudah ada di depan," kini Mirenda mengeluarkan jurus andalannya. Sikap yang tadi teramat dibenci Sadaan, tergantikan dengan sikap manis yang bertujuan merayu. Sadaan tahu itu, tetapi sekali lagi, malam ini dirinya sudah berjanji akan menerima undangan dari teman-temannya. Bisa dikatakan mereka akan melakukan reuni dadakan sebab Sadaan baru beberapa hari yang lalu kembali ke Indonesia. 

"Awas kalau macam-macam!" Mirenda tahu betul kakak semata wayangnya itu tak main-main dalam memberikan ancaman. Anggukan kecil Mirenda tunjukan demi menyanggupi aturan sang kakak. 

Setelah itu, Mirenda pergi meninggalkan rumah besar yang seolah tanpa penghuni. Bagaimana tidak, kedua orang tuanya sibuk berpergian urusan bisnis. Padahal Mikela, mamanya memiliki bisnis Wedding Cake yang namanya sudah terkenal di mana-mana. Ck. Memikirkan itu membuat Mirenda sakit kepala. Dia memang sudah terbiasa ditinggal pergi dan di rumah seorang diri. Namun, karena hal itu juga yang membuatnya jadi seperti ini. Dirinya kesepian hingga pesta adalah pelarian. 

Baiklah, lupakan tentang rasa sepi itu. Malam ini ia dan Jesi akan berpesta hingga pagi. 

"Are you ready, Mirenda?" teriak Jesi saat sahabat karibnya itu baru saja masuk ke dalam mobilnya. 

Mirenda membalas, "Aku siap!!" ia berteriak dengan antusias. Tanpa gadis berparas cantik itu sadari Jesika memiliki rencana terselubung dibalik pesta mewah yang dia adakan malam ini. 

Jesika membawa mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata hingga mereka tak memerlukan waktu untuk sampai ke rumahnya. Iya, pesta itu diadakan di rumahnya sendiri. Tak perlu khawatir tentang kedua orang tuanya, sebab Jesi sudah memperkirakan segalanya. Orang tuanya sedang pergi ke luar Negeri, sehingga rumah menjadi sepi. 

"Waww gue suka kebisingan ini, Jes," ucap Mirenda bersemangat. Sudah saatnya bersenang-senang setelah kemarin ia menangis karena merindukan keramaian. Lihat saja! Orang tuanya akan menyesal telah terlalu sibuk dan mengabaikannya sendirian. Hanya tante Uli saja yang sesekali menghubunginya. Sedang Papa dan Mamanya betul-betul sibuk dengan kehidupan mereka. 

"Ayo masuk!" suara Jesi menyadarkan Mirenda dari lamunannya. Ia segera menganggukan kepalanya, mencoba menghilangkan rasa sepinya sejak beberapa tahun ini. "Ayo!" balasnya. 

Jesika membawa Mirenda ke dalam. Ia menlarikan matanya ke segala arah demi menemukan teman-teman cowoknya. "Itu mereka! Ayo ke sana," lagi-lagi Mirenda menurut. Ia tidak tahu siapa yang Jesi maksud. Mirenda tidak mengenal siapa teman-teman cowok yang kali ini Jesi undang. 

"Kenalin, ini Mirenda temanku. Mirenda, ini teman-temanku," Mirenda mengernyitkan dahinya. Selama ini, Jesi tak pernah mengenalkan mereka padanya. Meskipun ragu, Mirenda masih menerima uluran tangan mereka. "Gue Gery, temannya Jesi. Wah lo lebih cantik dari yang pernah Jesi katakan," ucap Gery, salah satu cowok yang mengaku berteman dengan Jesi. 

"Sorry?" tanya Mirenda sebab ia mendengar Jesi pernah menceritakan tentang dirinya pada cowok di depannya ini. Mirenda sedikit penasaran kenapa Jesi melakukan itu. 

Gery mengusap belakang lehernya, "Ahh, gue sempat nggak sengaja lihat foto lo di ponsel Jesika. Gue penasaran, jadi yahh.." Geri menerangkan. 

Mirenda mengangguk, mengerti apa yang akan Gery katakan selanjutnya. 

"Sudahlah Mirenda, kalian ngobrol aja dulu. Aku ke sana sebentar," ucap Jesika. 

"Tapi Jes.. Astaga Jesi tungguin gue! Ih kok pergi??" nada suara Mirenda yang tadinya meneriakan nama Jesi kini perlahan tak terdengar. Gadis itu terlihat salah tingkah sebab harus menghadapi Gery sendirian. "Ehmm ke mana teman-teman lo?" tanyanya. Gery mengedikan bahu, "Cari cewek yang bisa diajak ngobrol kali?" jawabnya tak yakin. Mirenda terkekeh karena setiap kata yang cowok itu ucapkan terdengar berhubungan dengan keadaan mereka saat ini. 

"Mau minum?" tanya Gery usai ikut terkekeh seperti Mirenda. 

"Ehm boleh," gadis itu menjawab dengan santai karena dirinya pun tak masalah memasukan minuman beralkohol itu ke dalam mulutnya. Mirenda yakin, segelas minuman tak akan membuatnya mabuk kepayang. Setidaknya itu yang ia pikirkan setengah jam yang lalu, sebelum ia menegak minumannya. 

"Kepala gue sakit banget," keluh Mirenda sejak tadi. "Jesi di mana sih?" tanyanya entah pada siapa. Namun, ada Gery di sampingnya. 

Mirenda mengerutkan dahi, ia mengedarkan pandangan matanya. Ini bukan ruang tamu yang menjadi tempat mereka berpesta. "Ini di mana?" suaranya terdengar berat dan lirih akibat pening yang sedang ia rasakan. 

"Ke.. Kenapa kita bisa di kamar ini?" sambil memegangi kepalanya, Mirenda kembali mengeluarkan suara. 

Kening gadis berambut panjang itu kembali berkerut saat mendengar decihan dari mulut Gery. "Ternyata lo masih sanggup bicara, padahal gue udah kasih obat perangsang dengan dosis paling tinggi," ucapan Gery membuat bola mata Mirenda seakan keluar. Kini, ia sadar Gery memiliki niat buruk padanya. 

Mirenda memberontak kala Gery mulai menyentuh tangannya. "Lepasin gue, brengsek!" sebab membangkang seperti apapun ia, Mirenda tak pernah menyerahkan tubuhnya pada seorang lelaki. Gadis itu bahkan tak pernah pacaran sekalipun. Kini, dirinya harus dihadapkan pada sesuatu yang mengerikan. "Lepasin gue! Jes to..tolong.." teriak Mirenda yang hampir saja menangis. Tubuhnya mulai menunjukan reaksi yang aneh. 

Mirenda menggelengkan kepalanya, mencoba untuk tetap sadar. "Jes tolloong.." demi apa suaranya tak lagi berteriak tetapi lirih dan semakin berat. Air mata Mirenda akhirnya terjatuh juga. Mendadak penyesalan menyelubungi hati gadis itu karena hidupnya akan hancur sebentar lagi. 

"Tolol! Jesi nggak akan pernah nolong lo karena dia punya hutang budi sama gue," sahutan Gery membuat Mirenda semakin ketakutan. Di tengah hilangnya pikiran warasnya, Mirenda ingat beberapa hari yang lalu Jesi meminta maaf padanya tanpa sebab. Jadi, ini alasannya. Sahabat karib yang teramat dirinya percayai kini mengkhianatinya begitu saja. 

Mirenda tak sanggup membuka matanya lagi, ia pikir hidupnya benar-benar berakhir kali ini sebab obat yang Gery campurkan ke dalam minumannya mulai merenggut kesadarannya. 

Namun, suara pintu yang dibuka secara paksa membuat gerakan tangan Gery yang hampir saja menjangkau bagian terlarang milik Mirenda terhenti begitu saja. "Bajingan! Lepaskan dia!" disusul teriakan yang menggema dalam telinga Mirenda. Dirinya selamat, itu yang Mirenda pikirkan sebalum pening, rasa takut sekaligus kelegaan merenggut kesadarannya. 
.
.
Lanjut 👉 Wajib klik 🌟 dan tinggalkan jejak di kolom komentar 😘

Sayang kalian 💕
Awindsari, 30 Desember 2020.

Suamiku Dosen PembimbingkuHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin