23

639 148 48
                                    

Sungchan pulang ke rumahnya dan langsung disambut kebingungan karena melihat ibunya menangis tersedu-sedu.

"Kenapa Ma?" tanya Sungchan bingung.

"Perusahaan tempat papamu kerja di ambil alih perusahaan ayah Yeona. Papa dipecat begitu saja," ucap ibunya.

"Papa bisa dapat kerja yang lebih baik, Ma."

"Tapi Papamu lagi sakit, Chan. Mama bingung kita harus gimana. Apa balik ke Busan dulu?" ucap Ibunya.

Telepon berdering, menandakan ada panggilan yang masuk. Sungchan segera mengangkatnya.

"Anakku, maaf Papa belum bisa jadi sosok ayah yang baik buat kamu. Belum bisa buat kamu senang dan malah sakit duluan. Papa barusan dipecat, menambah beban Mama dan kamu lagi. Papa capek sakit terus dan buang biaya, jadi Papa putuskan untuk akhiri semuanya. Kamu anak Papa yang terbaik."

Tubuh Sungchan membatu seketika sebelum ia berusaha berteriak dengan lidahnya yang kaku.

"Halo?! Papa dimana?!"

Dengan segala kekuatannya, Sungchan berlari menuju atap apartemen orang tuanya.

Benar dugaannya, tepat di depan matanya. Ayahnya sedang berdiri di atas pembatas, menoleh ke arahnya dengan sendu sembari tersenyum, dan menjatuhkan diri.

"PAPA!"

***

Keadaan Sungchan kian lama makin memburuk. Ia masih melakukan kontak dengan Chenle, tapi tidak se intens dulu.

Ibunya tinggal bersama neneknya semenjak Ayahnya memutuskan untuk menyerah karena tidak ingin menjadi beban karena penyakit yang ia derita.

Sungchan memaksakan diri tinggal di Seoul di kontrakan kecilnya sembari bekerja paruh waktu. Beruntung, Sungchan akan mendapat beasiswa untuk kuliahnya.

"Sungchan-ah, kamu tidak bisa hidup seperti mayat begini," lirih Chenle.

"Yeona...."

"Dia akan baik-baik saja. Kamu ingat janji ayahnya? Mereka pasti menepatinya."

"Jadi bagaimana?" tanya Ayah Yeona.

"Kami menyetujuinya, tapi dengan satu syarat. Yeona harus terus hidup dengan nyaman dan terjaga," ucap Sungchan yang entah dapat keberanian dari mana.

"Hanya itu? Tentu."

"Aku tidak yakin," ucap Sungchan.

"Kamu bisa percaya dengan mereka. Lagi pula, melukai ataupun membiarkan Yeona hidup tidak ada bedanya bagi mereka. Justru jika mereka melukai Yeona, mereka harus repot-repot menutupi masalah," jelas Chenle.

Sungchan menatap foto mereka bertiga dengan sendu. "Menurutmu Yeona akan bagaimana?"

"Dia akan hidup enak dan terfasilitasi. Aku sempat mendengar ia dimasukkan ke rumah sakit jiwa untuk memulihkan mentalnya, tapi aku yakin selain itu untuk sekalian dibuang," ucap Chenle.

"Setidaknya dia mendapat hidup layak dan tidak kesepian...."

"Iya dan kamu juga harus bisa bangkit meneruskan hidup," timpal Chenle.

Chenle sebenarnya sama dengan Sungchan, sangat terpukul dengan perpisahan yang datang tiba-tiba. Namun, Chenle rasa Sungchan jauh lebih memerlukan dukungan saat ini karena kondisi keluarganya juga sedang jauh dari kata baik-baik saja.

***

Hari terus berlalu dengan Yeona yang seperti biasa hanya diam di kamar barunya di rumah sakit.

Dari yang Yeona dengar, saat ini anak-anak seangkatannya sudah mulai memasuki universitas. Sementara dirinya tertinggal— terkurung di rumah sakit.

Pintu terbuka lalu seseorang masuk dan berdehem pelan. Yeona hanya menatap lurus.

"Serahkan semua hak noona padaku."

Yeona terkekeh miris. "Apa? Hak apa lagi yang aku punya?"

"Noona masih bisa merebut posisiku untuk menggantikan Papa," ucap pria itu dengan serius.

"Aku? Dengan ini semua? Jisung-ah," kesal Yeona.

Pria yang dipanggil Jisung itu mendengus. "Noona itu licik dan cerdas. Buta tidak akan membuatmu menyerah, kau pasti sudah menyusun rencana."

Merasa dijelekkan, Yeona tersenyum miris. "Sebegitu jahatnya aku dimatamu?"

"Ya. Noona jahat."

"Lebih jahat mana dengan kau dan Ibumu yang menggeser posisi Bundaku?" lirih Yeona.

"Itu—"

"Lebih jahat mana dengan kau dan ibumu yang membuat aku kehilangan hidupku? Dan dengan bodohnya aku masih menyayangimu sebagai adik walaupun kau sangat membenciku?"

"Noona—"

Yeona tiba-tiba merasakan rasa nyeri pada dadanya, rasa sakit itu kian bertambah sampai membuat tubuh Yeona bergerak tak aturan.

"K-Kamu lihat? B-bahkan tanpa mengotori tanganmu untuk menyingkirkan akupun, aku bisa pergi sendiri," ucap Yeona terbata-bata dengan wajah yang semakin lama kian memucat.

Jisung lantas panik. "Noona?"

"Pergi Jisung! A-Aku mau nyusul Bunda."

Tanpa berpikir lebih jauh, Jisung segera keluar dari ruangan. Tidak, bukan untuk meninggalkan Yeona kali ini. Sejujurnya ia ingin sekali begitu, tapi langkah kaki dan mulutnya melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan pikirannya.

Tangan Jisung menggapai lengan pria berjas putih yang berlari menuju ruangan kakakknya. Dengan lirihan dan mata yng mulai berair, Jisung berucap, "Dokter, tolong selamatkan kakakku."

Tbc

Maaf lama up huhuhuhu.. met taun baru sobat wpku😭

19 Februari 2021

All the love,
Feli

Blind (Sungchan)Where stories live. Discover now