Seperti Dea, ujar batin Fio menduga.

Kenzie berdeham kencang, membuat Fio tergeser dari posisinya bersembunyi.
"Kemarilah Fio, akan aku jelaskan semuanya. Kau memang harus mengetahuinya," ujar Kenzie membuat Fio menegang, ia tidak mau keluar dari persembunyiannya.

"Aku tau, kau sejak tadi di sisi lemari buku." Dan Fio menunjukkan dirinya dengan muka masam, membuat Kenzie terkekeh.

Fio dengan berani menghampiri Kenzie, ia menatap tajam layar hologram yang masih menyala. Fio membelalakkan matanya terkejut.

"Bagaimana bisa?" tanya Fio dengan nada yang cukup datar, membuat Kenzie terkekeh karena Fio.

BUGH!

Tinju Fio karena sudah cukup kesal karena setiap ia berbicara pria itu selalu menertawakannya.

"Menurut Lo gimana?" Kenzie menatap Fio geli, entah mengapa ia dengan cepat mempercayai gadis pemarah dihadapannya.

Ya. Kenzie mulai tertarik dengan Fio, semua tentang Fio adalah sebuah hiburan baginya. Kenzie sekarang bukanlah Kenzie dulu, Kenzie saat ini bukanlah Kenzie Lexaro Dazylan. Kenzie tidak akan membiarkan kakaknya mengendus kesal setiap di hadapannya.

"Lo sebenarnya siapa?" Fio menatap lekat wajahnya, entah mengapa saat dia memperhatikan pria dihadapannya seperti melihat Dea dalam tubuhnya.

"Gue adik kembar Dea, bukan Kenzie Lexaro Dazylan."

*

Rintik hujan makin memperkeruh pikiran seorang pemuda, dia meraih pisau. Ia mengarahkan mata pisau pada leher anak yang ada di hadapannya, seorang bocah perempuan berjalan menghampiri bocah laki-laki tersebut, dengan tubuhnya yang terbalut sweater rajut berwarna biru-hitam.

Tapi, na'as. Lehernya sudah putus karena pemuda tersebut, darah berceceran menetesi bumi, mengalir bersama air hujan yang berkumpul. Gadis itu luruh. Jantungnya berpacu cepat, tangannya bergetar kuat, nafasnya sesak. Orang yang ia sayangi kembali mati terbunuh, sebagian jiwanya kembali hancur, raganya pun menjadi mati Rasa.

"Dave," ujar anak perempuan tersebut, membuat pemuda itu segera berlari meninggalkan mereka berdua. Anak itu tidak mengejarnya, tidak pula berteriak minta tolong. Karena separuh dirinya sudah terbujur kaku di hadapannya. Ia menggigit bibirnya kasar, mengakibatkan darah juga keluar dari mulut kecilnya.

Matanya terpejam, anak itu berharap bahwa saat ini adalah mimpi buruknya semata. Berharap, manik biru yang terang itu kembali menatapnya penuh kasih sayang.
"Dave," ujar anak itu.

Seorang kakek tua yang pengelihatannya masih dapat digunakan terbelalak kaget, melihat bocah laki-laki yang lehernya terputus dan anak perempuan yang menangis di hadapannya.

Di sudut semak, seorang anak mengawasi. Sudut matanya berair, merasakan kasih sayang secara tidak langsung. Melihat kembarannya yang menangisi seorang bocah yang sangat mirip dengannya.
Tiba-tiba pundaknya di tepuk pelan, "Dave, biarkan. Dea kuat, aku punya rencana besar untuk memusnahkan pembunuh itu."

"Kak Bella."

*

"Fio!" panggil Dazylan, menghentikan cerita dari mulut Kenzie.

"Sial," umpat Fio kesal pada ayahnya.

Kenzie tersenyum tipis, menyuruh kakaknya segera menghampiri Ayahnya.
"Segera," titah Kenzie pada Fio.

Fio melangkahkan kakinya, kemudian berbalik menghadap Kenzie. "Lo masih memiliki utang," peringat Fio, Kenzie mengangguk santai.

༶♛ •┈┈⛧┈┈•♛༶

Zarch Dealin Where stories live. Discover now