32 || Keputusan

3K 367 55
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

🌸🌸🌸

Di malam yang sepi, Camelia hanya terduduk lesu menatap hampa kanvas putih yang masih belum terjamah coretan warna-warni. Tangan kanannya yang memegang kuas tak mampu digerakkan dan hanya tergolek lemas di samping tubuhnya. Bahkan, di titik terendah di ujian hidupnya ia tak mampu menuangkan ke-frustasian hidupnya pada kanvas putih ini.

Sebenarnya apa yang telah dialami Camelia hingga menjadi seperti ini? Mari kita mundur beberapa jam yang lalu.

"Duduk."

Tanpa disuruh pun Camelia akan melakukannya. Takut kalau tidak duduk kemungkinan ia akan jatuh tersungkur karena mendengar cerita yang sesungguhnya dari papa-nya.

"Kamu mungkin sudah dengar kabar itu 'kan?"

"Kabar bahwa Jasmine yang akan menjadi manajer umum?" Camelia memperjelas, meski tenggorokan rasanya tercekat saat menyebut nama kakaknya.

Tuan besar nan angkuh itu membenarkan letak kacamatanya dan berdehem singkat. "Soal keputusan itu diambil atas musyawarah para dewan petinggi. Papa tidak bisa menolak kemauan mereka."

"Tapi papa melakukannya dengan baik saat menolak keinginanku? Kalau saja dari awal aku hanya dijadikan manajer boneka kenapa tidak lepaskan saja aku?"

"Camelia! Jaga ucapanmu! Kamu pikir papa akan menduga kalau hal ini akan terjadi?"

"Gak! Papa emang menunggu hal ini terjadi makanya gak ada lagi keraguan di hati papa untuk meresmikan Jasmine menjadi manajer umum di saat ia berkata bersedia." kata Camelia dengan mata yang mulai memanas, air mata pun mulai menggenang di kelopak matanya.

Papa-nya meletakkan kedua tangannya di atas lengan sofa kulit hitam yang mahal itu sambil matanya tetap menatap tajam ke arah puteri bungsu-nya. "Begitukah yang kamu pikirkan?"

"Apalagi coba? Papa hanya menjadikan aku alat pancing buat narik Jasmine supaya mau mengambil alih hotel daripada hanya fokus mengurus perusahaan papa yang lain."

Lalu Camelia meneruskan, dengan nada suara yang lebih pilu. "Apa kurangnya aku di mata papa? Aku udah mengorbankan mimpi aku, belajar dengan sungguh-sungguh dan bahkan mulai bisa mencintai hotel yang amat papa cintai ini. Lalu inikah balasannya?"

"Papa tidak akan menyia-nyiakan apa yang sudah kamu lakukan. Kamu bisa menjadi manajer umum di hotel pusat Jakarta." putusnya.

"Kenapa gak Jasmine aja?!!" raungnya tak terima dengan keputusan yang ia anggap semena-mena itu.

Tangan papa-nya mengepal dengan rahang yang kaku, "Jangan berani membentak papa-mu ini!" Lalu beliau melanjutkan. "Lagipula tidak ada ruginya bagimu. Kamu bisa tetap hura-hura dengan teman pecicilan-mu itu jika tinggal di Jakarta. Kamu juga bisa menghabiskan banyak waktu dengan mama-mu."

Lalu meninggalkan Dimas yang akan terus diglendotin si nenek sihir itu? Hell no!

"Baik... jika itu ingin papa. Tapi, biarkan aku membawa serta mas Dimas ke Jakarta." Camelia mencoba bernegosiasi dengan sang papa.

Papanya tak langsung menjawabnya. Ia terdiam menatap Camelia cukup lama, hingga akhirnya berujar, "Itu tergantung keputusannya. Kamu yang harus menanyakan sendiri."

Ha? Sanggupkah ia?

Padahal ia sudah membayangkan skenario dimana papa-nya akan memerintahkan Dimas dengan tegas agar pindah ke Jakarta. Secara, Dimas itu orang yang patuh-nya melebihi patuh kepada kaisar atau raja-raja.

Lalu sekarang ketika ia tidak bisa mengandalkan papa-nya, bisakah ia membujuk Dimas?

🌸🌸🌸

Camelia Blooms [Completed]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora