Dimas' story || Usai

2.8K 226 13
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

🌸🌸🌸

"Kamu sudah gila Dimas!" Yulan menyambut ide saya dengan teriakan melengking membuat pasien di sebelah menggerutu sebal.

"Saya tidak bisa membiarkan kamu terpuruk seorang diri."

"Dan membuatmu di-cap sebagai anak durhaka? Kamu pikir aku merasa lebih baik atas semua ini?"

Saya lelah dengan semua perdebatan ini, "Ini pilihan saya." ucap saya lesu, dan saya harus menerima konsekuensi atas pilihan saya.

Yulan benar-benar frustasi, ia memeluk kakinya, menempelkan kening di lututnya meski pergerakannya terhalang perutnya. Kami berdiam sangat lama mengabaikan tatapan orang-orang yang memandang kami seperti pasangan muda yang sedang bersitegang untuk menyelesaikan masalah 'kecelakaan' yang tak diharapkan.

"Seharusnya kamu biarin aku mati. Kamu menghancurkan hidupmu dengan nyelamatin aku."

"Saya tidak pernah menyesali apa yang saya telah perbuat. Menyelamatkan dua nyawa, bagi saya itu tindakan yang paling benar."

Ia mendongak dengan tatapan ngeri yang memancarkan sorot tak percaya, "Kamu masih memikirkan bayi sialan ini?! Jangan berlagak seperti malaikat deh, aku muak."

"Dia tidak bersalah." tegas saya.

"Justru semua kesalahan ini datangnya dari dia!" tuding Yulan dengan mata nyalang pada perutnya. Dia semakin membabi buta dengan memukul dan menampar perutnya sendiri. Lekas saya menjegal tangannya.

"Kalau kamu tidak bisa menyayangi bayimu sendiri, maka saya akan melakukan bagian itu sendiri."

Yulan berhenti berontak di bawah cekalan tangan saya. Dengan mata kosong dia bertanya, "M-maksud kamu?"

"Saya akan menikahimu, demi bayi itu."

"Kamu sudah hilang akal--"

"Tidak apa jika kamu tidak mencintai saya, itu tidak penting. Kamu baik-baik saja serta menyelamatkan nama baik bayi itu sudah lebih dari cukup bagi saya."

"Lalu, apa yang kamu dapat dari semua pengorbanan ini? Kamu hanya menyiksa dirimu sendiri!"

"Biar yang Maha Mengetahui menjawab pertanyaan kamu."

🌸🌸🌸

Saya benar-benar meninggalkan rumah dan memilih mencari kontrakan sederhana untuk ditinggali bersama Yulan. Kami mendaftarkan pernikahan kami di KUA setempat yang dilakukan sangat sederhana tanpa sepengetahuan keluarga saya.

Yulan masih merajuk dan enggan berbicara dengan saya jika tidak terlalu penting. Kami seperti dua orang asing yang tinggal dalam satu petak yang sama. Meski sikap Yulan seperti itu, saya tetap mencoba berusaha menjadi suami yang baik walaupun tak berbalas baik. Dan dengan semakin membesarnya perut Yulan, seolah-olah hati ini ikut menggelembung juga. Ada ikatan samar yang menopang diri saya di atas semua kenestapaan ini, semua berasal dari sesuatu yang masih tersembunyi di dalam tubuh Yulan.

Suatu hari saya pulang agak larut dan secara mengejutkan menemukan Yulan masih terduduk di teras kontrakan.

"Sedang apa kamu? Diluar sangat dingin." kata saya cemas dan melepaskan jaket yang saya bawa dan meletakkannya di bahu ringkih Yulan.

Yulan masih mempertahankan sikap dinginnya, selalu begitu. Dia seperti tak pernah menganggap saya ada dan selalu enggan menatap mata saya. Saya tak pernah mengeluh akan hal ini.

Ketika saya berniat mengambil selimut, tiba-tiba Yulan menarik kemeja saya.

"Kenapa?"

"Tadi-- ibu kesini." bisiknya pelan dalam heningnya malam.

Camelia Blooms [Completed]Where stories live. Discover now