11 || Girls Time

3.7K 435 3
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

🌸🌸🌸

"Kau mau bawa kemana?"

"Ssh... diam saja. Aku akan membantu melupakan sedikit masalahmu."

Sabila memasang tampang curiga, "Kau... gak akan ngajak aku clubbing 'kan?"

"Ha?! Ngawur kamu ha-ha!"

"Ish... gak usah ketawa, gak lucu."

"Itu lucu karena membayangkan tempat seperti itu sudah buka jam segini." kata Camelia agak tersengal karena tawa histerisnya.

Akhirnya Sabila memilih bungkam --karena jengkel dan... sedikit malu tentunya.

"Kenapa kamu mikir aku bakalan ajak kamu ke sana?" tanya Camelia beberapa saat kemudian.

"Ya... cewek-cewek hits di sekolah kalau lagi hectic katanya sering main ke club, joget-joget gak jelas gitu."

Camelia meringis dalam ironi, "Anak-anak jaman sekarang udah doyan dugem ya."

"Iya mereka, aku nggak."

"Iya... iya, Sabila anak ayah Dimas Angkasa yang baik dan lugu."

Sabila memalingkan muka ke luar jendela selagi otaknya sedang berpikir untuk mengingat-ingat jalanan yang dilewati tampak familiar. Ia mulai mewanti-wanti kiranya tempat yang dituju Camelia.

"Makan dulu yuk?" kata Camelia saat mematikan mesin mobil di depan restoran cepat saji.

"Aku gak lapar."

"Kamu gak perlu lapar untuk makan. Makan bisa naikin mood, ayo ah."

Mau tak mau Sabila pun mengikuti Camelia meski ogah-ogahan. Konyol memang pemikiran ini, tetapi bagaimana Camelia bisa menjalani hidup seanteng dan seceria ini? Mungkin wanita itu hanya berpura-pura menghiburnya, berdalih soal yang paling mengerti tentang dirinya.

"Ceritain sama aku soal gimana kamu di-bully pas sekolah."

Camelia tersedak kola yang membuat hidungnya menyengat dengan rasa kola. "Astaga, di depan makanan enak kamu minta cerita yang suram? Yakin ga mau ganti topik?"

Sabila mengatupkan rahangnya dengan sorot tak mau dibantah, "Karena aku gak yakin kamu ini pernah ngalamin hal yang aku rasakan."

"Seperti kata pepatah 'life must go on' aku gak mau selamanya terjebak dalam lubang kesakitan, makanya perlahan namun pasti aku memulihkan diri."

"Kayaknya mudah bagimu." timpal Sabila dengan nada getir yang kentara.

Camelia memandang ke kejauhan, seperti tengah melintasi dimensi dunia gelapnya yang lampau. Ia terdiam cukup lama mengais memori pedih masa lalu.

Sabila yang menyadari itu buru-buru angkat suara, "Kalau terlalu sakit buat diceritakan mending gak usah."

"Gak, itu cerita lama. Aku mulai berusaha melupakannya. Anggap saja ini motivasi buat kamu." kata Camelia dengan cengiran yang terlihat begitu dipaksakan.

Semua orang memang tidak akan baik-baik saja ketika harus menceritakan kembali kejadian naas masa lalu yang menimpanya. Ada terlalu banyak rasa sakit yang masih menggaung dalam diri hingga sulit bahkan untuk melupakan selamanya. Ada bekas yang menempel dan menjadi kerak membandel yang sulit hilang.

"Sampai sekarang, aku masih ingat wajah-wajah orang yang selalu menyakiti aku. Senyum penuh ejekan mereka selalu membayang di setiap mimpi buruk. Luka yang mereka tinggalkan terkadang suka berdenyut aneh dan mengundang memori kelam dalam pikiranku."

Camelia Blooms [Completed]Where stories live. Discover now