24 || Aku Padamu, Camelia

3.7K 410 43
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

🌸🌸🌸

"Bagaimanapun juga, saya tidak akan menyerah terhadap kamu. Jadi, biarkan saya berjuang agar kamu mau percaya lagi sama saya kalau saya hanya melihat kamu seorang." ungkap Dimas.

Camelia terdiam berusaha mencerna kata-kata yang kini berputar-putar di kepalanya bak tornado. Selang beberapa waktu, Dimas kembali angkat suara. "Ini semua salah saya yang tak menyadari perasaan saya sendiri."

"Ini bukan salah bapak, hanya saja aku gak bisa berada di samping bapak, jadi kita hentikan aja semua kepura-puraan ini." bisiknya dengan suara tercekat.

"Tidak. Saya tidak bisa melakukannya."

"Kenapa tidak?" desak Camelia dengan mata berair.

Dimas terdiam, lalu berkata, "Bagaimana jika saya berkata kalau saya mencintai kamu?"

Deg! Apa aku berdosa jika tetap ingin tinggal di sampingmu, pak?

Dimas memanfaatkan diamnya Camelia. "Masih bersediakah kamu bersama saya?"

"Pak... saya bukan pilihan terbaik untuk bapak."

"Siapa bilang? Saya sendiri yang akan menentukan mana yang baik dan mana yang buruk untuk saya."

Camelia masih enggan memercayai pendengarannya, "Bisa-bisanya bapak cinta sama saya. Memangnya saya punya apa?"

"Kamu-- memiliki hati yang murni. Kamu menyadarkan saya tentang Sabila. Dan kamu... tingkah konyolmu membuat hati saya menghangat setiap melihatnya. Jadi, tetaplah bersama saya."

Camelia menyela, "Tapi, pak."

"Ssh... kamu hanya tinggal diam dan menerima cinta saya saja."

Kejujuran di mata itu membuat lidah Camelia kelu, bagai tersihir ia malah mengangguk pasrah dengan tatapan kosong. Sepertinya hati dan jiwanya telah disedot habis oleh pesona duda yang mendadak menjadi sok romantis ini.

Lalu Dimas menarik tubuh kecil Camelia dalam pelukan panjang. "Terima kasih, Camelia."

Tanpa mereka sadari, momen intim keduanya tengah disaksikan oleh mata yang menatap nanar dan penuh iri seorang wanita cantik yang berdiri kaku di celah pintu.

🌸🌸🌸

"Bapak seriusan nih udah mendingan?"

"Iya, Camelia. Saya baik-baik saja."

"Bisa-bisanya bapak sampe celaka gitu." gerutu Camelia bersungut-sungut.

Terdengar dengusan Dimas, "Memangnya saya mengharapkan kecelakaan itu? Sebenarnya saya juga bersalah karena sempat hilang fokus, ditambah ada idiot aneh yang mabuk-mabukan. Untung saja refleks saya cepat."

Rasanya menyenangkan mendengar Dimas yang dingin dan kaku berceloteh seperti itu. Hati Camelia menghangat dengan cara yang paling romantis. Mungkin demikian juga seperti yang dirasakan Dimas.

Hari ini Dimas berusaha keras meyakinkan Camelia agar percaya hingga bisa berdamai dengan kepulangannya dari rumah sakit. Tapi gadis itu begitu ngeyel dan tidak percaya perkataan Dimas begitu saja.

"Tapi yakin nih, udah gak ada yang sakit?" Ia memegangi lengan atas Dimas dengan matanya yang seperti mesin scan untuk mendeteksi jika ada luka yang tak nampak.

Giliran Dimas yang memegangi bahu Camelia dengan mata yang memancarkan kesungguhan yang nyata. "Saya gak apa-apa. Percayalah."

"O-oke kalo g-gak pa-pa, tapi jangan deket-deket gini dong." Ia tergagap karena embusan nafas Dimas sukses membuat tulang-tulangnya luruh.

Camelia Blooms [Completed]Where stories live. Discover now