29

46.6K 5.2K 1.4K
                                    

Tubuh lelah lantaran menghabiskan seharian waktunya bersama Taehyung kini ia rebahkan ke atas ranjang. Jihye memejamkan matanya sejenak sebelum mendapati ponselnya berdering cukup lama di dalam tas selempang.

Dengan berat hati ia meninggalkan ranjang dan bergegas menghampiri tas selempang yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Mulanya ia menerka-nerka siapa gerangan yang meneleponnya malam-malam begini.

Dan saat nama Tuan Calon menghiasi layar ponselnya, Jihye tertegun sesaat. Ini sudah lewat seminggu lebih tiga hari, pun Jungkook sama sekali belum lelah menghubungi dirinya. Enggan sekali menerima panggilan sebab Jihye tidak mau kembali berdebat dan membuat pikirannya bertambah berat.

Wanita itu menggeser ikon merah sebelum mengembuskan napas lelahnya. Namun, saat ia hendak mematikan daya ponsel, nomor tak dikenal mendadak mengunjungi layar tersebut.

Satu alisnya mengedik. Kepalanya berpikir bahwa nomor itu adalah milik Jungkook. "Rupanya kau tidak kehabisan akal," gerutunya lalu menyulam senyum sendu. Jihye memutuskan untuk menerima panggilan tersebut seraya melangkah menuju ranjangnya. "Hallo ...?"

"Hallo, Kak Jihye. Ini Minjae."

Satu alis Jihye mengedik tak percaya. Tentu saja ia terkejut manakala wanita yang tengah ia benci itu mendadak menghubunginya. Tapi daripada mengingat bagaimana perangai asli Minjae di belakang Jungkook, Jihye justru berusaha menutupinya.

"Ya, ada apa?" tanyanya sedikit menyimbolkan bahwa ia tidak menyukai aksi Minjae meneleponnya.

Ada helaan panjang dari Minjae sebelum wanita itu berkata, "Bisakah kau ke apartemen Jungkook?" Jihye kembali dibuat bingung saat Minjae menyebut nama Jungkook. "Aku sudah menelepon Kakak sejak tadi memakai ponsel Jungkook—tapi tidak ada respons."

"Kenapa menyuruhku ke sana?" Jihye melepas kancing kemejanya.

"Jungkook sakit. Badannya panas sekali, dan seharian ini tidak mau makan apa pun. Kemarin-kemarin dia masih mengonsumsi setidaknya ramen dan air. Tapi hari ini perutnya benar-benar kosong."

Pergerakan jarinya yang meloloskan kancing kemeja sempat terhenti manakala mendengar penjelasan dari Minjae. Sejujurnya, Jihye ingin sekali tidak peduli dengan kondisi Jungkook. Namun, ia tidak dapat menyangkal bahwa di dalam benaknya timbul perasaan cemas.

Jihye sejenak melirik jam dinding. Nyaris pukul dua belas malam. Mama dan papa bahkan sudah terlelap saat dia diantar oleh mobil Taehyung. Sejemang, Jihye hanya melamun bersamaan dengan Minjae yang memanggil namanya.

Jihye mengerjapkan mata—tersadar pada lamunannya. "Ah, y-ya ... aku akan segera ke sana." Wanita Park itu melepas kemejanya dan berjalan menuju lemari pakaian untuk mencari kaus yang lebih sejuk. "Tolong berikan selimut tebal untuknya," imbuhnya. Jihye kemudian memutus sambungan telepon. Bergegas memakai kaus rumahan, Jihye lantas meraih jaketnya dan berlari turun menuju garasi untuk menaiki mobil sedan miliknya.

Di dalam perjalanan menuju apartemen Jungkook, Jihye terus merapal semoga Jungkook baik-baik saja. Salah memang. Jihye tahu risiki jika ia datang ke apartemen dan kembali bertemu dengan Jungkook. Ia bukan hanya mencemaskan soal Jungkook yang barangkali bertanya mengenai kehamilannya, tapi juga takut apabila Jihye lagi-lagi jatuh dan susah untuk melepaskan Jungkook.

Sebelum benar-benar mendarat ke apartemen, sejenak wanita Park itu menghentikan mobil pada apotek yang masih buka. Jihye melangkah buru-buru untuk mencari obat demam juga termometer. Setelah berhasil mendapatkannya, Jihye lekas menancap gas. Jemarinya diketukkan di atas kemudi. Dadanya berdegup kencang seiring dengan mobilnya yang kini memasuki basemen apartemen Jungkook. Kepalanya terus memikirkan kondisi Jungkook. Bagaimanapun juga, Jihye tetap masih khawatir pada pria yang tak pernah lupa menyakitinya tersebut.

Fiance ✓Where stories live. Discover now