14

48.4K 5.8K 1.7K
                                    

Dua hari ini Jihye terpaksa meliburkan diri dari pekerjaan juga udara di luar rumah.

Pun sudah terhitung tiga hari pria Jeon itu tergeletak lemas di atas ranjang di kamar kecil Jihye dengan suhu tubuh terus meningkat.

Jungkook juga terlihat enggan berdiri untuk sekadar mandi atau keluar kamar menemui papa dan mama Jihye.

“Lihat sekarang siapa yang kau repotkan kalau sakit begini? Minjae? Tidak, ‘kan?!” dumal wanita itu saat kedua tangannya memeras handuk kecil di dalam baskom yang berisi air.

Jungkook bergeming. Asyik mengatupkan mata sambil merasakan tangan lentik itu yang mulai menempelkan handuk setengah basah ke atas keningnya.

“Setelah ini kau harus mandi. Tubuhmu lengket,” ujar Jihye berdiri memeluk baskom. “Kau masih menyimpan pakaianmu di dalam lemariku, bukan?”

Jungkook mengedikkan bahunya. “Seharusnya aku yang tanya begitu. Apa kau masih menyimpan pakaianku di dalam lemarimu?”

Jihye tertawa sumbang. “Ah, aku menyesal. Kenapa tidak aku buang saja sejak dulu, sih? Atau aku berikan pada Kak Tae saat menginap di rumah seminggu lalu.”

Pria itu mendadak memincingkan mata. Meluaskan pendengaran, kemudian membuang handuk di keningnya dan terduduk meskipun sedikit susah payah.

“Kau memasukkan pria lain ke dalam kamarmu?!”

“Aku tidak bilang begitu.” Jihye membuka pintu kamarnya. “Aku cuma bilang kalau Kak Tae menginap,” koreksinya kemudian melangkah keluar dari kamar.

“Omong-omong ... apa urusannya denganmu? Kenapa nada bicaramu terdengar marah? Kau tidak sedang cemburu, ‘kan? Atau menyesal karena sudah mengabaikanku selama ini?”

Jungkook membuang muka. Perasaannya menjadi campur aduk saat mendengar runtutan pertanyaan yang Jihye lemparkan untuknya.

Jihye yang tak kunjung mendapat jawaban pun merasa kesal dan memilih meniup surai yang menutupi sudut keningnya.

“Pokoknya hari ini kau harus pulang. Aku tidak mau berbagi ranjang lagi denganmu. Kau berisik kalau tidur, aku jadi sering terbangun,” tukasnya lalu pergi meninggalkan Jungkook.

Meniti anak tangga menuju lantai bawah. Jihye disambut oleh senyum sumringah dari sang mama yang baru saja selesai memasak makan malam.

“Bagaimana keadaan Jungkook? Apa suhunya sudah turun?” tanya mama seraya meletakkan masakan keduanya ke atas meja makan.

Jihye menggeleng. “Naik lagi,” jawabnya. Jihye melangkah memasuki dapur dan membuang air hangat di dalam baskom sebelum menghampiri sang mama yang sibuk menata menu-menu makanan. “Mau Jiya bantu?”

“Tidak. Bantu Jungkook saja. Mama kasihan dengan calon suamimu.”

Wanita berusia dua puluh tiga itu tersenyum kecil. “Ma, apa saja yang Kak Taehyung obrolkan dengan mama siang tadi?”

Sang mama mengerutkan dahi aneh, lalu mengingat apa saja yang telah ia bicarakan dengan atasan Jihye.

“Hanya mengobrol biasa. Tentang pekerjaan dan statusnya,” jawab mama. “Mana juga baru tahu kalau Taehyung masih single.”

Jihye mengangguk sebagai jawaban, kemudian memindahkan gelas ke tengah meja makan.

“Tampan, ya?”

Satu alis Jihye naik. Memandang sang mama penuh kebingungan. “Siapa? Papa?”

“Taehyung,” jawab sang mama sesudah berdecak. “Baik, mapan, dan tegas. Mama suka dengan gaya bicaranya, juga tatapan hangat yang Taehyung pancarkan.”

Fiance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang