01

81.7K 7.2K 1.1K
                                    

Siang, di ruang kerja Direktur Jeon Jungkook.

Jihye membawa beberapa menu makanan yang telah ia masak dari rumah. Membukanya dan meletakkan di atas meja kerja Jungkook yang kini menatapnya malas.

“Koo ... ayo, makan!” serunya sedikit jengkel. “Kalau mau marah, nanti saja. Aku tahu kau selalu melalaikan sarapan.”

Perlu digarisbawahi. Jungkook marah padanya karena Jihye datang ke kantor tanpa memberinya kabar apa pun.

Berdecak lirih, Jungkook lekas duduk di kursinya dan menunggu tunangannya menyiapkan makan siangnya.

“Kau belum pernah merasakan dihukum karena sikap tidak sopanmu, ya?” tanya Jungkook dengan air muka datar.

Jihye mendongak, lalu menyengir. “Belum. Kau mau menciumku seperti di drama-drama?”

Respons Jungkook memutar bola mata dan menjawab, “Aku tidak suka mencium sembarang wanita.”

Pun cukup membuat Jihye bungkam. “Ini. Habiskan makan siangmu!” katanya mengalihkan pembicaraan.

Hari ini tepat terhitung tiga bulan sejak hari pertunangan Jihye dan Jungkook. Dan sampai detik ini, Jungkook tak pernah menunjukkan rasa peduli sedikit pun.

Hanya Jihye yang selalu berperan aktif dalam hubungan mereka. Mengirim pesan setiap hari demi menanyakan kabar Jungkook, datang ke kantor Jungkook, dan memasak menu kesukaan pria itu.

Namun sayangnya, sikap kepedulian itu malah membuat Jungkook semakin jengkel akan keberadaan Jihye yang menurutnya sangat begitu mengusik.

“Besok aku ke Jeju dengan tim.” Jungkook membuka pembicaraan pada akhirnya. Tidak betah juga lama-lama membisu.

Jihye yang fokus memilah lauk, kini mendongak dengan mata mengerjap lambat. “Berapa hari?” tanyanya pelan.

“Satu minggu.” Wanita itu mengangguk. “Kau bisa menginap di apartemenku kalau kau mau,” lanjutnya.

Jihye mendengus. “Kau selalu memberiku akses ke apartemenmu saat kau pergi—seolah-olah kau menyuruhku menjadi security di sana,” dumalnya.

“Memang itu tujuanku,” jawabnya asal.

Selama ini mereka bertemu hanya di kantor Jungkook. Atau sesekali Jungkook yang mengalah datang ke rumah Jihye dan berakhir saling diam di kamar wanita itu.

“Bawakan aku oleh-oleh yang banyak, ya?” ujar Jihye. Matanya mengerling jenaka, membuat Jungkook terkekeh singkat.

“Kalau ingat.” Lagi-lagi jawaban asal itu Jungkook keluarkan.

Jihye terlampau hafal dan kebal dengan sikap tak acuh dari Jungkook yang selalu pria itu berikan padanya.

Mencebik kesal, Jihye kemudian memghabiskan makannya lebih dulu. “Aku bilang pada mama kalau begitu!” dumalnya.

“Tidak bisa sehari saja tidak mengadukan semuanya pada mama?”

Jihye menggeleng polos. “Mama yang berpesan untuk terus melaporkan sikapmu yang menyebalkan,” katanya.

Sejujurnya, Jihye tidak pernah bercerita pada mama dan papa Jungkook tentang sikap cuek dan dingin pria itu. Hanya saja, Jihye membuat ancaman itu agar Jungkook sedikit merubah sikapnya.

Jungkook menyusul Jihye untuk merampungkan makannya. Menatap wanita tunangannya yang kini tengah membereskan kotak makan di atas meja kerja Jungkook.

“Masih ada yang utuh. Kau bisa menyimpannya untuk makan nanti.” Jihye mengudarakan kotak makan berisi nasi dan daging babi panggang.

Tanpa menunda, Jungkook lekas menerimanya dan disimpan di dalam nakas.

Fiance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang