Bab 19

83K 1.3K 136
                                    

     Saya sangat menghargai teman-teman yang terus mengikuti cerita, memberi pujian, kritik dan rutin menagih upload. Cerita ini dibuat dengan usaha keras untuk mencuri waktu di antara kegiatan saya sebagai karyawati kantor dengan lama perjalanan PP 3 jam dan jam kerja 8.5 jam (menghabiskan hampir 1/2 waktu saya dalam sehari), sebagai seorang bunda dan istri dengan waktu kerja 24 jam sehari. Ketiadaan komputer pribadi membuat saya pun harus berjuang menulis walau separagraf atau dua paragraf di sela-sela kegiatan kantor dan sering saya hanya bisa mengetik di BB yang tutsnya semakin lama semakin keras sehingga sempat saya merasa perlu rehat 1-2 hari di suatu weekend karena jari jempol rasanya sakit dan nyeri sehingga telunjuk saya juga ketularan tidak nyaman.

     Bila saya hanya bisa meng-upload pada akhir bulan saja, mohon dimengerti. Tentunya itu karena faktor situasi dan kondisi. Karena kalau ditanya ke hati, tentunya ingin mencurahkan ide setiap saat, tapi keadaan tidak memungkinkan. So, alangkah baiknya jika remainder dari teman-teman adalah kata-kata yang dapat memotivasi. Sekian dan terimakasih.

     Critics and comments are very welcome! >> Bab ini tidak sempat saya edit dengan baik, karena mata saya rasanya siwer and punggung pegal setengah mati akibat kurang istirahat. So, kesalahan eyd, alur cerita, mohon diberitahukan (seperti biasa, sertakan di kalimat yg mana) dan satu lagi, mohon bantuannya pada saat saya berpindah POV - Point of View, apakah masih membingungkan? Saya masih belajar melakukan transisi POV per karakter. Mohon bantuannya. Merci beaucoup.

Cheers, Thia

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

     Dave turun ke lobby hotel. Ia keluar teras dan menghirup udara malam. Rencananya ia berniat naik mobil untuk mengunjungi pub yang biasa ia datangi bila merasa bosan. Tapi setelah dipikir lagi, rasanya itu perbuatan bodoh. Teman-temannya pasti bertanya-tanya mengapa di malam pengantin, ia justru kelayapan. Itu sama saja dengan mencoreng mukanya sendiri. Akhirnya, ia memutuskan untuk menghabiskan waktu untuk berjalan kaki di sekitar hotel.

     Tidak pernah Dave bayangkan akan ada di dalam hidupnya, masa ketika ia menghabiskan malam pertama pernikahan justru dengan meninggalkan istrinya dan berjalan-jalan sendirian tanpa arah seperti ini. Benar-benar apes!

     Setelah merasa dirinya cukup tenang, akhirnya Dave memutuskan untuk kembali ke kamar. Saat membuka pintu, ia melihat beberapa lampu di dalam kamar sudah dimatikan. Hanya lampu kamar mandi dan Jacuzzi yang masih bersinar lembut. Ia melangkah menuju tempat tidur. Tidak peduli Mila setuju atau tidak, tapi yang jelas ia tidak akan menghabiskan malam ini dengan tidur di sofa. Tidak setelah seharian penuh menjalani semua ritual perkawinan dan resepsi pernikahan. Lagi pula ukuran tempat tidur mereka sangat luas untuk sekedar diisi dua orang saja. Jadi Mila tidak perlu khawatir ia akan berbuat hal yang tidak diinginkan. Malah dirinya yang khawatir kalau Mila justru membuatnya membayangkan hal yang aneh-aneh.

     Hei, ke mana Mila?

     Ketika telah di tempat tidur, Dave melihat sisi sebelahnya -tempat Mila tadi berbaring-  kosong. Saat matanya menjelajah seputar ruangan, suara percikan air menarik perhatiannya. Membuat Dave menoleh ke arah Jacuzzi. Well, sepertinya di situlah istrinya berada. Ia melihat pundak dan rambut Mila yang tergerai di pinggiran Jacuzzi.

     Kemudian, sosok yang ia cari tersebut berdiri dan melangkah keluar dari dalam Jacuzzi. Siluet tubuhnya terlihat dari balik kaca yang dialiri air sepanjang dindingnya -sedikit memburamkan, tapi tidak bisa menutupi sepenuhnya apa yang ada di baliknya.

    Nasib sepertinya sedang mempermainkan dirinya. Sesaat ketika Dave mengira ia akan langsung dapat tertidur tanpa gangguan apa-apa, justru ia harus menghadapi kejadian seperti ini.

BUKAN CINTA PANDANGAN PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang