Bab 20

80.1K 1.5K 257
                                    

Hola, Holiiiii.... Akhirnya bab 20. Melalui perjuangan yang melelahkan saya cipratkan info bahwa bab ini adalah bab terbanyak yang telah membuat saya senam jempol (Ajeb-ajeb).  Fiuhh.... di kantor hampir tidak eh, bukan hampir, tapi memang tidak bisa pakai komputer buat nyambi ngetik nih, walaupun bisa beberapa menit, tapi jelas ga bisa dapet mood buat nulis. Hehehee.....

Saya juga sudah ga buka wattpad semenjak pertengahan November (sejak saya sadar deadline upload sudah deket, wkwkwkwk... daripada pusing liat tagihan readers, saya putuskan konsentrasi kerja dulu deh, soalnya kalo dapet tagihan yang ga sreg, suka bikin ilfil, separuh nafas ini rasanya enggan berjuang ngetik di BB), jadi maaf belum bisa bales comments and others.

Seperti biasa, any comments n critics are very welcome to speed up my writing skill. Go ahead dah!

Happy Reading, (btw, lewat bab ini mo kasih info, kalo bab selanjutnya 'mungkin' rate umurnya nambah ya... soalnya saya mo eksplorasi) Thanks untuk yang menyukai cerita saya yang satu-satunya ini. Hehehehee....

Merci, -Thia-

------------------------------------------------------------------------------------------------------

     Stephanus mengawasi empat sosok tubuh yang tertidur di karpet ruang tamu yang sudah diberi alas cover bed dan semua persediaan selimutnya. Ana tidur disamping Belle yang memegang bantal sapinya. Tidak jauh dari situ, Charlie  tertidur di samping Sandra.

     Stephanus tidak akan memindahkan anak-anak itu, khawatir mereka terbangun dan memecahkan kesunyian yang menentramkan jiwa ini.

     “San, san… “ Stephanus berbisik membangunkan Sandra. “Makan dulu yuk.”

     Sandra terlihat menggeliat perlahan. Ia kemudian bangun dan berjalan ke meja makan. Rambut hitam legam panjang yang biasanya terurai dan menjuntai indah, sekarang ia gelung asal-asalan dan mencuat ke berbagai arah. Sandra mengenakan baju kaos Stephanus berwarna putih yang terlihat longgar di tubuhnya, dan celana jeans pendek memperlihatkan paha kencang dan kaki yang liat, hasil olahraga rutin di tempat fitnes.

     Stephanus harus mengakui Sandra memang wanita dengan daya tarik seksual yang kuat. Warna kulitnya bukanlah putih mulus, namun kecoklatan, dan ia jelas bangga dengan warna seksi kulit, bentuk tubuh dan penampilan fisiknya. Namun, cukup mengherankan di umurnya yang sudah menginjak awal kepala tiga ini, dia belum mendapatkan suami

     Mungkin kriteria suami yang diinginkannya terlalu tinggi? ... Huah-ha-ha-ha… itu bukan urusanku!

     "Jam berapa sekarang?" Sandra bertanya kepada Stephanus yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

     "Jam satu." Jawab Stephanus.

     "Siapkan susu untuk Charlie, Steph,” Sandra berkata dengan nada memerintah.

     “Hah?! Buat apa? Dia kan masih tertidur.”

     Sandra menatap Stephanus dengan jengkel. “Justru karena itu! Sebelum dia haus, berikan minum terlebih dahulu.” Kemudian Sandra bergumam, “Kalau dia bangun lalu nangis, dan dua anak yang lainnya ikut bangun, kubunuh kau…”

     “Hah?! Apa?” Stephanus menoleh ke arah Sandra. Ia tidak terlalu mendengar perkataan wanita itu.

     “Apa-kenapa?!” Sandra menghardik dengan jengkel. “Sudah, sana buat susunya!”

     Gileee…! Galak beneeerrr… Kira-kira Dave tahu ngga, kepribadian Sandra yang seperti ini? Kemungkinan besar sih… tidak. Hahaha…!

*****

     Dave menenggak gelas yang entah sudah kesekian dengan kesal dan gelisah, menunggu.... Mengapa sudah malam begini orang yang ia tunggu belum muncul juga? Dipandangnya jam tangan yang juga sudah puluhan kali ia lakukan. Ini sudah jam sebelas malam. Keinginan untuk menelpon benar-benar harus ditahannya. Toh, dirinya sudah menitip pesan.

BUKAN CINTA PANDANGAN PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang