Bab 5

59.9K 1.1K 12
                                    

Saat ruangan meeting telah kosong, Mila segera meminum habis air mineral di hadapannya. Rasa gugup yang menyerang saat presentasi tadi membuat tangannya terasa dingin.

Mila sudah sering bertatap muka dengan Dave saat rapat Direksi dan bukan kali pertama ini dia melakukan presentasi dihadapan para Direktur. Namun, tawaran menikah kontrak itu, membuat dirinya sangat gugup saat bertemu Dave

Tiba-tiba pintu meeting terbuka dan masuklah Dave, orang terakhir yang ingin dia temui saat ini.

"Mila, saya ingin berbicara denganmu sebentar" sapa Dave.

 "Oh ya pak David, ada apa?"

 Dave menatapnya "Mila, panggil saja saya Dave, kamu terlalu fomal. Begini,  ini mengenai tawaran yang diberikan ibu Ina, untuk menikah kontrak dengan saya."

 Deg!

 "Saya merasa perlu untuk kamu ketahui kalau saya tidak menyetujui rencana ini, terlepas dari alasan bahwa ini untuk kebaikan Araina. Saya juga tahu bahwa imbalan yang diberikan ibu Ina bisa dibilang fantastis dan untuk orang-orang tertentu tidak akan dilewatkan. Tapi saya rasa kamu tidak termasuk orang-orang itu" Dave mengucapkan dengan penekanan pada kalimat terakhir.

 Hati Mila merasa gusar, mendengar perkataan Dave. Ia merasa Dave menuduhnya mengejar uang semata bila ia menerima tawaran itu. Namun kalimat berikutnyalah yang membuat Mila jengkel.

 "Dan Mila,  untuk menjadi bagian dari keluarga Admadja, tidak setiap orang mampu. Itu saja yang ingin saya sampaikan.  Saya minta kamu benar-benar mempertimbangkan apapun yang kamu akan putuskan." Dave beranjak keluar ruangan.

Hah?! Mila bahkan tidak sempat mengucapkan sepatah katapun untuk menanggapi ucapan Dave. Maksudnya apa sih orang itu? 

Apa dikiranya aku matre? Atau aku tidak layak jadi direktur? Atau aku yang tidak pantas bersanding dengan dia?

Reseh, tidak jelasss...!!!

*****

Besok aku akan mendengar jawaban dari Mila, apa kira-kira jawabannya? Gadis itu tidak punya alasan untuk menikahi Dave. Kecuali dia memang menginginkan harta, tapi aku yakin Mila bukan orang yang seperti itu.

 Aku, hanya menyukainya, dan ada sesuatu pada dirinya yang aku tidak dapat jelaskan.

 Ahh, semoga saja intuisiku tepat. Karena senjataku hanya Araina.

 "Dave, besok kamu harus datang ke kantor mami jam 9, mami ada perlu".

 *****

 Dave memijat tengkuknya yang terasa berat. Dasi yang biasa terpasang rapih pada kerah bajunya sekarang terpasang longgar. Ia duduk membelakangi meja kerjanya yang extra lebar dan menghadap pemandangan sore kota jakarta dari ruang kantornya yang berada di lantai 5 Sudirman tower.

 Terbayang kejadian tadi pagi dalam benaknya.

Dia terlambat datang ke ruangan maminya. Seharusnya jam 9, tapi karena meeting pagi dengan manager marketing area jawa cukup padat, maka dia terlambat.

"Pagi Carla" sapa Dave pada sekretaris maminya.

Carla tersenyum manis "Pagi pak Dave, silahkan masuk, sudah ditunggu ibu Ina lho didalam"

"Ok, ok.. Thanks"

 Saat dia membuka pintu ruangan maminya, terdengar suara orang bercakap-cakap.

Design interior ruangan kantor yang terbagi dua, yaitu ruang tamu kecil sebelum masuk ke ruang kerja, membuat Dave tidak dapat melihat siapa yang ada bersama maminya. Namun dia mengenal pemilik suara lawan bicara maminya. Milik Mila.

"... Siapa tahu Dave ... Berubah... ... Kamu" potongan-potongan pembicaraan maminya terdengar.

 "….. Semoga apa yang saya pilih, adalah yang terbaik, bu Ina." Gumam Mila.

 Dave yang telah berdiri tidak jauh di belakang Mila mendengar perkataannya yang terakhir.

"Apa yang kau putuskan akhirnya?" Tanya Dave.

Ibu Ina dan Mila menoleh ke arah pintu.

Mila terlihat terkejut, sebaliknya, bu Ina terlihat gembira.

Belum sempat Mila menjawab pertanyaan Dave, bu Ina sudah menjawabnya "Dave! Mila said OK, dia setuju untuk menikah dengan mu. Mami senang sekali. Baiklah, kita atur agar pernikahan kalian siap dalam 3 bulan lagi. Great!"

"So, 3 bulan lagi, I will hear you call me mami, Mila..

"Wo-ow, I am so excited. This is a good news, isn't Dave?" Bu Ina menatap Dave yang sudah duduk disamping Mila.

"Apa yang kamu kejar?" Tanya Dave ke Mila, tidak menggubris kalimat-kalimat gembira dari maminya.

"Kejar?" Mila bingung.

 "Ya, apa yang kamu kejar?! Uang? Kamu mau berapa? Aku bisa berikan yang kamu mau!"

 "Dave!" Bentak ibu Ina yang terkejut tidak menyangka Dave akan bereaksi seperti itu kepada Mila.

 Tapi ibu Ina lebih terkejut lagi, karena tiba-tiba sebuah tangan melayang ke pipi Dave.

Plaaakkk!!!

"Pak David, saya tidak butuh uang bapak atau apapun dari bapak. Terimakasih atas 'niat baik bapak'" sindir Mila.

Lalu ia berkata ke ibu Ina "Bu, saya minta maaf sudah menampar anak ibu. Permisi" kemudian meninggalkan ruangan ibu Ina.

Baik ibu dan anak itu, sesaat tidak mampu berkata-kata. Setelah Mila keluar ruangan, Dave seperti tersadar "What the hell is that?! Mam, lihat sendiri kan pilihan mami, dia perempuan aneh mam!"

"Apa?! Dave, kamu yang mulai dengan kata-kata yang menurut mami tidak pantas! Walau mami tidak menyangka kalau Mila bisa seperti itu. Hahahaaa...! Dia akan jadi istri yang tangguh, Dave" Ibu Ina sampai terbahak-bahak melihat muka Dave yang cemberut, geram dan keki.

*****

Mila melihat telapak tangannya setelah berada di toilet. Merah dan ouh, perih juga. Waduh! Kalau tanganku aja rasanya begini, apalagi pipinya pak Dave ya.. Hiks! Mampus aku.

Tapi, rasain sendiri! Siapa suruh ngomong begitu. Memangnya dia siapa? Aku tidak butuh uangnya kok. Aku cuma membantu ibu Ina dan Araina saja.

Selama ini, yang namanya Millana Poetri Oetoro tidak pernah mau menyusahkan orang. Dia wanita mandiri, semenjak lulus SMA. Mila sendiri telah menjadi yatim piatu pada umur 14 tahun. Papa dan mamanya meninggal karena kecelakaan mobil saat mereka dalam perjalanan dari Solo ke Jakarta sepulang kunjungan ke rumah eyang putrinya. Mobil mereka diserempet oleh bus malam yang melaju kencang, lalu terseret hingga menghantam pagar pembatas jalan. Mila yang berada dalam mobil itu, untungnya selamat, walau dia sempat koma dan tidak sadarkan diri selama 2 hari. Tapi orangtuanya tewas ditempat.

Mila benar-benar trauma dengan bus semenjak hari naas itu. Karena baru saja lulus SMP, lalu eyang putrinya meminta Mila melanjutkan SMAnya di Solo untuk menemani eyangnya. Kemudian saat lulus SMA, dia putuskan untuk kembali dan kuliah di Jakarta.

Untuk biaya hidup dan kuliah, dia bekerja sambilan, dari menjadi guru privat, SPG, staf administrasi sementara, sampai asisten dosen. Kerja kerasnya terbayar, ia lulus dengan hasil memuaskan, IPK 3,8 dan betapa saat itu dia ingin membanggakan hasilnya kepada papa dan mamanya.

Dia menabung hasil kerjanya sehingga bisa membeli apartemen di bilangan thamrin, membawa mbok Asih, pembantu yang telah mengasuhnya dari kecil untuk menemaninya di apartemen. Rumahnya di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, dijaga oleh Mang Udin, tukang kebunnya. Terlalu banyak kenangan yang membuat dia merasa kesepian setiap dia berada disitu.

Dengan hidup yang penuh perjuangan, pantang bagi seorang Mila untuk memohon, selama bisa dilakukan sendiri, maka lakukanlah dengan usaha semaksimal mungkin, prinsipnya.

Sekarang dirinya dilecehkan seperti itu oleh David Admadja! Anak orang kaya, yang hidupnya tidak pernah kekurangan. Di depan anak buahnya, bolehlah dia berlagak jadi atasan idola, tapi kalau aslinya seperti tadi, awas dia, akan ku balas! Belum kenal kamu sama Millana yang ini. Hffttt...!

BUKAN CINTA PANDANGAN PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang